Akankah COVID Kembali Merepotkan Jerman di Musim Dingin?
12 September 2023Pandemi COVID-19 secara resmi telah berakhir, seiring pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mendeklarasikan pandemi tersebut telah berakhir. Di berbagai media, berita lain telah lama menggantikan virus corona sebagai berita utama. Namun, sebagian warga Jerman khawatir, karena jumlah infeksi baru tercatat meningkat kembali dalam beberapa pekan terakhir
Profesor Stefan Kluge, Direktur Rumah Sakit Pengobatan Perawatan Intensif di Pusat Medis Universitas Hamburg-Eppendorf, mengatakan kenaikan angka kasus tersebut masih belum perlu dikhawatirkan.
"Saat ini, kami merawat 182 pasien COVID-19 di ruang perawatan intensif di Jerman, setengah dari pasien tersebut menderita pneumonia yang disebabkan oleh virus corona. Jumlahnya hanya 1% dari seluruh pasien yang dirawat di perawatan intensif. Situasinya sangat stabil. meskipun kami telah mengamati lebih banyak infeksi di antara staf dan pasien dalam beberapa minggu terakhir." Kekurangan staf terampil di rumah sakit bisa menjadi masalah, terutama di musim dingin, kata Kluge.
Pirola dan Eris datang bersamaan di Jerman
Saat ini terdapat dua varian baru virus yang kasus infeksinya sedang meningkat di seluruh dunia. Salah satunya adalah BA.2.86, juga dikenal sebagai Pirola, yang oleh WHO diklasifikasikan sebagai "varian dalam pemantauan". Varian virus corona ini menyebar dengan cepat dan mengingatkan para ilmuwan akan masa-masa awal varian Omicron.
Ditemukan di Denmark pada akhir Juli, penyakit ini telah terdeteksi di Swiss, Amerika Serikat, Israel, dan Inggris. Oleh karena itu, Inggris telah memajukan jadwal imunisasinya, dan di Israel orang-orang yang dirawat di bangsal rumah sakit perlu menjalani tes PCR untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi virus tersebut.
Varian tersebut belum terdeteksi di Jerman, lapor badan penyakit menular Jerman, Robert KochInstitute. Namun EG.5, juga dikenal sebagai Eris, telah terdeteksi. Subvarian dari Omicron yang sampai sekarang mendominasi kasus infeksi, telah menggantikan varian lain dan bertanggung jawab atas sekitar separuh dari jumlah infeksi Covid-19 yang ada di Jerman saat ini. Di AS, Eris saat ini menyebabkan lebih banyak pasien rawat inap, dan WHO berasumsi bahwa "varian of interest" ini akan segera mendominasi di seluruh dunia.
Khawatir kasus COVID-19 melonjak di musim dingin
"Inilah sebabnya, situasi bisa menjadi kritis di beberapa wilayah Jerman pada musim dingin mendatang", kata Profesor Leif Erik Sander, Direktur Departemen Penyakit Menular dan Kepala Kelompok Penelitian Pengobatan Menular yang Dipersonalisasi di Institut Kesehatan Berlin di Rumah Sakit Charite (BIH).
"Khususnya di bidang pediatri, dalam pengobatan anak-anak, hal ini akan kembali menyebabkan bottle neck yang relatif cepat, termasuk di unit gawat darurat. Maka akan timbul masalah nyata dalam pemberian layanan, terutama di wilayah dengan terbatasnya ketersediaan tempat tidur rumah sakit," tambah Sander.
Selain COVID-19, virus penyakit pernapasan syncytial (RSV) juga cenderung menjangkit di musim dingin. Menurut otoritas medis Uni Eropa (UE), penyakit pernapasan ini umumnya ringan, namun bagi anak kecil, bayi, dan orang lanjut usia yang rentan, penyakit ini dapat mengancam jiwa.
Profesor Sandra Ciesek, Kepala Institut Virologi Medis di Rumah Sakit Universitas Frankfurt, meyakini akan banyak orang Jerman akan tertular COVID-19 lagi pada musim dingin ini. "Kebanyakan dari mereka akan tinggal di rumah dalam keadaan sakit selama seminggu hanya karena gejala demam dan pilek. Selama Omicron masih beredar, saya tidak melihat ada risiko bahwa pemerintah perlu menerapkan tindakan pembatasan lagi misalnya."
Perlukah vaksin booster terbaru?
Markus Beier, Ketua Federal Asosiasi Dokter Umum Jerman, kepada DW mengatakan, belakangan ini para dokter kembali melihat indikasi lebih banyak infeksi virus. "Selama satu hingga dua minggu terakhir, semakin banyak pasien yang datang ke kami dengan infeksi virus corona. Kini, mayoritasnya orang yang punya banyak kontak sosial yang lebih sering tertular."
"Namun yang menjadi masalah sebenarnya adalah, para dokter sudah mencapai batas kemampuannya dalam hal tantangan logistik", kata Beier. Sebab, mereka menerima vaksin bukan dalam dosis tunggal, melainkan dalam ampul yang berisi enam dosis. Semua vaksin tersebut perlu disimpan di lemari es dan setiap ampul yang sudah dibuka, harus digunakan pada hari yang sama atau dalam waktu 12 jam. Kementerian Kesehatan Jerman telah diperingatkan tentang hal ini dua tahun lalu, kata Beier menambahkan.
"Tujuannya agar setiap orang yang datang ke klinik dokter yang membutuhkan dan menginginkan vaksinasi COVID bisa langsung mendapatkannya," jelasnya.
Menteri Kesehatan Jerman Karl Lauterbach mengumumkan, vaksin yang diadaptasi dari BioNTech dan Pfizer kemungkinan akan tersedia di ruang praktik dokter mulai tanggal 18 September. Komisi Eropa baru saja menyetujui penggunaan vaksin baru tersebut, dan Badan Obat Eropa (EMA) merekomendasikan vaksinasi dengan versi terbaru terlepas dari apakah sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 sebelumnya.
Ini bisa jadi adalah kabar baik. Namun Beier melihat adanya peningkatan jumlah permintaan vaksin. "Sudah ada ketidakpastian karena Kementerian Kesehatan diketahui hanya membeli vaksin BioNTech," ujarnya. "Saya tidak ingin mengevaluasi hal tersebut dari sudut pandang teknis, namun hal seperti itu perlu dikomunikasikan. Jika tidak, pasien akan mendapat kesan bahwa mereka tidak punya pilihan, meskipun vaksinasi silang masih direkomendasikan pada tahun lalu."
(ae/as)
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!