Tenaga Surya Praktis bagi Pedesaan
11 September 2021Penjahit Kassim Sanogo punya banyak murid. Mereka belajar, bagaimana menjahit secara profesional, baik pakaian tradisional Dloki-Bas bagi perempuan, maupun Pipaus bagi pria. Di desa Koury yang lokasinya terpencil di pedalaman Mali, bisa belajar dari Kassim Sanogo jadi kebanggaan tersendiri.
“Saya membuka pusat pelatihan ini untuk melatih orang muda menjahit, “ kata penjahit itu. Karena di sini tidak banyak pekerjaan, banyak orang pergi ke daerah lain untuk belajar soal perdagangan, padahal di sini juga bisa. “Jadi saya rasa, pembuatan pusat pelatihan ini akan jadi kesempatan baik bagi orang muda,” demikian ditambahkan Sanogo.
Tenaga surya buka kesempatan bagi banyak orang
Ini semua dimungkinkan oleh energi surya, yang jadi sumber listrik bagi tempat pelatihan tukang jahit Sanogo. Tempat jahitnya jadi bagian sebuah pusat bisnis yang didirikan organisasi bantuan Prancis, GERES. Pusat industri ini dilengkapi modul sel tenaga surya. Ini kemajuan besar bagi pengusaha kecil seperti Sanogo.
“Instalasi di pusat bisnis ini membuat pekerjaan kami jauh lebih mudah,” kata Sanogo sambil menambahkan, bagus sekali jika ada akses listrik permanen dengan harga yang terjangkau.
Untuk biaya listrik, ia harus membayar sekitar Rp 260.000 sebulan. Tapi dengan itu, ia menawarkan kesempatan kerja bagi 30 orang muda Mali.
Di pusat bisnis, yang selesai dibangun 2019 itu, juga ada 15 perusahaan kecil lain. Banyak perajin lainnya, seperti pembuat meja atau tukang las, juga punya bengkel di sini. Demikian halnya dengan seorang fotografer, seorang pemotong rambut, sebuah restoran dan stasiun radio lokal.
Instalasi di desa diperiksa secara teratur
Lydie Ongoiba adalah petugas ynag bertanggung jawab atas lancarnya fungsi instalasi sel surya. Untuk itu, Ongoiba mengadakan pemeriksaan secara teratur. Ongoiba sebenarnya bisa hidup nyaman di kota, tapi dia lebih suka berbakti di desa Koury. Instalasi yang diawasinya memproduksi listrik dengan kapasitas 31.000 kilowatt/jam per tahun.
Lydie Ongoiba menjelaskan, kapasistas total sel-sel surya bisa mencukupi kebutuhan di sini. Bahkan produksinya sedikit lebih banyak. “Tapi saya mengawasi agar tetap normal, karena belum semua perusahaan tercakup dalam jaringan.”
Kouyo adalah pusat bisnis kedua semacam ini, yang didirikan NGO GERES di Mali. Yang ketiga sedang dibangun di daerah Diaramana, sekitar 150 km di sebelah utara Koury. Kalau sudah selesai, 10 perusahaan akan mendapat akses ke jaringan listrik selama 24 jam.
Pedesaan kekurangan listrik
Tukang las Soumaila Fané beruntung mendapat salah satu tempat yang jadi rebutan orang. Ia senang akan pindah tempat dan keuntungan lain yang akan ia peroleh.
Ia juga sudah punya rencana, langkah apa yang akan diambil berikutnya. “Saya ingin membeli peralatan lain. Misalnya mesin bubut dan serutan.” Ia bercerita, karena selama ini tidak ada listrik, ia belum beli. Mesin-mesin itu tidak bisa digerakkan dengan generator yang ia miliki.
NGO perluas bantuan
GERES sudah membangun lima pusat bisnis lainnya di Mali, dan NGO itu berencana mendirikan lebih banyak lagi. Manager program GERES, Gregoire Gailly, menjelaskan, mereka berniat mempromosikan solusi untuk mendapatkan energi surya, bagi bisnis di daerah pedesaan, juga di negara-negara lain di kawasan ini dan di benua Afrika.
“Baik dengan tujuan untuk mewujudkan proyek NGO kami, tapi juga untuk terbentuknya infrastruktur yang bersifat berkelanjutan, dan kami ingin mempercayakannya pada operator swasta,” papar Gailly.
Warga Mali bisa berdiri sendiri
Magniené Sangaré adalah salah seorang murid yang belajar menjahit dari Kassim Sanogo. Ia datang setiap hari dengan bayi perempuannya. Suaminya juga bekerja. Jadi tidak ada yang mengurus anaknya di rumah. Tanpa adanya pusat bisnis ini, ia tidak punya kesempatan mendapat pekerjaan.
“Kalau sudah selesai pelatihan, saya ingin mendirikan bisnis jahitan sendiri di Koury,” kata Sangaré. Tapi jika suaminya yang seorang guru dipindahkan ke tempat lain, ia akan bisa buka bisnis di tempat lain.
Listrik tenaga surya membantu orang-orang seperti Kassim Sanogo dan murid-muridnya untuk tidak tergantung pada kawasan perkotaan. Ini juga membantu mencegah urbanisasi. (ml/ts)