Cina Mulai Terimbas Krisis Euro
12 Maret 2012Menurunnya permintaan dari Eropa dan Amerika Serikat mempengaruhi neraca perdagangan Cina yang dijuluki juara dunia ekspor. Defisit perdagangan luar negeri Cina pada bulan Februari 2012 mencapai sekitar 31,5 milyar US Dollar. Bulan Januari 2012 neraca perdagangan Cina masih mencatat surplus sekitar 27 milyar US Dollar.
Dengan itu, defisit perdagangan bulan Februari lalu, merupakan yang terburuk dalam 20 tahun terakhir. Penyebab buruknya neraca, adalah menurun drastisnya permintaan dari negara-negara industri yang sedang berjuang mengatasi krisis utang.
Kantor berita Xinhua melaporkan akhir pekan lalu, volume impor China pada bulan ini meningkat drastis mencapai hampir 40 persen. Sementara volume ekspor hanya mengalami kenaikan sekitar 18,5 persen.
Ketergantungan ekspor
Para analis memperhitungkan, dalam jangka panjang Cina akan dapat menyeimbangkan neraca perdagangannya. Tapi konjunkturnya tetap sangat tergantung dari ekspor. Karena itulah, PM Wen Jiabao dalam sebuah pernyataan pemerintah baru-baru ini menegaskan, tidak dapat mengabaikan pentingnya permintaan dari luar negeri terhadap perkembangan ekonomi Cina.
Wen mengumumkan akan mencari pasaran baru di negara-negara ambang industri. Selama ini pasaran utama dari ekspor Cina adalah Amerika Serikat dan Uni Eropa.
"Beijing kini mengamati secara serius krisis utang di Eropa serta faktor-faktor global lainnya, yang dapat menimbulkan efek negatif pada perekonomian Cina", kata direktur bank sentral Zhou Xiaochuan. Disebutkannya, ia melihat adanya ruang gerak bagi pemberian kredit secara lebih mudah terhadap sektor perbankan, untuk menstimulasi ekonomi.
Yuan disiapkan sebagai mata uang dunia
Tanpa terpengaruh defisit anggaran yang mencapai rekor tertinggi, Beijing juga terus melanjutkan langkahnya untuk memantapkan mata uang Yuan. Bulan Desember tahun lalu, kedua kepala pemerintahan Cina dan Jepang secara mengejutkan menjalin kesepakatan perdagangan bilateral, yang di masa depan akan dihitung dengan mata uang Yuan.
Sebelumnya mata uang acuan perdagangan bilateral Cina-Jepang dihitung berdasarkan kurs US Dollar. Tapi disadari, sejak pecahnya krisis keuangan, mata uang US Dollar yang sebelumnya amat kuat, bagi banyak negara di Asia kini bukan lagi merupakan jaminan keamanan. Karena itu, Cina hendak memforsir perdagangan di Asia dengan basis Yuan.
Bank kenamaan Inggris HSBC meramalkan, kuota bisnis yang dijalin berbasis Yuan di Asia, dari saat ini sekitar 13 persen, di tahun-tahun mendatang kuotanya akan meningkat hingga mencapai sekitar 50 persen. Cina juga menawarkan alternatif mata uang US Dollar kepada negara ambang industri lainnya, seperti India dan Brazil, dengan memberikan kredit dalam bentuk mata uang Yuan.
Agus Setiawan (rtra,dpa,ap,dwtv)
Editor: Hendra Pasuhuk