Seberapa Aman Vaksinasi COVID-19 untuk Anak-anak?
19 Januari 2022Program vaksinasi COVID-19 untuk anak berusia 6-11 tahun resmi dimulai pemerintah sejak 14 Desember 2021. Hingga awal Januari, dilansir dari Detik.com, Presiden Joko Widodo mengklaim vaksinasi anak sudah mencapai 3,8 juta. Total anak di Indonesia yang harus divaksin berdasarkan data sensus penduduk 2020 yakni 26,5 juta anak.
Sinovac menjadi vaksin yang direkomendasikan untuk anak-anak berusia 6-11 tahun. Ini berlaku setelah Badan Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (BPOM) merilis izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA). Dosis yang diberikan 0,5 ml, dengan jarak vaksin pertama dan kedua berselang 4 minggu.
"Indonesia termasuk negara yang beruntung sudah memulai vaksinasi. Saat ini baru untuk anak 6-11 tahun, untuk di bawah 6 tahun masih dilakukan pengkajian," terang dokter Bernie E Medise dalam tayangan live di akun instagram Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Selasa (18/01).
Meskipun pemerintah sudah memberikan jaminan aman, masih ada orang tua yang ragu untuk memvaksinasi anaknya. Alasannya, khawatir dengan efek samping setelah vaksin seperti demam.
Komi Kendy Setiawaty, 35, ibu dari dua orang putra ini mengaku belum berani mengajak putra sulungnya yang sudah berusia 6 tahun untuk divaksin. Sekolah tempat anaknya pun tidak mewajibkan untuk vaksin, ujar Komi.
"Saya dan suami sudah vaksin dua kali. Tapi kalau untuk anak, nanti saja, takut anaknya demam. Bapaknya juga belum mengizinkan," ujar Komi kepada DW Indonesia.
Sedikit berbeda dengan Rizky Nova Harahap,34. Ia dan suami sudah sepakat untuk mengikuti program vaksinasi COVID-19 di sekolah anaknya. Dia tidak menampik bahwa sebelumnya sempat ada keraguan, khawatir anaknya demam seusai divaksin.
"Iya vaksin, ada suratnya dari sekolah. Selesai vaksin kalau demam langsung dikasih sanmol (obat penurun demam)," terangnya.
IDAI: Sinovac aman untuk anak-anak
Air susu ibu (asi) memang sudah memberikan perlindungan imunitas bagi anak-anak. Namun pelindungan yang diberikan asi tidak spesifik untuk virus corona yang menyerang pernafasan. Dengan demikian, IDAI berpendapat bahwa anak-anak masih perlu mendapatkan vaksinasi COVID-19. IDAI pun mengimbau orang tua untuk tidak ragu memberikan vaksin COVID-19 kepada anak mereka.
Vaksin dinilai penting karena mempunyai zat yang dapat merangsang kekebalan tubuh sehingga dapat melindungi dari virus. Sebelum direkomendasikan pemerintah, Sinovac sudah diuji coba terhadap anak usia 3 tahun ke atas.
"Vaksin ini aman. Sinovac adalah vaksin yang mengandung virus yang sudah di inaktivasi, dimasukan ke dalam tubuh agar kita memproduksi kekebalan sehingga bila terkena COVID kita akan kebal, jikapun kita sakit maka sakitnya tidak berat," ungkap Ketua Satgas Imunisasi IDAI Prof. Hartono Gunardi. Orang tua tidak perlu sangsi Sinovac yang mengantongi izin penggunaan darurat, lanjut Hartono.
Beberapa efek samping yang mungkin dialami anak-anak usai vaksinasi, ungkap Hartono, antara lain yakni demam dan mengantuk. Ada pula nyeri dan kemerahan di tempat bekas suntikan.
"Efek samping vaksin ini biasanya demam, tidak sering kira-kira 10%. Nafsu makan sedikit, efek samping lokal nyeri pada suntikan dan kemerahan, itu akan hilang dalam beberapa hari, paling lama 1 minggu. Untuk demamnya biasanya hilang dalam 1-2 hari. Reaksi ringan," ujar Hartono.
Perlukah vaksin booster untuk anak?
Kekebalan optimal dari vaksin Sinovac akan bekerja 2 minggu setelah vaksinasi kedua, sehingga vaksinasi COVID-19 harus dilakukan 2 kali. "Karena pertama membentuk antibodi yang belum cukup untuk menjaga tubuh dalam waktu lama, sehingga perlu dilakukan 2 kali vaksin, sama seperti vaksin-vaksin lain yang didapatkan anak-anak," katanya.
Bagaimana dengan pemberian dosis vaksinasi tambahan atau booster? Hartono mengatakan bahwa pada anak-anak masih harus dillihat efiesiensinya apakah dalam waktu 6 bulan akan mengalami penurunan antibodi atau tidak. "Masih wait and see apakah perlu booster," ucap Hartono.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropis, dr. Anggraini Alam, menambahkan vaksinasi COVID-19 penting untuk menghindari infeksi berat sehingga tidak perlu sampai dirawat di rumah sakit.
Walaupun sudah divaksinasi lengkap, ia mengingatkan orang tua untuk tetap memperhatikan protokol kesehatan sehingga pembelajaran tatap muka bisa berjalan aman.
"Vaksin bukan satu-satunya jalan untuk membuat anak aman dari COVID-19, tapi perlu dibantu dengan protokol kesehatan. Penggunaan masker secara disiplin tetap harus dilakukan sehingga angka COVID tidak bertambah. Meskipun sudah divaksin 2 kali dan sudah merasa aman untuk kumpul, sebaiknya ditunda dulu," katanya.
Saat vaksin anak harus sehat
Untuk mengantisipasi dampak ikutan usai vaksin, dr. Anggraini Alam mengingatkan kondisi fisik anak harus dalam keadaan sehat. Yakni, tidak ada penyakit kronis khusus, tidak mengonsumsi obat-obatan jangka panjang yang memengaruhi imunitas tubuh.
"Anak dalam kondisi ceria, tidak demam, jika anak dalam kondisi baru selesai demam, seperti kasus demam berdarah, anak pada fase demam turun, jangan dilanjutkan vaksin, harus ditunda," katanya.
Anak-anak yang mengalami alergi, seperti gatal-gatal atau dikenal dengan biduran, ataupun alergi makanan tetap boleh divaksin. Orang tua tidak perlu melakukan tes alergi untuk anak-anak yang mengalami alergi.
"Namun jika biduran seluruh tubuh disertai sesak nafas, atau gejala lain jangan divaksin dulu, silakan kontrol ke dokter dulu, jangan divaksin, kalau biduran sedikit boleh," papar Hartono.
Terkait jarak vaksin, idealnya antara vaksin pertama dan kedua adalah 4 minggu. Namun jika ada halangan dan lebih dari 4 minggu telah terlewat sejak vaksin pertama, vaksinasi kedua tetap boleh dilakukan dan tidak perlu mengulang dari pertama.
"Kalau anaknya sakit COVID boleh divaksin setelah 1 bulan dari sakit. Kalau jarak dengan vaksin Bulan Imunasi Anak Sekolah (BIAS), maka jaraknya 2 minggu setelah vaksin BIAS baru boleh mendapatkan vaksin COVID," tutup Hartono. (ae)