Anak Vietnam Jadi Korban Perdagangan Manusia ke Eropa
12 Maret 2019Dung, seorang anak dari Vietnam, diculik oleh wanita yang memberinya makanan. Dia pingsan dan bangun kemudian di sebuah rumah di Cina. Setelah beberapa hari, dia dipaksa untuk melakukan perjalanan dan menemukan bahwa dirinya tiba di Eropa, meskipun dia tidak pernah diberitahu di negara mana dia berada.
Ketika truk dihentikan polisi di Prancis, Dung ditemukan dan dikirim ke penjara. Dia ingin memberi tahu polisi tentang situasinya, tetapi tidak ada penerjemah. Dia lalu dibebaskan, namun tertangkap lagi oleh para penyelundupnya. Begitu tiba di Inggris, Dung dipaksa melakukan pelacuran untuk membayar kembali uang yang dihabiskan untuk membawa Dung ke Inggris.
Cerita Dung adalah kisah tipikal dari ribuan anak-anak yang diculik atau dipikat oleh penyelundup manusia. Mereka menjanjikan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik di luar Vietnam.
Kisah Dung baru-baru ini diterbitkan dalam sebuah laporan berjudul "Precarious journeys: Mapping vulnerabilities of victims of trafficking from Vietnam to Europe." Didanai oleh Kementerian Dalam Negeri Inggris, penelitian ini dilakukan bersama oleh Anti-Slavery International, Every Child Against Trafficking UK (ECPAT UK) dan Pacific Links Foundation.
Baca juga: Pekerja Seks Thailand di Jerman Kebanyakan Korban Perdagangan Manusia
Selama satu setengah tahun, para peneliti menyelidiki masalah perdagangan manusia dari Vietnam ke Inggris dan di seluruh Eropa, khususnya Polandia, Republik Ceko, Prancis dan Belanda. Menurut angka terakhir dari National Referral Mechanism, yang mengidentifikasi dan melindungi para korban, lebih dari 3.100 orang dewasa dan anak-anak Vietnam diidentifikasi sebagai korban perdagangan manusia.
Tangkapan mudah bagi penyelundup
Faktor-faktor yang mendorong orang melakukan migrasi ilegal diantaranya adalah kemiskinan dan tekanan pada kaum muda untuk meningkatkan situasi ekonomi keluarga mereka. Menurut penelitian: "Keinginan akan status yang ditunjukkan dengan harta benda material ... mendorong banyak orang Vietnam, yang mencari kualitas hidup yang lebih baik, untuk mengambil risiko dengan calo tenaga kerja yang menipu dan mungkin memperdagangkan manusia, yang mengakibatkan para korban memiliki hutang yang sangat besar."
Menurut penulis, kasus perdagangan manusia ini biasanya dimulai dengan diterbangkannya anak-anak dari Vietnam ke Rusia dengan pesawat terbang, dan kemudian dengan jalan darat melalui Belarus, Ukraina, Polandia, Republik Ceko, Jerman, Belanda dan Prancis. Semakin banyak pula rute ke Eropa melalui Amerika Selatan, tambah penulis.
Baca juga: Polisi Jerman Bongkar Sindikat Prostitusi Ilegal Thailand
Anak-anak dikontrol dengan hutang mereka kepada penyelundup. Para penyelundup menuntut harga tinggi dengan meyakinkan para korban bahwa mereka akan menemukan pekerjaan yang bagus dan membayar perjalanan mereka dari Vietnam. Namun, sebagian besar dari "pekerjaan" yang dijanjikan ini tidak seperti yang diharapkan, dan para korban dipaksa untuk melakukan pekerjaan dalam kondisi eksploitatif untuk membayar kembali hutang ke penyelundup mereka.
Tidak ada yang bertanggungjawab
"Tingkat pelecehan yang dialami anak-anak yang diperdagangkan dari Vietnam ke Eropa mengejutkan," kata Jasmine O'Connor dari Anti-Slavery International kepada penulis laporan tersebut. "Pada saat mereka tiba di Inggris, sebagian besar telah dieksploitasi tanpa ampun di sepanjang jalan."
Kisah Dung juga menyoroti kebijakan pemerintah mengenai "negara transit" di Eropa, yang berarti bahwa korban dianggap sebagai tanggung jawab negara lain. Dalam banyak kasus, meskipun korban melapor ke pihak berwenang, mereka diperlakukan sebagai migran gelap dan bahkan penjahat - seperti yang dialami Dung. "Di bawah hukum internasional, negara memiliki kewajiban untuk melindungi anak-anak dari perdagangan dan eksploitasi. Sama sekali tidak dapat diterima, jika satu negara menganggap anak-anak Vietnam yang diperdagangkan sebagai masalah negara lain," kata Debbie Beadle dari ECPAT UK dalam laporan itu.
"Saya adalah seorang anak yang dibawa ke Eropa oleh orang-orang yang saya takuti. Di Prancis, polisi tidak membantu saya dan penyelundup saya menemukan saya lagi. Ketika di Inggris, saya diperlakukan seperti penjahat. Satu hal yang ingin saya katakan kepada orang-orang di Eropa adalah, jika itu terjadi pada anak-anak Anda, Anda tentu tidak akan mengabaikannya. Satu hal yang ingin saya tanyakan kepada pemerintah Inggris adalah, mengapa para korban Anda perlakukan seperti penjahat?"
na/hp (dw)