BIN Rencanakan Awasi Twitter & Facebook
23 Maret 2011Rencana Badan Intelijen Negara untuk memata-matai jejaring sosial mendapat dukungan kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan. Menkopolhukam Djoko Suyanto menyatakan, pengawasan terhadap jejaring sosial itu diperlukan, agar intelijen bisa mendeteksi ada tidaknya informasi berbahaya dalam jejaring sosial. Ia menepis kekhawatiran adanya pelanggaran hukum dan hak pribadi warga negara akibat kebijakan itu.
"Apa gak boleh? Siapa yang merasa terganggu. Facebook kan boleh dibaca semua orang. Masalahnya kan menyadap? Lho kalau menyadap intelijen dimana-mana menyadap. Masalahnya bagaimana cara menyadap itu kan, itulah yang diatur. Kalau menunggu keputusan pengadilan, kejahatan sudah terjadi dong. Itu Undang Undang yang harus diperjuangkan bersama," dikatakan Djoko Suyanto.
Dukungan juga datang dari kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika. Meski belum mengungkap secara rinci, bagaimana kebijakan itu nanti akan dijalankan, Menkominfo Tiffatul Sembiring menyebut langkah ini sebagai hal yang lazim dilakukan intelijen negara.
Sebaliknya, pengamat dari lembaga Studi Pertahanan Keamanan IDSPS, Mufti Makarim, menganggap, keterlibatan BIN mengawasi jejaring sosial sangat berlebihan. "Kapasitas BIN itu kan sebagai intelijen strategis. Kalau BIN masuk ke dalam ranah yang tidak ada hubungnya dengan ancaman kedaulatan, tidak ada hubungnya dengan keselamatan bangsa, maka saya kira itu berlebihan. Dan itu menujukan bahwa BIN masih punya mindset lama. Kalau cuma jejaring social ya, tidak perlu BIN turun tangan. Apa yang mau diambil contoh, misalnya mobilisasi untuk mendukung Bibid Chandra, atau Koin untuk Prita. Tidak sampai mobilisasi rakyat untuk melakukan aksi radikal kepada negara."
Betapapun, rencana pelibatan intelejen negara itu mencemaskan para pegiat sosial media. Salah satunya Syafiq Alielha. Pendiri situs katawaktu.com itu juga meragukan, jika sosial media yang begitu terbuka, dapat dimanfaatkan kelompok teroris untuk merencanakan kejahatan.
Ia kembali mengulang kecemasanya akan keterlibatan Badan Intelijen Negara. "BIN selama ini identik dengan tindakan tindakan yang cenderung melanggar HAM. Ketika BIN mencoba mengawasi perilaku kita semua di social media, itu akan menciptakan rasa tidak aman di warga negara. Karena nanti kita semua akan menahan diri untuk tidak mengkritik pemerintah terlalu keras atau semacam itu. Dan itu tidak sehat bagi demokrasi."
Lebih jauh Syafiq memandang, ketimbang mengirim intelijen negara untuk mengawasi jejaring sosial, pemerintah lebih baik merespon sejumlah aspirasi perubahan yang kerap bergulir di jejaring sosial.
Zaki Amrullah
Editor: Dyan Kostermans