40 Tahun Aneksasi Dataran Tinggi Golan oleh Israel
15 Desember 2021Pada 14 Desember 1981, secara tiba-tiba Perdana Menteri Israel Menachem Begin memanggil kabinetnya untuk memberlakukan undang-undang untuk menjalankan hukum Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki. Ini menandakan aneksasi wilayah itu secara de facto.
Pada hari yang sama rancangan undang-undang pun disahkan oleh parlemen Israel, Knesset, dengan 63 suara mendukung dan 21 menentang. Dari sudut pandang Israel, Dataran Tinggi Golan yang telah ditaklukkan Israel dari Suriah dalam Perang Enam Hari di tahun 1967, adalah bagian dari wilayahnya.
Berbagai reaksi pun menyusul, sebagian besar negara menolak mengakui pencaplokan ini.
Pemerintah AS yang saat itu dipimpin Presiden Ronald Reagan, menyatakan "keprihatinan mendalam dan penentangan terhadap langkah tersebut," tulis surat kabar AS, Washington Post, dan menangguhkan perjanjian kerja sama militer dengan Israel.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lalu mengeluarkan Resolusi 497, yang menyatakan bahwa "keputusan Israel untuk menegakkan hukum, yurisdiksi, dan administrasi di Dataran Tinggi Golan Suriah adalah batal demi hukum dan tidak punya kekuatan hukum internasional."
Sementara sejarawan melihat pertimbangan politik dalam negeri di balik keputusan Perdana Menteri Menachem Begin. "Dari sudut pandang ideologis, Begin percaya pada apa yang disebut 'Israel Raya'," ujar sejarawan militer Dan Orbach. "Beberapa daerah lebih penting dibandingkan daerah lain, dan Dataran Tinggi Golan penting untuk alasan keamanan strategis."
Lokasi strategis penting
Dari Dataran Tinggi Golan, pemandangan membentang ke Danau Galilea di sebelah utara Israel, menuju Libanon, dan Suriah. Ibu kota Suriah, Damaskus, letaknya juga tidak jauh dari sana. Di musim dingin, Gunung Hermon yang sering tertutup salju menjadi satu-satunya tempat ski di Israel. Dengan demikian, Dataran Tinggi Golan yang diduduki dengan Danau Galilea dianggap sebagai sumber air yang penting.
Tetapi yang paling penting bagi militer Israel adalah lokasinya strategis dan berada di ketinggian. Ada jejak masa lalu yang masih terlihat hingga hari ini, yakni tanda kuning peringatan ladang ranjau tergantung di beberapa pagar. Tank-tank berkarat, pos-pos militer tua milik Suriah, dan puing-puing rumah warga menjadi pengingat sejarah penting Dataran Tinggi Golan saat perang antara Israel dan Suriah.
Setelah Israel merebut dan menduduki daerah itu pada tahun 1967, sebagian besar penduduk Suriah harus mengungsi atau diusir. Hanya beberapa desa yang tersisa yang sampai sekarang masih dihuni sejumlah suku Arab.
Pada tahun 1973 upaya pasukan Suriah untuk merebut kembali Golan pun gagal. Perang Yom Kippur, juga dikenal sebagai Perang Israel-Arab ke-4, berakhir pada tahun 1974 dengan perjanjian gencatan senjata antara Suriah dan Israel dan pengerahan misi pasukan PBB. Sampai saat ini, beberapa upaya untuk merundingkan kesepakatan damai antara kedua negara telah gagal.
Ketegangan di daerah ini kembali meningkat sejak awal perang saudara di Suriah pada tahun 2011. "Selain alasan historis dan emosional, (Golan) penting karena ini adalah zona penyangga. Masih ada kekacauan di Suriah dan kami melihat kehadiran Iran dan Hizbullah," kata Eyal Zisser, sejarawan dan pakar Suriah di Universitas Tel Aviv. "Daerah itu adalah pembatas antara Israel dan apa yang terjadi di Suriah. Dari sudut pandang strategis, Israel lebih baik berada di dataran tinggi daripada di lembah."
Pengakuan AS lewat Twitter
Arik Golandsky pindah bersama keluarganya dari Tel Aviv ke Golan pada 2008. Tidak ada alasan politik di balik kepindahannya, ia hanya lebih senang bila anak-anaknya tumbuh besar di pedesaan, kata pria yang juga seorang ayah ini lewat telepon.
"Saya pikir jika sekarang Anda bertanya kepada orang-orang tentang hukum (tahun 1981), hanya sedikit yang akan mengingatnya selain generasi tua yang tinggal di sini dan memperjuangkannya," kata Golandsky yang merasa sangat aman tinggal di sana meskipun ada perang di negara tetangga.
Pada Maret 2019, tak lama sebelum pemilihan parlemen Israel, sebuah cuitan di media sosial Twitter pun mengubah kebijakan luar negeri AS selama beberapa dekade. Presiden saat itu yakni Donald Trump menyatakan AS mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan.
Pemerintahan Amerika di bawah Presiden Joe Biden sejauh ini belum membalikkan keputusan tersebut. Dalam sebuah wawancara dengan media CNN pada Februari lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa kendali atas Golan masih "sangat penting" bagi keamanan Israel dalam situasi saat ini. Jika situasi di Suriah berubah, kendali itu akan dinilai kembali, tetapi keadaan ini dinilai masih "jauh".
Niat Israel pertahankan Dataran Tinggi Golan
Pada bulan Oktober, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengingat kembali keputusan pendahulunya, Menachem Begin, dalam sebuah pidato. "Empat puluh tahun yang lalu, pemerintah Menachem Begin membuat keputusan yang sangat berani dan penting: untuk menerapkan hukum Israel di Dataran Tinggi Golan," kata Bennett.
Pada saat yang sama, Bennett mengumumkan bahwa dia ingin setidaknya menggandakan jumlah populasi di daerah ini dalam beberapa tahun ke depan. Untuk tujuan ini, Bennett mengatakan akan membangun dua pemukiman baru. Sebuah rapat kabinet akan diadakan di Golan pada bulan Desember.
Saat ini Golan diduduki oleh sekitar 50.000 jiwa. Lebih dari setengah populasi di sana adalah pemukim Yahudi. Ada juga beberapa golongan suku Arab yang tinggal di sana, banyak dari mereka masih merasa terhubung dengan Suriah dan memiliki keluarga di sana. Hanya sebagian yang memilih menjadi warga negara Israel. (ae/hp)