Banyak Warga Ukraina Ingin Ada Perundingan Perdamaian
23 Juli 2024Sejauh ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy selalu menolak segala kemungkinan perjanjian dengan Rusia. Namun situasinya bisa saja berubah. Zelenskyy belakangan mengatakan, perwakilan Rusia harus menghadiri "pertemuan puncak perdamaian" kedua yang rencananya akan diadakan Ukraina pada November mendatang.
Menurut survei yang dilakukan oleh lembaga pemikir Ukraina Razumkov Center, sekitar 44% warga Ukraina di wilayah belakang garis pertempuran meyakini, inilah saatnya untuk memulai pembicaraan resmi antara Kyiv dan Moskow. Sekitar 35% percaya bahwa tidak ada alasan untuk memulai perundingan perdamaian, dan 21% masih ragu-ragu.
Temuan ini juga menunjukkan, warga Ukraina sangat menentang persyaratan yang ditetapkan Putin baru-baru ini untuk mengakhiri perang. Hampir 83% responden menolak penarikan pasukan Ukraina dari wilayah Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhia, dan sekitar 84% menentang penyerahan wilayah tersebut kepada Rusia. Selain itu, 77% menentang pencabutan seluruh sanksi Barat terhadap Rusia.
Ketika ditanya apa syarat minimum untuk membuat perjanjian damai dengan Rusia, lebih dari 51% mengatakan bahwa Ukraina harus dibebaskan dari pasukan pendudukan Rusia dan tetap berada dalam batas negaranya dari tahun 1991.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
"Ada rasa frustasi pada masyarakat"
Hampir separuh warga Ukraina (46%) percaya bahwa tidak ada salahnya menolak wajib militer. Hanya 29% yang berpendapat sebaliknya, sementara 25% ragu-ragu.
"Hal ini menunjukkan rasa frustrasi masyarakat. Dalam kondisi perang, masyarakat tidak tahu prospek apa yang mereka dan negara miliki, " kata Oleh Saakyan, ilmuwan politik dan salah satu pendiri Platform Nasional untuk Ketahanan dan Kohesi Sosial.
Dia mengatakan kepada DW, keinginan besar untuk melakukan negosiasi perdamaian menunjukkan, bahwa upaya sebelumnya untuk memobilisasi penduduk dan menciptakan persatuan telah habis karena diarahkan pada perang jangka pendek.
"Kita telah berada dalam perang yang panjang, dan baik pihak berwenang maupun elit tidak memberikan gambaran kepada masyarakat tentang bagaimana mereka harus hidup di Ukraina dalam kondisi perang permanen atau ancaman perang.”
Saakyan mengatakan lebih lanjut, masyarakat Ukraina mulai khawatir dengan segala hal yang ditunda "sampai perang usai,” seperti pemberantasan korupsi dan nepotisme, serta upaya menjadikan pemerintahan lebih efisien.
Pemerintah harus membuka dialog dengan masyarakat
Ihor Reiterovich dari Universitas Nasional Taras Shevchenko di Kyiv kepada DW mengatakan, presiden Ukraina praktis tidak lagi menyebutkan perbatasan tahun 1991 sebagai prasyarat perdamaian dengan Rusia selama beberapa bulan terakhir. Namun dia menambahkan, Zelenskyy juga tidak membicarakan perbatasan baru, yang membingungkan masyarakat Ukraina.
Reiterovich dan pakar lainnya menyarankan, agar pemerintah membuka dialog terbuka dengan masyarakat tentang masa depan, untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Hal ini akan memungkinkan dikembangkannya visi tentang bagaimana terus hidup dalam kondisi perang. Mereka merekomendasikan untuk melibatkan sebanyak mungkin orang dalam proses pengambilan keputusan.
Namun, para pakar juga menyadari bahwa reaksi ambivalen terhadap permasalahan kompleks adalah hal yang wajar dalam masyarakat yang berada dalam kondisi penuh ketidakpastian. "Suasana hati masyarakat harus selalu dipantau dan dinamikanya diakui sehingga kita dapat mempersiapkan diri dengan cermat menghadapi tantangan,” kata Mykhaylo Mishchenko dari Razumkov Center.
Ketiga pakar yang diwawancarai oleh DW secara senada mengatakan, mereka yakin survei seperti yang disebutkan di atas diperlukan oleh pemerintah Ukraina untuk merumuskan pilihan yang jelas untuk masa depan dan mempersiapkan "pertemuan puncak perdamaian” kedua sesuai dengan visinya. Selain itu, survei-survei tersebut akan memberikan argumen kuat kepada pemerintah mengenai cara menegosiasikan rencana perdamaian.
hp/as