Benarkah Anak-anak Digunakan jadi Propaganda Israel-Gaza?
19 Mei 2021Dalam sebuah situasi krisis akibat konflik ataupun bencana alam, orang-orang biasanya berebut untuk menjadi yang pertama membagikan foto dan video di media sosial. Foto dan video yang dibagikan biasanya memuat narasi bahwa mereka tengah berduka atas hilang atau tewasnya keluarga dekat mereka setelah tragedi terjadi.
Meskipun beberapa unggahan ada yang benar-benar tulus menyuarakan keadilan, tak bisa dimungkiri bahwa skema ini pulalah yang sering digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi palsu tentang suatu peristiwa.
Seperti yang terjadi dalam krisis Israel-Gaza yang aktual saat ini, media sosial kerap dibanjiri postingan dan cuitan semacam itu yang ternyata palsu. DW memeriksa beberapa di antaranya.
Keterangan lokasi dan waktu yang keliru
Foto di bawah ini memperlihatkan seorang gadis kecil bernama Malek yang diduga terbunuh akibat serangan Israel di Gaza. Foto ini banyak diunggah di Twitter dalam berbagai bahasa.
Namun nyatanya, dengan penelusuran sederhana, DW mengetahui bahwa itu adalah foto seorang anak kecil berusia 5 tahun bernama Sophie dari Rusia.
Foto itu diunggah oleh ibunya di Instagram dua tahun silam. Dan unggahan terbaru di akunnya membuktikan bahwa Sophie masih hidup dan tetap bermukim di Moskow.
Foto lama yang digunakan untuk mendukung status quo
Foto seorang gadis yang menangis sambil memegang buku miliknya erat-erat ini telah di-retweet berkali-kali di Twitter. Tujuannya untuk memperlihatkan "betapa sakitnya” situasi krisis aktual yang terjadi di Gaza saat ini.
Namun, asal muasal foto tersebut tidak begitu jelas. Fotografer Palestina Fadi Abdullah Thabet mengklaim memotret gadis itu di Gaza utara pada 2014 silam, dan sejak itu digunakan sebagai ‘wajah konflik' setiap kali kekerasan meningkat.
Foto ini berulangkali muncul di media sosial dan dikaitkan dengan serangan teror terhadap anak-anak sekolah di Kabul, Afghanistan, atau digunakan untuk menggambarkan situasi di Idlib, Suriah.
Foto lain yang secara aktif digunakan untuk memperlihatkan "kehidupan anak-anak Palestina” baru-baru ini adalah foto seorang anak laki-laki yang berdiri di antara puing-puing bangunan yang hancur. Foto tersebut memang benar autentik, namun berasal dari 19 Oktober 2014 silam, menurut Getty Images.
Menurut Getty Images, anak laki-laki itu berjalan melalui kawasan Shejaiya di Kota Gaza yang hancur akibat konflik 50 hari antara Israel dan Hamas. Dan sejak saat itu, foto tersebut banyak digunakan secara salah oleh beberapa media dan media sosial untuk menggambarkan serangan udara di Suriah.
Foto-foto yang sebenarnya berasal dari konflik lain
DW juga menemukan beberapa foto anak-anak yang digunakan untuk menggambarkan situasi krisis saat ini yang sejatinya berasal dari beberapa tahun lalu dan berasal dari konflik Suriah. Foto-foto tersebut kerap dijadikan kolase sehingga agak sulit untuk mengidentifikasinya sebagai sebuah manipulasi.
Diantaranya adalah foto seorang anak laki-laki menggendong adik perempuannya yang masih bayi, diselamatkan dari bawah reruntuhan setelah serangan udara di Masaken Hanano di Aleppo, 14 Februari 2014 silam.
Foto lainnya menunjukkan seorang anak kecil Suriah yang terluka sedang menunggu perawatan di rumah sakit darurat setelah serangan udara oleh pasukan pemerintah di pinggiran kota Damaskus, Douma. Foto ini diabadikan oleh fotografer lepas dan paramedis pemenang award bernama Abd Doumany pada 29 Oktober 2015 lalu.
Dalam kolase foto tersebut, ada pula foto seorang ayah Palestina yang sedang menangis di atas jenazah anaknya yang telah meninggal. Menurut Getty Images, foto itu diambil oleh Mohammed Abed di kamar mayat rumah sakit di Jalur Gaza utara pada 10 Mei 2021. Getty Images menunjukkan "sembilan orang tewas di tengah serangan udara di Jalur Gaza, mengutip otoritas setempat, tetapi belum jelas apakah korban jiwa tersebut disebabkan oleh serangan Israel.”
Karena digunakan bersama foto-foto lain dari Suriah, foto dari rumah sakit di Gaza itu akhirnya dibayangi oleh instrumentalisasi menyesatkan yang sejatinya berasal dari konflik lain.
Video lama dan menyesatkan disajikan di luar konteks
DW juga menganalisa sebuah video yang dibagikan secara luas di sosial media. Video tersebut mengklaim warga Palestina, termasuk anak-anak, menggunakan riasan untuk membuat luka palsu yang disebabkan oleh serangan Israel.
Dalam kasus ini, video tersebut adalah nyata tetapi disajikan di luar konteks dengan klaim palsu.
Video asli berdurasi 2 menit itu berasal dari tahun 2017. DW mengetahui bahwa penata rias Palestina dalam video itu sebenarnya sedang mengerjakan proyek yang dipimpin oleh badan amal Prancis bernama Dokter Dunia (Doctors of the World).
Video tersebut telah banyak dibagikan dengan klaim palsu serupa sejak 2017. Dan telah banyak digunakan dalam kampanye disinformasi dalam perang saudara di Suriah.
Foto asli namun dinarasikan seolah-olah palsu
Mirip dengan kasus video penata rias sebelumnya, ada juga kasus di mana foto yang diunggah sejatinya autentik tetapi diklaim sebagai "produksi Pallywood”.
Pallywood adalah istilah merendahkan yang digunakan dalam publikasi, di internet, dan di media sosial, bahwa foto dan video diatur sedemikian rupa oleh orang Palestina untuk menyudutkan Israel.
Seperti foto dalam cuitan di bawah ini, diklaim bahwa foto tersebut diatur sedemikian rupa oleh sang fotografer. Banyak yang berkomentar terkait keranjang bayi yang terlihat tidak diselimuti debu, atau berkomentar terkait kondisinya yang terlihat masih sangat bagus di tengah kondisi sekitarnya yang berantakan.
Padahal jika ditelusuri, foto tersebut benar-benar dipotret oleh fotografer Samar Abu Elouf untuk New York Times pada 16 Mei 2021.
Narasi serupa juga digunakan dalam cuitan itu untuk mendukung klaim bahwa foto dibuat untuk tujuan propaganda anti-Israel.
Media sosial digunakan untuk menguatkan propaganda
Orang-orang di kedua sisi, baik Israel dan Gaza telah lama menggunakan foto anak-anak dalam perang propaganda mereka. Dengan kehadiran media sosial, foto-foto itu dibagikan dan disebarkan tanpa terlebih dahulu memeriksa asal muasalnya, atau memeriksa apakah foto itu sudah dimanipulasi atau tidak.
Media sosial akhirnya dibanjiri dengan foto yang memuat narasi kebencian dan kesalahpahaman yang bisa berubah menjadi kekerasan.
gtp/as