Aleppo Digempur Rusia dan Barat Saling Tuding
26 September 2016Harapan sebuah solusi diplomatik untuk mengakhiri pertempuran dan konflik di Suriah tampaknya semakin pudar. Diplomat AS dan Rusia terus tidak sependapat dan saling tuduh dalam sidang khusus Dewan Keamanan PBB untuk membahas eskalasi kekerasan di Suriah setelah ambruknya kesepakatan gencatan senjata pekan lalu.
Pemberontak yang melawan Presiden Bashar al Assad di Aleppo menyatakan, proses perdamaian apapun tidak akan ada gunanya, jika pemboman yang meluluh-lantakkan kota tidak segera dihentikan. Assad bertekad merebuit kembali bagian kota Aleppo yang dikuasai pemberontak. Di lokasi itu, lebih dari 250.000 warga sipil terperangkap.
Sebaliknya, pemberontak tampaknya yakin mampu menguasai kembali kota kedua terbesar di Suriah tersebut. Hal ini menyebabkan para pemimpin negara-negara yang ikut terlibat dalam konflik Suriah semakin terdesak untuk menemukan solusi.
Rusia dituding lancarkan serangan barbar
Di depan Dewan Keamanan PBB, Duta Besar AS untuk PBB Samantha Power menuduh Moskow melakukan serangan barbar, berupa pemboman Aleppo sebagai dukungan kepada Presiden Bashar al Assad.
"Bukannya mengupayakan perdamaian, Rusia dan Assad malah melanjutkan perang, kata Power di depan Dewan Keamanan PBB. Power menyatakan, pihaknya akan terus mengupayakan penghentian kekerasan, tetapi sudah jelas kekerasan sepihak tidak akan bisa dicegah.
Warga Aleppo dan pemberontak menyatakan, akibat serangan terbaru di kota itu, ratusan orang tewas. Di samping itu suplai air bersih ke kawasan yang yang dikuasai emberontak, yang dihuni sekitar dua juta orang diputus oleh pemerintah.
"Perdamaian hampir tidak mungkin"
Namun Duta Besar Rusia untuk PBB Vitaly Churkin menepis semua tudingan Amerika dan mengatakan di depan DK PBB bahwa negaranya ingin diadakannya gencatan senjata dan negosiasi antara semua pihak yang berperang di Suriah. Tapi "mencapai perdamaian sekarang hampir tidak mungkin."
Ia menuduh AS gagal mengontrol pemberontak, dan membedakan antara apa yang disebut moderat dan kelompok teroris, terutama kelompok yang menyebut diri Levant Conquest Front, yabg dulunya adalah Front al Nusra, yang berkaitan dengan Al Qaeda.
Menteri Luar Negeri Perancis dan Inggris juga mengarahkan serangan verbal terhadap Rusia, dan menekankan, Rusia bisa dituduh bersalah melakukan kejahatan perang.
Pertempuran besar-besaran di Aleppo dan pemboman konvoi truki pembawa bantuan kemanusiaan pekan lalu langsungng menghentikan kesepakatan gencatan senjata. Akibatnya, Moskow dan Washington, yang mendukung pihak berlawanan dalam konflik Suriah saling tuduh tidak mematuhi kesepakatan gencatan senjata.
ml/as(rtr,afp,ap,dpa)