Belajar Pembuatan Buku di Leipzig
16 Januari 2013Memang ada hubungan cukup jauh antara buku dan internet. Benjamin Buchegger, mahasiswa di Leipzig, membandingkan hubungan itu seperti kaitan antara seni lukis dan fotografi. ”Buku yang berfungsi sebagai pembawa informasi akan mati dan dengan demikian bebas untuk menjadi karya seni”, kata Benjamin Buchegger. Mahasiswa yang berasal dari Austria ini pasti tahu seluk beluknya. Sejak tujuh semester dia belajar di Universitas Grafik dan Seni Buku, Hochschule für Grafik und Buchkunst (HGB) di Leipzig. Di tempat ini, buku sudah lama menjadi obyek seni.
Di Eropa, tidak ada tempat lain dimana para mahasiswa belajar begitu banyak tentang buku selain di Leipzig. Mereka tidak hanya belajar bagaimana buku selama ratusan tahun dibuat dengan tangan, melainkan juga bagaimana pasar buku berfungsi di masa depan. Sebagai obyek seni, dan juga sebagai produk industri yang dicetak dalam jumlah banyak. Di era digital, para mahasiswa bereksperimen, bagaimana buku dalam jumlah kecil bisa mencapai publik dan di mana ada celah pasar yang tetap memberi ruang bagi buku.
Gagasan Lama, Interpretasi Baru
Seni membuat buku, Buchkunst, itulah nama jurusan yang diambil oleh Benjamin Buchegger di HGB. Setelah pendidikan selama lima tahun, para mahasiswa akan mendapat titel sarjana. ”Dari sejarahnya, universitas kami tentu memiliki keahlian dalam hal pembuatan buku,” jelas Profesor Oliver Klimpel. HGB di Leipzig didirikan tahun 1764 dan merupakan salah satu universitas tertua di Jerman. Kota Leipzig, yang terkenal dengan pameran bukunya, sejak dulu memainkan peran penting dalam sejarah dan pengetahuan pembuatan buku.
Oliver Klimpel mengajar tentang desain. Sampai 15 tahun lalu, ia masih kuliah di Leipzig. Sekarang Profesor yang berusia 39 tahun ini mengajar di London dan Leipzig. Di London ia punya kantor untuk grafik dan desain. Sebutan ”Buchkunst” di Universitas Leipzig dia anggap agak menyesatkan, ”karena ini hanya menekankan gagasan lama tentang cara membuat buku yang baik.” Sedangkan di HGB saat ini orang mencari bentuk dan format baru untuk buku yang terus dikembangkan, tegas Klimpel. Misalnya menjadikan buku sebagai pelengkap penting untuk sumber informasi digital seperti internet atau film.
Banyak Mahasiswa Asing
Untuk memahami bagaimana buku dibuat dan berapa nilai sebuah buku, para mahasiswa di HGB membuat buku dengan tangan. Mereka masih menggunakan balok-balok huruf yang disusun sendiri. Mereka belajar cara membuat buku, yang makin lama makin dilupakan di era digital.
Kelas di HGB terhitung kecil. Untuk setiap jurusan, hanya sepuluh sampai lima belas mahasiswa yang diterima setiap tahun. Mahasiswa yang mendaftar jauh lebih banyak. Saat ini ada sekitar 600 mahasiswa yang belajar di universitas ini. Banyak mahasiswa berasal dari luar negeri, karena jurusan Buchkunst di Leipzig merupakan jurusan khusus yang diakui secara internasional.
Tertarik Pada Tradisi
Di tahun pertama, para mahasiswa mendapat pendidikan dasar dari semua jurusan. Termasuk fotografi dan desain. Setelah itu ada dua semester pendidikan khusus untuk jurusan yang dipilih. Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan khusus dalam seni membuat buku, misalnya tipografi, ilustrasi dan bentuk tulisan.
Aurelia Markwalder berasal dari Swiss dan sudah hampir menyelesaikan studinya. Dia sudah belajar di Leipzig hampir lima tahun. Tapi dia masih tertarik dengan universitas istimewa ini. Ketika datang ke HGB, ia berusia 26 tahun dan sudah punya dua pendidikan sekolah kejuruan. ”Saya tidak melamar ke tempat lain karena saya memang mau datang ke Leipzig”, kata Aurelia Markwalder. ”Tempat ini dengan tradisinya, itu yang menentukan untuk pilihan saya.”
Huruf Dari Timah dan Kayu
Di sini memang masih ada alat cetak yang menggunakan huruf dari kayu dan timah. Profesor Oliver Klimpel memperlihatkan lemari penuh dengan berbagai jenis huruf dari timah dan kayu. Semuanya benar-benar merupakan peninggalan bersejarah. ”Di sini kita masih bisa menggunakan tangan sendiri dan mengerti, bagaimana proses pembuatan buku, dan apa perbedaannya dari proses produksi yang digunakan sekarang.”
Aurelia Markwalder menceritakan, proses pembuatan buku tradisional benar-benar membutuhkan tenaga. Tapi justru pekerjaan berat ini dengan menyusun setiap huruf membuat dia menghargai sebuah buku dan ingin menyimpan buku itu untuk masa depan. Proses pembuatan buku bagi dia adalah pekerjaan yang sangat bernilai, apakah itu dilakukan dengan tangan atau kita menulis dengan komputer.