Angin Baru Untuk Reaktor Nuklir
6 Februari 2009Harian Swedia Dagens Nyheter yang terbit di Stockholm menulis:
Tidak ada tema yang demikian sengit diperdebatkan kalangan politik di Swedia seperti isu tenaga atom. Isu ini membuat partai bisa pecah, pemerintahan bisa jatuh dan debat yang sehat mengenai politik energi jadi tidak mungkin. Pada saat yang sama, energi atom membuat Swedia berhasil mencapai kemakmuran ekonomi dengan tingkat emisi CO2 yang rendah. Dengan keputusan membuka kemungkinan pembangunan reaktor baru, pemerintah saat ini membuat kejutan. Keputusan ini menunjukkan ketegasan bertindak dan kreativitas. Kalau dilihat dari substansinya, ini bukan keputusan yang dramatis.
Harian Luxemburger Wort dari Luxemburg berkomentar:
Swedia bukan negara pertama, dimana tenaga atom mengalami comeback. Koalisi pemerintah mengemukakan perubahan iklim sebagai alasannya. Sehubungan dengan naiknya harga minyak dan gas dan kesulitan pemasokan gas dari Rusia, boleh jadi keputusan ini juga muncul dari keinginan untuk memperkecil ketergantungan dari luar negeri. Para pengeritik berargumentasi, keuntungan-keuntungan itu dibayar dengan harga mahal. Yaitu resiko kecelelakaan atom dan masalah penyimpanan limbah nuklir yang belum ada solusinya.
Hal lain yang masih jadi sorotan media adalah kasus rehabilitasi uskup anti Yahudi oleh Vatikan. Paus Benediktus XVI akhirnya bereaksi terhadap kritik gencar yang bermunculan. Vatikan menuntut uskup Richard Williamson menarik penyangkalannya terhadap peristiwa Holocaust. Harian Italia La Reppublicca berkomentar:
Semua mata sekarang diarahkan pada Richard Williamson. Setelah ada tuntutan dari Vatikan untuk menarik penyangkalannya terhadap peristiwa Holocaust, uskup tradisionalis asal Inggris ini di seminari terpencilnya dekat Buenos Aires harus memutuskan, apakah ia secara terbuka akan melakukan otokritik dan menarik kembali pernyataannya. Apa yang sekarang sedang terjadi antara tahta suci dan kubu tradisionalis merupakan perlombaan dengan waktu. Ultimatum Vatikan terhadap Richard Williamson harus dijawab dengan tegas dan positif, jika tidak, skandal ini bisa berkembang menjadi bumerang yang menyerang Paus sendiri dan memperbesar bencana yang sudah terjadi.
Harian Belanda de Volkskrant menulis:
Bagi kebanyakan orang Eropa, sikap konservatif Vatikan sulit dipahami. Salah satu alasannya mungkin adalah, karena Vatikan percaya bahwa tidak ada lagi yang bisa direbut di Eropa yang sekuler. Pertumbuhan gereja-gereja hanya mungkin di negara ketiga, dimana pemahaman tradisionalis masih kuat. Di bawah Benediktus XVI strategi ini diperkuat.
Harian Jerman Tagesspiegel menulis:
Jika Paus tidak mempedulikan kritik yang bermunculan, ia mungkin memprovokasi keluarnya umat yang ingin reformasi. Jadi krisis ini ada sisi baiknya juga. Bisa dikatakan, Gereja Katolik hanyalah sebuah organisasi gereja. Pimpinannya hanya seorang manusia. Keduanya bisa saja melakukan kesalahan. (hp)