Bank Dunia: Kemiskinan Ekstrem akan Tetap Ada
6 Oktober 2022Bank Dunia merilis laporan baru tentang "Kemiskinan dan Kemakmuran Bersama" pada Rabu (05/10), yang menguraikan kemajuan dalam perjuangan global untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem. Laporan itu menyebut pandemi virus corona sebagai titik balik bersejarah yang menghentikan pengurangan kemiskinan selama beberapa dekade.
Menurut Bank Dunia, sebuah lembaga pemberi pinjaman pembangunan internasional, pada tahun 2020 ada 71 juta lebih banyak orang hidup dengan $2.15 (Rp32 ribu) sehari atau kurang (tolok ukur standar baru untuk kemiskinan ekstrem), sehingga total keseluruhan menjadi 719 juta orang — sekitar 9.3% dari populasi global — dan menandakan lompatan satu tahun terbesar dalam lebih dari 30 tahun.
Analis Bank Dunia mengatakan situasinya sekarang menjadi lebih buruk karena perang Rusia di Ukraina, serta laju ekonomi Cina yang melambat, inflasi, dan kenaikan harga makanan dan energi semakin mengancam.
Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan laporan itu menyoroti perlunya reformasi kebijakan besar-besaran yang meningkatkan pertumbuhan.
Bank Dunia prediksi 7% populasi global akan hidup dalam kemiskinan ekstrem
"Kemajuan dalam mengurangi kemiskinan ekstrem pada dasarnya telah berhenti seiring dengan pertumbuhan ekonomi global yang lemah," kata Malpass. Dia mengutip "inflasi, depresiasi mata uang, dan krisis tumpang tindih yang lebih luas" sebagai pemicu kemiskinan lebih lanjut.
Laporan tersebut mencatat bahwa tanpa kenaikan besar-besaran dalam pertumbuhan ekonomi, sekitar 574 juta orang — sekitar 7% dari populasi global — masih akan hidup dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2030.
Para ekonom mencatat bahwa 60% dari semua kemiskinan ekstrem dapat ditemukan di Afrika sub-Sahara, yang memiliki tingkat kemiskinan keseluruhan sebesar 35%.*
COVID-19 adalah 'kemunduran terbesar'
Malpass mengatakan bahwa untuk menghindari memburuknya situasi, negara-negara perlu terlibat dalam lebih banyak kerja sama, mengakhiri subsidi yang luas, dan fokus pada pertumbuhan jangka panjang daripada keuntungan jangka pendek.
Meskipun laporan itu mengutip pandemi virus corona sebagai "kemunduran terbesar" terhadap pengurangan kemiskinan global selama beberapa dekade, Bank Dunia juga mencatat bahwa kemajuan telah melambat secara signifikan dalam lima tahun sebelumnya — dengan kerugian pendapatan di negara-negara miskin dua kali lebih tinggi daripada di negara-negara kaya, yang semakin meningkatkan ketidaksetaraan keuangan global.
"Selama dekade berikutnya, berinvestasi dalam kesehatan dan pendidikan yang lebih baik akan sangat penting bagi negara berkembang," kata Kepala Ekonom Bank Dunia Indermit Gill. Laporan itu menyerukan kepada negara-negara kaya untuk meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan pajak properti dan karbon, sehingga memungkinkan mereka untuk mengisi kembali pundi-pundi negara tanpa membebani orang miskin lebih lanjut.
Secara keseluruhan, kemiskinan global turun dari 38% pada tahun 1990, ketika Bank Dunia mulai memantaunya turun menjadi 8,4% pada tahun 2019. Bagaimanapun, pandemi memicu peningkatan kemiskinan ekstrem pertama dalam lebih dari 20 tahun.
Laporan yang dirilis hari Rabu (05/10) menyimpulkan bahwa tujuan untuk memberantas kemiskinan ekstrem pada tahun 2030 masih di luar jangkauan.
yas/ha (AFP, Reuters)