AS Kecam Malaysia Pulangkan Pengungsi Myanmar
25 Februari 2021Amerika Serikat (AS) pada Rabu (24/02) mengecam langkah Malaysia yang mendeportasi lebih dari 1.000 warga Myanmar kembali ke negaranya, meski sebelumnya Pengadilan Tinggi di Kuala Lumpur telah memerintahkan penangguhan.
Para pengungsi dipulangkan pada Selasa (23/02) lalu dengan kapal angkatan laut Myanmar dari pangkalan militer Malaysia hanya beberapa minggu setelah kudeta yang terjadi di Myanmar.
AS di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden yang telah meningkatkan kuota penerimaan pengungsi dan tengah berusaha menggalang tekanan untuk membalikkan kudeta Myanmar, mengatakan pihaknya "khawatir" dengan langkah yang diambil Malaysia.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, mengatakan bahwa militer di Myanmar "memiliki sejarah panjang pelanggaran hak asasi manusia terhadap anggota kelompok agama dan etnis minoritas."
Price mengatakan Malaysia mengabaikan ''perintah pengadilan Malaysia yang melarang deportasi dan kerusuhan yang sedang berlangsung di Burma."
"Kami terus mendesak semua negara di kawasan yang mempertimbangkan pemulangan pengungsi Burma kembali ke Burma untuk menghentikan pemulangan itu sampai UNHCR dapat menilai apakah para pengungsi ini memiliki masalah perlindungan," kata Price kepada wartawan di Washington, merujuk pada badan pengungsi PBB.
Sebelumnya, Kepala Keimigrasian, Khairul Dzaimee Daud, berdalih para pengungsi tidak dideportasi melainkan pulang atas keinginannya sendiri.
Penghinaan terhadap keputusan hukum
Dalam pernyataan bersama, empat anggota parlemen oposisi Malaysia mengutuk pemulangan tersebut dan mengatakan langkah itu dapat dianggap sebagai penghinaan terhadap pengadilan.
"Tindakan ini ... adalah gambaran yang jelas bahwa pemerintah Malaysia tidak menghormati proses pengadilan yang sedang berlangsung dan telah menempatkan Malaysia dalam posisi buruk di depan hak asasi manusia," kata mereka.
Organisasi HAM Amnesty International, salah satu kelompok yang menentang deportasi, mengatakan pemerintah "berhutang penjelasan kepada rakyat Malaysia tentang mengapa mereka memilih untuk menentang perintah pengadilan."
"Deportasi berbahaya ini belum diteliti dengan tepat dan menempatkan individu pada risiko besar," kata Katrina Jorene Maliamauv, Direktur Eksekutif Amnesty International Malaysia.
Lebih dari 100 pengungsi tidak jadi dipulangkan, namun para petugas tidak memberikan penjelasan akan hal itu. Pada Rabu (24/02), Pengadilan Tinggi memutuskan mereka yang masih berada di Malaysia tidak boleh dikirim kembali karena sejumlah oranisasi HAM menggugat pemulangan tersebut.
Pejabat imigrasi Malaysia bersikeras tidak ada anggota minoritas Rohingya yang dianiaya atau pencari suaka di antara mereka yang dipulangkan. Tetapi organisasi HAM meragukan klaim tersebut.
Otoritas Malaysia sejak 2019 memblokir UNHCR dari pusat penampungan imigrasi, yang berarti mereka tidak dapat mendata pengungsi mana yang memiliki klaim suaka asli dan harus diizinkan untuk tetap berada di Malaysia.
Organisasi HAM menyebut kudeta militer pada awal Februari silam dikhawatirkan akan semakin memperparah situasi bagi para pengungsi yang dipulangkan.
rap/pkp (AFP, Reuters)