Demokrasi dan Korupsi: Catatan Kecil Asia Tenggara
31 Desember 2012Saya ingin mengawali catatan kecil Asia Tenggara tahun 2012 dengan nada optimis.
Cahaya paling terang datang dari Myanmar. Presiden Thein Sein membuka keran demokrasi dengan cara yang mengejutkan. Ratusan tahanan politik dibebaskan, pemilu terbatas digelar secara demokratis, dan membawa Aung San Suu Kyi ke kursi parlemen.
Tiba-tiba, rakyat negeri yang puluhan tahun hidup tertindas di bawah junta militer itu, menghirup udara segar.
Kemenangan kecil bagi demokrasi terjadi di Malaysia. Pengadilan negara itu membebaskan Anwar Ibrahim dari tuduhan sodomi, yang bertahun-tahun menjadi beban politik bagi tokoh oposisi itu. Sodomi, di Malaysia yang konservatif adalah sebuah kejahatan, dan itu bisa menamatkan karir politik.
Kasus ini menggambarkan bahwa kali ini rezim yang berkuasa memilih tidak mengintervensi pengadilan. Sebuah langkah perubahan yang baik, bagi negara yang dikenal punya pengadilan yang tidak netral dalam urusan politik.
Dari Filipina, Presiden Benigno Aquino III, terus menggebrak. Presiden paling populer dalam sejarah Filipina itu menggelar perdamaian dengan kelompok separatis MILF, yang selama empat dekade mengangkat senjata melawan Manila.
Ketika kampanye, Aquino menjanjikan pemberantasan korupsi, dan itu ia laksanakan ketika berkuasa: bekas Presiden Gloria Macapagal Arroyo kini menjadi tersangka dengan tuduhan menjarah harta negara.
Kabar baik juga datang dari Indonesia: Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, di penghujung 2012 menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng sebagai tersangka.
Ini adalah sejarah penting: untuk pertama kalinya seorang menteri aktif dinyatakan sebagai tersangka korupsi di Indonesia, negara yang relatif dianggap demokratis, tapi masih berjuang untuk keluar dari korupsi.
Di luar itu semua, memang ada sejumlah catatan: intoleransi beragama tahun 2012 meningkat di Indonesia dan Malaysia, kerusuhan sektarian juga pecah di Myanmar. Itulah tantangan 2013: tahun harapan sekaligus kecemasan.
Andy Budiman