Angka Keracunan Diprediksi Meningkat akibat Pestisida
14 Januari 2022Kelompok lingkungan di Jerman dalam laporan terbarunya menemukan bahwa meningkatnya penggunaan pestisida adalah jantung dari kerusakan lingkungan di seluruh dunia.
"Anda menghadapi masalah di mana-mana ketika berurusan dengan pertanian, kesehatan, hilangnya spesies, dan polusi air,” kata insinyur pertanian dari Pesticide Action Network Jerman, Susah Haffmans, yang punya peran utama dalam mengembangkan laporan Pesticide Atlas.
"Ini adalah masalah utama di lintas sektor,” ujarnya.
Bersama dengan Yayasan Heinrich Boll yang berafiliasi hijau, kelompok lingkungan Friend of the Earth wilayah Jerman dan surat kabar bulanan internasional LE MONDE diplomatique, laporan berisi 50 halaman itu berisi tentang dampak bahaya dari bisnis pestisida miliaran dolar yang dipresentasikan dan diterbitkan pada Rabu (12/01) di Berlin.
"Kami menemukan pestisida di mana-mana, walaupun kita tidak tinggal di pinggir persawahan (ladang),” kata Haffmans.
Petani sering keracunan
Studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Public Health, 385 juta orang di bidang pertanian jatuh sakit karena keracunan pestisida akut setiap tahun. Setelah keracunan, pekerja pertanian dan petani melaporkan gejala lemah, sakit kepala hingga muntah, diare, ruam kulit, gangguan sistem saraf, dan pingsan.
Dalam kasus yang parah, jantung, paru-paru, atau gagal ginjal. Tercatat 11.000 orang di bidang pertanian meninggal karena keracunan akut setiap tahun, demikian menurut penelitian yang tidak menghitung kematian akibat bunuh diri yang berhubungan dengan pestisida.
Pekerja pertanian dan petani kecil di Global South sangat terpengaruh oleh keracunan pestisida. Menurut penelitian, ada sekitar 256 juta keracunan pestisida akut di Asia, 116 juta di Afrika, dan sekitar 12,3 juta di Amerika Latin. Di Eropa, angkanya jauh lebih kecil yaitu 1,6 juta.
"Kami melihat bahwa 44 persen dari semua pekerja di seluruh dunia menderita setidaknya satu keracunan per tahun,” kata Haffmans, "dan di negara-negara tertentu lebih dari itu. Di Burkina Faso, misalnya, 83 persen pekerja pertanian sakit setidaknya sekali karena pestisida.”
Atlas menyoroti beberapa alasan untuk jumlah keracunan yang jauh lebih tinggi di Global South. Pertama, banyak pestisida berbahaya yang disemprotkan di sana, termasuk beberapa dilarang di Eropa. Selain itu, banyak petani kecil di sana tidak mengenakan pakaian pelindung dan kurang mendapat informasi tentang dampaknya.
"Dalam beberapa kasus, pestisida hanya dimasukkan ke dalam kantong atau botol plastik kecil oleh pedagang, tanpa label, tanpa petunjuk keselamatan tentang cara menggunakannya dan tanpa peringatan,” kata Haffmans.
"Kemudian selalu ada keracunan yang tidak disengaja karena pestisida digunakan secara tidak benar atau seseorang yang mengambil botol berpikir mungkin ada soda di dalamnya.”
Menurut Atlas, kurang dari 30 persen petani kecil di Ghana memakai sarung tangan, kacamata, dan pelindung mulut atau hidung saat menangani pestisida. Di Ethiopia, hanya 7 persen petani yang menyadari peringatan untuk mencuci tangan setelah menggunakan pestisida.
Pestisida meningkatkan risiko kanker
Pestisida disebarkan melalui angin ratusan kilometer, kemudian ditemukan di sungai dan air tanah, yang mampu membunuh serangga, burung, dan hewan air, bahkan residunya sering ditemukan dalam makanan.
Glyphosate pembunuh gulma, yang merupakan pestisida yang paling banyak digunakan adalah salah satu yang paling terkenal. Pada 2015, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) mengklasifikasikan glifosat sebagai "karsinogenik”.
University of Washington dalam sebuah meta-studi ilmiah 2019 juga mengidentifikasi peningkatan risiko tumor kelenjar getah bening ganas dari glifosat yang dikenal sebagai limfoma non-Hodgkin.
Pestisida juga telah dikaitkan dengan asma, alergi, obesitas, dan gangguan kelenjar endokrin, serta keguguran.
"Studi juga menunjukkan hubungan dengan penyakit parkinson, diabetes tipe II, atau jenis kanker tertentu,” kata Haffmans.
Keuntungan lebih penting daripada perlindungan kesehatan
Menurut Atlas, angka penjualan empat produsen terbesar, yakni Syngenta, Bayer, BASF, dan Corteva pada 2020 sebesar €31 miliar ($35 miliar). Di mana dalam beberapa tahun terakhir, penjualan pestisida global tercatat rata-rata tumbuh 4 persen per tahun.
Sayangnya, dari meningkatnya penjualan pestisida, perusahaan tidak membayar dampak kesehatan dan lingkungan, kecuali jika dibawa ke pengadilan.
Di AS, 125.000 orang yang telah menyemprotkan pestisida Roundup dengan bahan aktif glifosat dan sakit parah menuntut Bayer. Perusahaan membayar beberapa penggugat dan sekitar €10 miliar telah disiapkan Bayer untuk mengkompensasi kerusakan.
Terlepas dari kasus ini, Bayer dan perusahaan lain terus menjual pestisida yang sangat beracun, termasuk yang dilarang di UE karena berbahaya. Saat ini, produsen pestisida juga mencari otorisasi baru untuk glifosat di UE, meskipun akan dilarang di blok tersebut mulai 2024.
Gerakan untuk revolusi pertanian
Kelompok lingkungan mendorong peralihan dari pestisida kimia. Sebanyak 30 penulis Atlas lewat penerbitan artikel menyoroti kebijakan yang dapat mengurangi dampaknya.
"Dalam dua dekade terakhir, Sri Lanka telah terbukti menyelamatkan hampir 10.00 nyawa dengan melarang pestisida berbahaya,” kata Haffmans. Di India, "beberapa daerah ada yang sebagian dan sepenuhnya bertani bebas pestisida. Hal ini, pada gilirannya, mendorong peniruan di daerah lain,”
Menurut survei representatif yang dilakukan di Jerman untuk Atlas, mayoritas anak berusia 16-29 tahun menginginkan pertanian yang melindungi air, tanah dan serangga, dihasilkan secara adil tanpa rekayasa genetika dan pestisida, juga menggunakan pengendalian hama alami.
Survei menemukan 63 persen responden ingin pestisida dilarang pada 2035, dan petani diberikan dukungan untuk beralih ke produksi yang ramah lingkungan. Sementara ada 11 persen responden menolak permintaan ini.
(rw/ha)