1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kebebasan PersEropa

Batasi Pengaruh Negara, Uni Eropa Perkuat Kebebasan Pers

16 September 2022

Komisi Eropa memublikasikan naskah RUU Kebebasan Pers demi memperkuat independensi media dan keselamatan wartawan. RUU tersebut memuat sejumlah pasal yang diyakini akan membuat jengkel sejumlah negara anggota Uni Eropa.

https://p.dw.com/p/4Gxd0
Demonstrasi demi kebebasan pers di Polandia,
Demonstrasi demi kebebasan pers di Polandia, Desember 2021Foto: Attila Husejnow/SOPA Images/Zuma Press/picture alliance

Pada Jumat (16/9), Komisaris Eropa untuk "Norma dan Transparansi,” Vera Jourova, akhirnya memperkenalkan Rancangan Undang-undang Kebebasan Media. RUU tersebut sudah dicanangkan sejak jauh hari dan akan melengkapi legislasi di tingkat nasional.

Dibandingkan kawasan lain di dunia, situasi kebebasan pers di Eropa tergolong baik, menurut organisasi Wartawan Tanpa Batas (RSF). Hal ini berlaku umum, kecuali untuk Belarus, Rusia dan Turki.

Meski kebebasan pers dijamin oleh negara-negara anggota UE, Vera beranggapan perlindungan bagi wartawan dari intervensi, ancaman dan kekerasan tetap mendesak diperlukan.

RSF mencatat lonjakan angka tindak kekerasan dan perundungan terhadap watawan di sejumlah negara UE. Fenomena ini bisa disimak di Jerman, di mana wartawan berulangkali mengalami serangan oleh kaum anti-imunisasi atau kelompok ekstremis kanan.

Buntutnya RSF mengoreksi status kebebasan pers di Jerman dari "baik” menjadi cuma "memuaskan.”

Adapun di Hungaria, Polandia dan Yunani, ancaman terhadap kebebasan pers muncul dari kepemilikan media yang didominasi pengusaha pro-pemerintah. Hal ini tidak jarang menyebabkan tumpulnya pemberitaan media terhadap pemangku kekuasaan.

Komisaris UE, Vera Jourova, sebabnya mengambil inisiatif, karena menilai pemerintah negara anggota bertindak lamban dalam melindungi kerja wartawan.

Apa yang ingin diubah Komisi Eropa?

RUU Kebebasan Media "mengandung banyak hal yang tidak akan disukai negara anggota, karena ia ingin membuka jarak antara politik dan media selebar-lebarnya,” kata Jourova dalam sebuah wawancara dengan Radio Prag International dari Republik Cek.

Dalam paragraf pertama, RUU tersebut melarang negara mempengaruhi konten berita. "Artinya, jika dana publik dialokasikan untuk media, entah itu dari Uni Eropa, pemerintah pusat atau daerah, prosesnya harus transparan dan tidak boleh diskriminatif,” kata Jourova.

Transparansi juga digarisbawahi dalam kasus pemecatan wartawan dan kepemilikan media oleh swasta. Melalui amandemen ini, UE berharap bisa mencegah terbentuknya monopoli dan menjamin pendanaan bagi koran, radio dan kantor berita. 

Lembaga pengadilan dinilai bertanggungjawab menghalau gugatan hukum tak beralasan yang dibuat untuk membungkam investigasi media. Adapun Kepolisian dan Kejaksaan harus meningkatkan perlindungan bagi wartawan di lapangan atau ruang digital.

Commissioner talks media freedom in the EU

Hungaria dalam bidikan

Adalah kebijakan pemerintahan Viktor Orban di Hungaria yang membunyikan alarm bahaya di Brussels. Sikap agresif Budapest terhadap media nasional "menjadi inspirasi besar bagi kami,” kata seorang pejabat UE yang ikut merancang naskah RUU. 

Orban dilabeli oleh Wartawan Tanpa Batas sebagai "predator” kebebasan pers. Dia dan kroninya membeli dan menempatkan media-media terbesar di bawah sebuah yayasan yang bekerja untuk partai pemerintah. 

Adapun media yang masih menjaga independensi, seringkali harus menghadapi tekanan birokrasi, ekonomi dan politik.

Fenomena serupa bisa ditemui di Polandia. Sementara di Yunani, pemerintahan konservatif belum lama ini mengeluarkan dekrit yang menempatkan radio publik di bawah pengawasan juru bicara pemerintah. Wartawan juga terancam pidana menyebarkan kabar palsu di masa pandemi. 

Buntutnya, peringkat Yunani di Indeks Kebebasan Pers anjlok dari ke70 pada 2021, menjadi ke108 pada 2022. Adapun Hongaria masih bertengger di peringkat ke85, serupa Bulgaria dan Israel.

Negara-negara anggota UE masih harus menyepakati RUU Kebebasan Media dengan suara mayoritas. Setelahnya giliran Parlemen Eropa yang harus bermufakat. Komisaris Eropa, Vera Jourova, memprediksi datangnya penolakan dari kawasan Eropa Selatan dan Tengah, di mana lanskap media kental oleh intervensi pemerintah. 

RUU tersebut diharapkan lolos sebelum Pemilu Eropa 2024 untuk menjamin pemberitaan yang independen selama masa kampanye.

rzn/hp