Protes Global Sambut Konferensi Iklim PBB di Madrid
29 November 2019Tiga hari sebelum konferensi iklim PBB di Madrid, aksi protes digelar Jumat (29/11) di 2400 kota di 157 negara. Pengunjuk rasa memprotes kelambanan pemerintah menghadapi perubahan iklim.
Gerakan "Fridays for Future" yang dicanangkan aktivis iklim Greta Thunberg mengatakan, di Jerman mereka mengharapkan sekitar 100.000 orang turun ke jalan. Para pengunjuk rasa terutama menuntut:
- Berakhirnya subsidi bahan bakar fosil;
- Penghentian operasi seperempat pembangkit listrik tenaga batu bara;
- Penggunaan sumber energi terbarukan secara menyelutuh di Jerman sampai tahun 2035.
Parlemen Eropa hari Kamis (28/11) secara simbolis mendeklarasikan "Darurat Iklim" untuk menekan pemerintahan melakukan kebijakan iklim yang lebih tegas. Resolusi itu menuntut Uni Eropa untuk mengurangi emisi sebesar 55% hingga 2030 dan menjadi "netral iklim" pada tahun 2050.
Protes global
Di Australia, aktivis dan anak sekolah berkumpul di markas Partai Liberal yang berkuasa. Para pengunjuk rasa mengarahkan protes mereka ke pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison, yang telah membantah bahwa ada kaitan antara kebijakan perubahan iklim pemerintahnya dan kebakaran hutan yang melanda beberapa bagian negara itu.
Di Jepang, ratusan orang berbaris melalui distrik Shinjuku, Tokyo, untuk menunjukkan dukungan mereka bagi gerakan "Fridays for Future".
Jepang dalam beberapa tahun terakhir telah dilanda cuaca ekstrem, dengan angin topan, kekeringan dan cuaca yang lebih panas. Bulan Oktober lalu, Topan Hagibis menghantam bagian tengah dan timur laut Jepang, menewaskan banyak orang.
Aksi protes global ini dilaksanakan menjelang konferensi iklim PBB COP25 di Madrid. Ribuan peserta akan merundingkan aturan yang lebih tegas mengenai bagaimana memenuhi persyaratan Perjanjian Paris 2015 tentang Perubahan Iklim.
Paket kebijakan iklim Jerman dikritik
Sementara aksi protes berlangsung di Jerman, majelis tinggi parlemen, Bundesrat, sedang membahas serangkaian langkah-langkah yang bertujuan untuk mengurangi emisi. Paket kebijakan iklim sebelumnya sudah disepakati di majelis rendah awal bulan ini, namun mengundang kritik tajam dari berbagai kelompok lingkungan karena menganggap kebijakan itu tidak cukup jauh.
Undang-undang baru yang diputuskan parlemen Jerman mewajibkan departemen pemerintah menguji semua kebijakannya sesuai agenda perlindungan iklim, menetapkan kenaikan harga bahan bakar fosil dan menurunkan harga tiket kereta api dalam upaya mengurangi perjalanan dengan pesawat terbang dan mobil.
Namun Clara Meyer dari gerakan Fridays for Future Jerman mengatakan kepada DW bahwa tindakan-tindakan itu saja tidak cukup.
"Masalahnya adalah, (langkah-langkah) itu tidak benar-benar menargetkan atau mengatasi masalahnya," kata Meyer. "Yang dibutuhkan adalah pajak CO2 yang jauh lebih tinggi. Paket kebijakan iklim ini pada dasarnya hanya memalukan," tandasnya.
hp/ts (dpa, rtr, afp, dwnews)