Kesenjangan Ekonomi Perparah “Lingkaran Kemiskinan”
18 Juli 2023Presiden Bank Dunia, Ajay Banga, mengatakan pada hari Selasa (18/07) di tengah pertemuan para menteri keuangan G20 di India, bahwa kesenjangan ekonomi yang semakin besar antara negara kaya dan miskin, berisiko memperparah kemiskinan di negara-negara berkembang.
Banyak negara masih belum pulih dari pukulan ganda pandemi virus corona dan dampak perang Ukraina, yang menghantam harga bahan bakar dan komoditas global. Selain itu, perubahan iklim juga sangat berdampak pada beberapa negara termiskin.
Banga khawatir kurangnya kemampuan dalam menangani masalah-masalah tersebut akan memecah-belah ekonomi global, sehingga merugikan banyak negara termiskin di dunia.
"Hal yang membuat saya terjaga di malam hari adalah ketidakpercayaan yang diam-diam memisahkan wilayah dunia bagian utara dan selatan, pada saat kita perlu bersatu," tambah Banga.
"Lingkaran Kemiskinan” berisiko jatuhkan generasi berikutnya
Banga yang lahir di India merupakan seorang warga negara Amerika yang dinaturalisasi untuk menduduki jabatan di Bank Dunia bulan lalu, setelah dinominasikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
"Rasa frustasi dari negara-negara Selatan dapat dimengerti. Dalam banyak hal, mereka membayar harga untuk kemakmuran kita," ujar Banga.
Banga juga menambahkan bahwa, "ketika mereka seharusnya berkuasa, mereka khawatir sumber daya yang dijanjikan akan dialihkan ke rekonstruksi Ukraina, mereka merasa aturan-aturan energi tidak diterapkan secara merata, sehingga membatasi ambisi, dan mereka khawatir lingkaran kemiskinan akan menjatuhkan generasi berikutnya."
Bank Dunia mengatakan bahwa mereka sedang berupaya untuk meningkatkan kemampuan finansial, termasuk dengan mengumpulkan modal hibrida dari para pemegang saham, untuk memacu pertumbuhan dan lapangan kerja.
Masa depan ekonomi global
Bank Dunia juga menambahkan bahwa ekonomi global di masa depan tidak dapat mengandalkan ekspansi dengan mengorbankan masalah lingkungan.
"Kebenaran sederhananya adalah, kita tidak dapat bertahan dalam periode pertumbuhan yang padat emisi," ujar Banga.
Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman membuka dialog pada pertemuan itu pada hari Senin (17/07) dengan mengingatkan para pemimpin akan tanggung jawab mereka "untuk mengarahkan ekonomi global menuju pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif".
Amerika Serikat juga mengatakan bahwa upaya-upaya untuk mereformasi pemberi pinjaman multilateral seperti Bank Dunia dan lembaga-lembaga regional lainnya dapat menghasilkan setidaknya $200 milyar dalam satu dekade ke depan.
Sedikit kemajuan dalam hal utang
Kesepakatan restrukturisasi utang untuk negara-negara berpenghasilan rendah telah menjadi fokus ekonomi utama negara G20, namun para pejabat menyatakan bahwa hanya ada sedikit kemajuan.
Cina, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia dan pemberi pinjaman utama untuk beberapa negara berpenghasilan rendah yang tertekan di Asia dan Afrika, sejauh ini menolak formula restrukturisasi utang yang cocok untuk semua negara, ujar para pejabat.
Lebih dari separuh negara-negara berpenghasilan rendah hampir atau tengah mengalami kesulitan utang. Jumlahnya dua kali lipat dari tahun 2015 lalu, kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen.
Yellen pada hari Minggu (16/07) mengatakan bahwa kesepakatan mengenai hutang Zambia telah memakan waktu "terlalu lama untuk dinegosiasikan". Namun, Yellen menambahkan bahwa dia berharap penanganan utang untuk Ghana dan Sri Lanka dapat "diselesaikan dengan segera".
Apa yang dibahas pada pertemuan G20?
Para menteri keuangan dari negara-negara saingan regional dan tetangga India dan Cina bertemu pada hari Selasa (18/07) pagi, tanpa memberikan komentar kepada para wartawan.
Pembicaraan G20 itu juga berfokus pada reformasi bank-bank pembangunan multilateral, regulasi mata uang kripto, dan akses yang lebih mudah ke pembiayaan untuk memitigasi dan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim.
Langkah pertama yang baru disepakati yakni mengenai distribusi pendapatan pajak yang lebih adil dari perusahaan-perusahaan multinasional, di mana langkah tersebut telah disepakati oleh 138 negara minggu lalu.
Perusahaan-perusahaan multinasional, terutama perusahaan teknologi, saat ini dapat dengan mudah mengalihkan keuntungannya ke negara-negara yang memiliki tarif pajak rendah, meskipun perusahaan itu hanya melakukan sebagian kecil dari kegiatan mereka di sana.
kp/hp (AFP)