Cengkeraman Militer Bayangi Pemilu di Pakistan
7 Februari 2024Persepsi umum di Pakistan mengenai pemilu 8 Februari 2024 adalah bahwa hasilnya sudah diputuskan di belakang layar. Kelompok militer yang kuat, menurut banyak warga Pakistan yang berbicara dengan DW, akan bertekad menyingkirkan partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) pimpinan mantan Perdana Menteri Imran Khan dari kekuasaan dengan segala cara.
"Saya tidak berencana untuk memberikan suara saya. Saya mendukung Imran Khan, dan dia tidak berhak mengikuti pemilu. Itu sebabnya saya tidak tertarik dengan pemilu ini," kata Aliya Durrani, seorang warga Islamabad.
Imran Khan, yang mungkin merupakan politisi paling populer di Pakistan, memang dilarang mencalonkan diri dalam pemilu, setelah dia divonis hukuman penjara bertahun-tahun dalam berbagai kasus yang dituduhkan, terkait korupsi dan pembocoran rahasia negara. Berbagai jajak pendapat menunjukkan bahwa PTI unggul dibandingkan pesaing-pesaing utamanya, yakni Liga Muslim Pakistan (Nawaz) pimpinan politisi kawakan Nawaz Sharif, yang pernah tiga kali menjabat PM, dan Partai Rakyat Pakistan pimpinan Bilawal Bhutto-Zardari, putra mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto yang tewas dalam serangan pembunuhan 2007 lalu.
Harris Khalique, Sekretaris Jenderal Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan, mengatakan PTI "tidak diragukan lagi adalah partai besar yang populer" di Pakistan. "Jika pemilu dilaksanakan secara bebas dan adil, PTI akan meraih kursi terbanyak di parlemen dari kota-kota besar. Tapi saya tidak melihat mereka akan menyapu bersih kemenangan pemilu. Jadi, hype di media sosial ini tentang popularitas Khan sedikit berlebihan," katanya.
Imran Khan dan kubu militer, dari kawan menjadi lawan?
Pada tahun 2018, lawan-lawan Imran Khan menuduh pihak militer telah membuka jalan bagi Imran Khan untuk meraih jabatan PM. Namun, ketika mosi tidak percaya digelar pada April 2022 dan menyebabkan Imran Khan digulingkan oleh pemerintah, dia justru menyalahkan militer telah mendalangi mosi tidak percaya itu.
Setelah konfrontasi selama setahun dengan militer, para pendukung Imran Khan turun ke jalan di seluruh negeri untuk memprotes penangkapannya. Di beberapa tempat, protes berubah menjadi aksi kekerasan. Sebagian perusuh mulai menyerang fasilitas militer dan mengamuk di kawasan pemukiman tentara.
Beberapa bulan setelah kerusuhan, pihak berwenang mulai mengadili tersangka pengunjuk rasa, termasuk anggota PTI, di pengadilan militer. Sekelompok pejabat senior dan menengah PTI mendadak mengumumkan pengunduran diri mereka dan menyatakan dukungan mereka kepada militer.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Dalam beberapa minggu terakhir, muncul berbagai laporan mengenai calon-calon PTI yang dilarang menyerahkan surat pencalonannya. Selain itu, Mahkamah Agung Pakistan melarang partai itu menggunakan simbol ikonismya, yaitu tongkat kriket. Imran Khan adalah bintang kriket terkenal pada masa aktifnya sebagai atlet.
Para pendukung Imran Khan dan beberapa analis menuduh adanya kecurangan sebelum pemilu. "Pemilu harus diadakan dengan cara yang bebas, adil, dan transparan. Siapa pun yang terpilih harus mengambil keputusan yang memberikan dampak positif terhadap penghidupan masyarakat,” kata Sekjen Komnas HAM Pakistan Harris Khalique.
Noreen Shams, seorang jurnalis yang tinggal di Karachi mengatakan, seluruh sejarah Pakistan penuh dengan pemilu yang "direkayasa" militer.
"Apa yang terjadi sekarang juga sudah terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya. Mereka yang menjadi favorit penguasa kini menjadi penjahat; mereka yang menjadi penjahat pada tahun 2018 (mantan PM Sharif) kini menjadi favorit,” katanya kepada DW. "Pakistan selalu memiliki bentuk pemerintahan campuran, di mana perwakilan rakyat terpilih berbagi kekuasaan dengan militer," imbuhnya.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Namun, ada lebih banyak hal yang dipertaruhkan selain pemilu, ketika Pakistan terhuyung-huyung akibat krisis keuangan yang serius, inflasi tinggi, pengangguran luas, dan bencana lingkungan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat umum sedang fokus pada upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri sehingga tidak terlalu tertarik pada pemilu.
Saira Khan, seorang guru sekolah di Islamabad, mengatakan "tidak masalah siapa yang berkuasa." Siapa pun yang berkuasa perlu menciptakan stabilitas politik di negara ini, dan hal ini tidak mungkin terjadi tanpa membangun kepercayaan di kalangan masyarakat. "Jadi, pemilu itu penting, tapi menurut saya hal itu tidak akan membawa banyak perbedaan,” katanya.
Dalam skenario saat ini, mantan PM Nawaz Sharif dan Partai Liga Muslim yang dipimpinnya difavoritkan untuk memenangkan pemilu. "Khan dan partainya telah benar-benar mengungkap pola pikir mereka. Mereka tidak akan pernah membiarkan institusi-institusi di Pakistan berfungsi secara independen. Mereka menghabiskan banyak waktu di oposisi dan pemerintahan, namun telah menunjukkan kebencian yang mendalam terhadap institusi-institusi (keamanan), melancarkan serangan verbal dan melakukan serangan fisik," kata Tariq Fazal Choudhry, pejabat Liga Muslim Pakistan (Nawaz), kepada DW.
Masih belum jelas siapa yang akan memerintah di Pakistan setelah pemilu ini, tetapi satu hal jelas, partai mana pun yang akan memerintah harus bisa bekerja sama dengan pihak militer.
(hp/as)