1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikRusia

Bagaimana Upaya Rusia Pengaruhi Pemilu di Seluruh Dunia?

11 September 2024

Jelang pilpres bulan November, AS menuduh Rusia mencoba memengaruhi pemilu. Ini bukan kali pertama. Moskow disebut-sebut kerap berupaya melemahkan legitimasi pemilu demokratis di seluruh dunia.

https://p.dw.com/p/4kUi0
Ilustrasi pengaruh Rusia dalam pilpres AS 2020
Ilustrasi pengaruh Rusia dalam pilpres AS 2020Foto: Alexander Zemlianichenko/AP Photo/picture-alliance

Sejak minggu lalu, perhatian otoritas investigasi Amerika Serikat (AS) tertuju kepada sebuah perusahaan di negara bagian Tennessee. Mereka diduga menerima sepuluh juta dolar dari lembaga penyiaran negara Rusia RT (Russia Today) untuk "membuat dan mendistribusikan konten dengan pesan tersembunyi pemerintah Rusia kepada pemirsa AS."

Uang ini disebut-sebut telah digunakan untuk memproduksi video yang mempromosikan narasi sayap kanan, utamanya mengenai topik-topik seperti imigrasi, gender, dan ekonomi sebelum Pemilu AS pada November 2024.

Video-video ini lalu disebarkan di media sosial oleh beberapa influencer sayap kanan yang bekerja untuk perusahaan tersebut. Diduga tanpa mereka sadari, video tersebut dibuat dengan keterlibatan Rusia dengan cara diedit dan diproduksi oleh dua orang pegawai RT.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Pandangan yang diungkapkan dalam video tersebut "sering kali konsisten dengan kepentingan pemerintah Rusia dalam memperdalam perpecahan di Amerika Serikat," menurut tuduhan tersebut. Tujuannya adalah "untuk melemahkan perlawanan AS terhadap kepentingan inti Rusia, misalnya dalam perang yang sedang berlangsung di Ukraina."

Intervensi pemilu skala global?

Kasus tersebut hanya mengungkap sedikit gambaran tentang dugaan bagaimana Rusia berupaya memengaruhi pemilu. Moskow sendiri secara rutin membantah tuduhan campur tangan apa pun.

"Rusia telah berusaha mempengaruhi pemilu di negara-negara demokratis selama bertahun-tahun, seperti pemilu presiden AS tahun 2016 atau pemilu presiden Perancis tahun 2017," ujar Julia Smirnova dari Pusat Pemantauan, Analisis, dan Strategi Berlin, CeMAS, lembaga yang mempelajari penelitian ideologi disinformasi dan konspirasi di internet. 

Pada bulan Oktober 2023, AS mengirimkan laporan intelijen ke 100 negara sahabat di seluruh dunia bahwa Rusia secara aktif menggunakan "mata-mata, jejaring sosial, dan media pemerintah" untuk melemahkan kepercayaan publik terhadap integritas pemilu demokratis di seluruh dunia.

Portal Voice of Europe
Portal internet pro-Rusia, Voice of Europe, dempat ditutup sementara, tetapi sekarang aktif kembali - kali ini dari Kazakhstan.Foto: ROBIN UTRECHT/picture alliance

Antara tahun 2020 dan 2022, Rusia disebut telah melakukan tindakan ini di setidaknya sembilan negara yang tidak disebutkan secara spesifik. Terdapat juga aktivitas media sosial Rusia "pada tingkat yang lebih ringan" di 17 negara lainnya. Ada juga laporan upaya pengaruh Rusia selama pemilu Eropa pada Juni 2024.

Intimidasi, disinformasi, manipulasi opini

Media pemerintah Rusia disebut secara masif menyebarkan klaim palsu mengenai penipuan di beberapa pemilu demokratis di seluruh dunia pada 2020 dan 2021. Setidaknya di satu negara di Amerika Selatan, Moskow juga menyulut keraguan besar terhadap independensi pemilu.

"Berbagai metode digunakan: misalnya, serangan peretas yang mempublikasikan dokumen internal politisi, baik yang asli maupun terkadang dicampur dengan dokumen palsu, seperti pada pemilu Prancis tahun 2017," kata Smirnova. 

