Banjir Jepang Tingkatkan Risiko Penyebaran Virus Corona
8 Juli 2020Dalam lima hari terakhir, lebih dari 1,2 juta penduduk Jepang terpaksa meninggalkan rumah mereka di seberang pulau selatan Kyushu, dan harus dievakuasi dan sementara bertahan di gedung sekolah dan fasilitas darurat lainnya.
Para ahli mengatakan pihak berwenang setempat harus memastikan tindakan pencegahan penyebaran virus corona telah dilakukan, mengingat banyak di antara para korban banjir merupakan orang tua yang harus berdekatan dengan orang lain.
Tercatat 52 jiwa tewas dan 11 lainnya dinyatakan hilang akibat bencana banjir. Hujan lebat masih mengguyur sebagian besar wilayah Kyushu. Selain banjir di daerah sungai, hujan intensitas deras telah memicu tanah longsor hingga menelan sejumlah rumah.
Operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung, meskipun pihak berwenang mengatakan kemungkinan terburuk bisa saja terjadi lantaran upaya menemukan korban selamat telah berlangsung selama 72 jam.
Di Prefektur Kumamoto, 14 lansia penghuni panti jompo Senjuen hanyut dan tewas akibat arus deras sungai Kuma.
Dalam beberapa tahun terakhir, banjir paling parah terjadi di Prefektur Kumamoto, Oita, Miyazaki, Fukuoka, Nagasaki, dan Saga.
Akibat bencana banjir ini, pemerintah pusat telah mengumumkan keadaan darurat tingkat lima, yang merupakan level tertinggi.
Masalah virus corona
"Kami mengecek suhu tubuh seluruh korban banjir saat mereka tiba di pengungsian, dan kami juga meminta mereka untuk sering mencuci tangan dan selalu menjaga jarak dari orang lain, meskipun itu sulit," kata Keniichi Inoue, seorang pejabat di balai kota Amakusa.
Kondisi serupa dialami warga di Kyushu. Sepuluh tempat penampungan telah dibuka di kota Minamata, di mana 20 ribu penduduk telah diminta untuk meninggalkan rumah mereka dan tinggal sementara di gedung olahraga sekolah setempat.
Di Prefektur Kagoshima, pemerintah daerah telah membuka lebih dari 100 tempat pengungsian dan mendesak semua korban banjir untuk tetap menjaga jarak serta menggunakan fasilitas secara teratur.
Kazuhiro Tateda, Presiden Asosiasi Penyakit Menular Jepang dan anggota komite yang dibentuk oleh pemerintah untuk memerangi penyebaran virus corona, mengatakan ada alasan tertentu untuk merasa khawatir.
"Kami sangat prihatin karena orang-orang yang tinggal di fasilitas darurat ini harus berdekatan satu sama lain untuk waktu yang lama, dan itu masalah bear," katanya kepada DW.
"Satu hal yang patut disyukuri adalah sampai sekarang, kami belum melihat banyak penambahan kasus virus corona, tidak seperti yang terjadi di Tokyo," katanya.
ha/rap