Antara Kita dan Pakistan
22 Agustus 2012Sebuah berita dari Islamabad, hari-hari belakangan ini mengganggu akal sehat kita.
Rimsha, seorang anak perempuan Kristen berusia sekitar 12 tahun yang menderita keterbelakangan mental atau down syndrome, ditahan dengan tuduhan menghina agama.
Polisi memasukkan perempuan kecil itu ke penjara atas desakan warga yang marah melihat Rimsha membakar potongan kertas yang berisi ayat Qur'an. Para Islamis kini menuntut gadis malang itu dihukum.
Blasphemy atau pasal penghinaan agama, adalah sebuah masalah besar di Pakistan. Sebuah negara yang pelan-pelan dikuasai kaum radikal. Mereka, menggunakan pasal penghinaan agama sebagai instrumen untuk menyerang kelompok lain yang punya keyakinan berbeda.
Problem ini, belakangan juga kian akrab bagi kita di Indonesia.
Di Padang, Sumatera Barat, seorang pegawai negeri divonis dua setengah tahun penjara. Alexander yang mengelola grup Facebook Atheis Minang, dianggap menghina Islam lewat tulisannya di media sosial.
Pasal penodaan agama, telah banyak membuat orang masuk penjara. Tahun 68, sebuah cerita pendek di majalah Sastra berjudul “Langit Makin Mendung” membuat sekelompok orang marah. Mereka menuntut sang penulis yakni Ki Panji Kusmin dipenjara. Redaktur majalah Sastra, HB Jassin, yang menolak membuka identitas penulis itu, akhirnya masuk bui.
Setelah era reformasi, blasphemy justru makin banyak dipakai: ada kelompok Lia Eden, tokoh Syiah Sampang kyai Tajul Muluk, sekte Ahmadiyah, atau Usman Roy yang mengajarkan sholat dua bahasa, adalah mereka yang dipenjara karena dianggap menghina agama.
Dari Islamabad hingga Sampang, blasphemy dibajak kaum radikal. Mereka menekan penegak hukum menggunakan pasal ini untuk memenjarakan orang yang punya keyakinan berbeda.
Andy Budiman
Editor: Hendra Pasuhuk