"Yang juga digunakan Rusia adalah manipulasi opini publik melalui media sosial dengan menggunakan akun tidak autentik dan lewat saluran terbuka seperti Russia Today."

Ada juga yang disebut sebagai kampanye doppelgänger, jelas Julia Smirnova. Yakni dengan melakukan web kloning dari outlet media besar Barat seperti Spiegel, FAZ, Washington Post, FoxNews, dan banyak lainnya. Halaman-halaman ini tampak mirip dengan situs media sebenarnya, tapi menyajikan konten pro-Rusia.

"Ada yang merupakan cerita yang dibuat-buat, namun ada pula yang merupakan artikel yang menyebarkan opini politik tertentu," kata Smirnova. Tautan ke artikel palsu ini kemudian diposting di media sosial, bahkan terkadang di komentar di postingan asli oleh media besar.

Tujuan jangka panjang Rusia: lemahkan demokrasi

Tujuan campur tangan Rusia bukan lagi sekadar menyebarkan dan memperkuat posisi pro-Rusia, misalnya terkait perang di Ukraina. "Tujuan utamanya adalah untuk mendukung kepentingan geopolitik Rusia. Dan untuk mengacaukan negara-negara yang dianggap Kremlin sebagai penentang Rusia." Untuk mencapai hal ini, diskusi-diskusi yang bersifat polarisasi di negara-negara demokrasi akan semakin meningkat dan perpecahan yang ada di masyarakat akan terus dieksploitasi.

Rusia juga dinilai tidak ragu mendukung keuangan dan organisasi partai-partai kecil. Pada awal 2022, Washington Post melaporkan bahwa setidaknya $300 juta mengalir ke partai-partai yang bersahabat dengan Rusia di seluruh dunia, termasuk di negara-negara kecil seperti Albania, Montenegro, Madagaskar, dan Ekuador.

Menurut badan intelijen AS, pasukan yang terkait dengan Kremlin juga menggunakan perusahaan cangkang, lembaga think tank, dan cara lain untuk mempengaruhi peristiwa politik, yang seringnya menguntungkan kelompok ekstremis sayap kanan. 

Baru pada bulan Maret 2024 dinas rahasia Ceko BIS mengungkap sebuah jaringan yang dibiayai oleh Rusia, yang antara lain mengatakan Petr Bystron, mantan anggota parlemen Jerman Bundestag dan sekarang anggota Parlemen Eropa untuk AfD, telah menerima aliran dana.

Aliran uang tersebut kemungkinan diproses melalui portal internet pro-Rusia, Voice of Europe, yang berbasis di Praha. Uang juga disebut-sebut mengalir ke partai-partai ekstrem di Prancis, Polandia, Belgia, Belanda, dan Hongaria.

Rencana Rusia tidak selalu berhasil

Menurut laporan intelijen AS pada bulan Oktober 2023, Rusia memiliki dua tujuan: menggambarkan pemilu demokratis sebagai pemilu yang tidak dapat diandalkan, dan mendelegitimasi pemerintahan yang dihasilkan dari pemilu tersebut. Hal ini dapat mengganggu stabilitas negara-negara demokrasi yang terkena dampaknya dan melemahkan lawan-lawan Rusia di seluruh dunia.

Namun neara-negara tidak sepenuhnya tidak berdaya menghadapi hal ini. "AS menunjukkan hal ini dengan menyita 32 domain web yang digunakan dalam kampanye doppelgänger minggu lalu," jelas Julia Smirnova.

Tetapi dalam jangka panjang, perlu juga memperkuat ketahanan masyarakat demokratis. Hal ini mencakup program pendidikan untuk meningkatkan literasi media bagi generasi muda dan orang dewasa, sehingga mereka sadar bahwa mereka juga dapat dengan cepat menjadi target pengaruh online Rusia.

"Faktanya, ada banyak sumber daya yang diinvestasikan Rusia dalam kampanyenya di seluruh dunia setiap tahun," kata Julia Smirnova. "Upaya-upaya ini harus ditanggapi dengan sangat serius. Namun kita juga harus menyadari bahwa upaya-upaya Rusia untuk mempengaruhi tidak selalu sukses."

(ae/hp)