1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bumi Terancam Krisis Air Bersih

20 Maret 2008

Separuh penduduk bumi tidak miliki air bersih. 20 tahun ke depan, dua dari tiga manusia hanya akan mendapat sedikit atau bahkan tidak sama sekali air bersih. PBB memperingatkan akan datangnya krisis air bersih global.

https://p.dw.com/p/DS3v
Foto: picture-alliance/dpa

Air adalah kebutuhan hidup pokok bagi dua milyar penduduk bumi dimana separuhnya tak punya akses kepada air bersih. Jumlah ini bisa bertambah dua kali lipat dalam kurun 20 tahun ke depan, sehingga dua dari tiga manusia hanya akan mendapat sedikit atau bahkan tidak sama sekali air bersih. PBB memperingatkan ancaman krisis air bersih global, menjelang peringatan Hari Air Internasional 23 Maret.

Lebih dari dua juta orang di negara-negara berkembang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit yang terkait dengan air yang tak memenuhi syarat kesehatan. Bencana ini disebabkan banyak hal yang saling terkait. Pertumbuhan ekonomi global, tekanan populasi dan berkembangnya kota-kota megapolitan, semuanya mendorong penggunaan air sampai ke angka rekor. Mexico City, Jakarta dan Bangkok, misalnya, menghabiskan persediaan air bawah tanahnya -sebagian tak bisa diperbaharui- pada tingkat yang mengkhawatirkan. Di Beijing, yang dihuni 16 juta jiwa, permukaan air bawah tanah turun lebih dari 12 meter dalam 30 tahun terakhir. Hal ini memaksa pemerintah untuk mengalokasikan dana triliunan Dollar untuk merealisasikan rencana menyeberangkan air dari Sungai Yangtze di selatan Cina ke wilayah utara yang kering. Persoalan kekurangan air masih ditambah masalah patogen dan polusi kimia yang mengubah banyak sumber utama air di negara-negara berkembang menjadi sarang penyakit. Toh, keputusasaan mendorong penduduk setempat untuk tetap mengkonsumsi air yang terkontaminasi. Dalam dekade-dekade mendatang, kelangkaan air bersih akan menjadi kata kunci yang mendorong berbagai aksi, mulai dari migrasi penduduk secara besar-besaran hingga perang, kecuali ditemukan cara untuk menyediakan air bersih. Demikian komentar sebuah tim peneliti dalam artikel mengenai teknologi penyulingan air dalam jurnal Inggris 'Nature'. Namun,sementara para ilmuwan dan pemerintah mencari cara untuk memuaskan bumi yang dahaga, ancaman lain membayang di depan mata. Apalagi kalau bukan pemanasan global. Naiknya permukaan air laut sudah mendesakkan air asin ke simpanan air tawar bawah tanah. Selain itu, berubahnya pola cuaca memperhebat kekeringan di Afrika, selatan Eropa dan Asia, seperti disebutkan badan PBB, panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim, IPCC. Para ahli dan pembuat kebijakan menunjuk tiga kategori besar inisiatif untuk meredakan masalah kekurangan air bersih layak minum, terutama di kawasan-kawasan paling miskin di dunia, yaitu: sanitasi, penyulingan dan manajemen air. Awal pekan ini, Sekjen PBB Ban Ki Moon mengatakan, sanitasi yang tidak memadai digabung dengan kurangnya air bersih dan tingkat kesehatan yang tidak mencukupi, berkontribusi pada total angka kematian global yang menyedihkan. Setiap 20 detik, satu anak tewas akibat buruknya kondisi sanitasi yang dialami sekitar 2,6 juta orang di seluruh dunia. Demikian dikatakan Ban saat mencanangkan Tahun Sanitasi Internasional 2008. Kurang dari separuh jumlah rumah tangga di kota-kota Asia yang tersambung dengan saluran pembuangan air kotor. Itu berarti, berton-ton kotoran mengalir ke sungai dan laut. Sementara pemerintah berusaha meningkatkan infrastruktur sanitasi, para ilmuwan berupaya mengembangkan teknologi baru penyulingan air. Salah satu metode purifikasi yang paling relevan untuk negara-negara miskin adalah dengan menghilangkan bakteri, virus dan patogen mematikan lainnya lewat disinfeksi. (rp)