Agama, COVID-19 dan Misi Menyelamatkan Planet Bumi
5 Mei 2020Bagi miliaran manusia, agama menawarkan bantuan praktis dan spiritual terutama di tengah wabah. Untuk kesekian kali kita menyaksikan bagaimana gereja, masjid, kuil, rumah ibadah dan organisasi agama di seluruh dunia menawarkan bantuan, bahan pangan, akomodasi, uang sumbangan atau layanan kesehatan.
Solidaritas semacam itu dibutuhkan, karena jutaan manusia menderita oleh dampak psikologis, ekonomi dan emosional dari pandemi corona.
Namun agama dan pemuka agama memainkan peranan yang lebih penting: mereka mampu atau harus membantu mencegah krisis serupa terjadi di masa depan, dengan memanfaatkan pengaruh mereka yang besar untuk menggandakan perlindungan bagi planet Bumi dan peradaban manusia.
COVID-19 dan banyak jenis penyakit lama yang ditularkan oleh hewan kepada manusia adalah imbas dari penyalahgunaan terhadap lingkungan hidup dan semua mahluk yang ada di dalamnya.
Apakah itu pandemi corona, kebakaran hutan di Australia, Januari paling panas sejak lama atau hama serangga paling buruk di tanduk Afrika sejak berabad-abad, planet Bumi sedang mengirimkan pesan yang penting: Kita tidak bisa cuma mengurus manusia saja, kita juga harus merawat alam.
Kita sebaiknya mengikuti seruan tersebut. Jawaban jangka panjang atas COVID-19 selayaknya berpusar pada bagaimana kita mereparasi hubungan kita dengan planet Bumi. Mandat pemulihan ini harus menjadi jawaban dari semua bagian kehidupan dan sebabnya terdiri atas ragam bagian.
Paket stimulus ekonomi misalnya harus mendukung investasi di sektor energi terbarukan, teknologi konstruksi dan infrastruktur yang cerdas, dan moda transportasi massal yang ramah lingkungan.
Kita harus pula mengubah kebiasaan konsumsi atau praktik produksi: kurangi berbelanja, kurangi pemborosan dan lebih banyak memanfaatkan ulang barang bekas, seperti yang sudah dilakukan oleh banyak di antara kita selama masa karantina.
Kita harus menghijaukan ulang hutan-hutan dan berinvestasi di kawasan suaka alam. Dan kita harus memerangi perdagangan gelap satwa liar atau sumber daya hutan, serta memperbaiki tingkat kebersihan dan higiene di pasar-pasar.
Pemimpin dan komunitas agama terbukti penting untuk mengawal sebuah perubahan karena institusi mereka termasuk yang paling tua dan bertradisi panjang, serta menyediakan jenis layanan yang krusial bagi kehidupan miliaran manusia di seluruh dunia. Sebab itu agama menjadi mitra yang tidak bisa dikesampingkan, baik dalam situasi normal ataupun di tengah bencana.
Organisasi-organisasi keagamaan punya lembaga pendidikan dalam jumlah besar. Sebabnya mereka mampu ikut menggalang kesadaran, betapa kesehatan manusia dan kondisi planet Bumi terkait satu sama lain.
Di semua penjuru dunia, organisasi agama mengelola pusat-pusat kesehatan yang ikut memerangi pandemi saat ini, dan menawarkan layanan kesehatan kepada kelompok masyarakat yang paling terpencil dan terisolasi.
Salah satu contoh model kerjasama antarbangsa adalah Interfaith Rainforest Initiative, sebuah kemitraan global untuk melindungi hutan yang melibatkan Program Lingkungan PBB (UNEP) dan lembaga Religions for Peace (Agama untuk Perdamaian).
Inisiatif semacam itu adalah awal yang baik, tapi kita bisa berbuat lebih banyak lagi.
Seperti yang terjadi saat ini, manusia dalam keangkuhannya justru merobohkan rumah yang banyak diyakini sebagai anugerah Ilahi. Pemimpin agama harus terus menggunakan pengaruh besarnya untuk mengkampanyekan sebuah planet yang sehat, seperti pula umat beragama harus mengikuti panggilan alam untuk ikut melindungi ciptaan Tuhan seperti yang tercantum di semua kitab suci atau tradisi.
Jawaban atas COVID-19 menunjukkan kekuatan keyakinan. Sekarang kita harus menggunakan kekuatan ini bersama-sama, demi menciptakan masa depan berkelanjutan bagi kita sendiri dan semua mahluk yang ikut berbagi ruang hidup di atas planet ini.
Inger Andersen adalah Sekretaris Jenderal dan Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB, UNEP. Azza Karam adalah Sekretaris Jenderal Religions for Peace dan guru besar di Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda.
Ed: rzn/vlz