Therapie gegen Magersucht
6 April 2013Masalah biasanya dimulai dengan upaya menurunkan sedikit berat badan dengan cara diet. Ini memang tren masa kini di kalangan gadis remaja. Makin banyak model busana dan fesyen yang bertubuh super kurus, dijadikan panutan sosok tubuh ideal.
Tapi banyak yang kemudian lepas kontrol, dengan melakukan diet super ketat. Dampaknya tubuh kehilangan perasaan mengenai berat badan dan perasaan lapar.
Psikolog Annette Lemler-Lauerbach yang bekerja sukarela di pusat masalah gangguan makan di Bonn mengatakan: "Data resmi menunjukkan 2,5 hingga 5 persen dari gadis remaja berusia antara 15 hingga 25 tahun mengalami masalah bulimia dan 1 persen mengalami masalah berat anoreksia."
Tapi angka statistik itu ibaratnya hanya puncak gunung es. "Kasus penderita bulimia diduga jauh lebih banyak, karena penurunan berat badannya tidak terlalu mencolok dibanding penderita anoreksia", tambah Lemler-Lauerbach.
Bulimia adalah gejala gangguan makan, dimana penderitanya biasanya makan sangat banyak, tapi kemudian memuntahkannya kembali. Dalam kasus berat, penderitanya bisa mengulang ritual makan dan muntah itu sebanyak 30 kali dalam sehari.
Sementara anoreksia adalah kebalikannya, dimana penderitanya kehilangan nafsu makan sama sekali. Sosok tubuh penderitanya mudah dikenal, karena hanya tinggal kulit pembungkus tulang. Banyak yang kemudian juga menderita efek sampingannya. Seperti tidak bisa konsentrasi, kelelahan terus menerus, kulit mengkerut, rambut dan gigi rontok hingga kerusakan organ penting ginjal dan jantung.
Masalah Psikologis
Pada kedua kasus gangguan makan, baik anorexia maupun bulimia, penyebabnya biasanya mirip, yakni masalah psikologis. "Mereka yang stabil secara psikolgis, jarang mengalami gangguan makan", ujar psikolog Lemler-Lauerbach.
Yang mencolok adalah, para penderita anoreksia atau bulimia, perasaan harga dirinya juga rendah. Ditambah beragam faktor tekanan di masyarakat, masalah ini akan mengerucut pada gangguan makan.
Para penderita anoreksia biasanya mengalami gangguan skema tubuh. Walaupun tubuhnya kelihatan seperti "jerangkong" hidup, mereka tetap merasa terlalu gemuk. Karena tubuh selalu dalam kondisi kekurangan asupan kalori, penderita juga kehilangan rasa lapar dan perasaan kenyang dan terus menerus dicekam depressi.
Gangguan Hormonal
Para penderita bulimia sebetulnya bisa diterapi dengan obat-obatan. "Biasanya mereka mengalami defisiensi hormon rasa bahagia Serotonin", papar Lemler-Lauerbach. Terapinya memang makan waktu lama dan harus dilaksanakan secara konsekuen.
Metode yang biasa dilakukan, mula-mula memberikan obat-obatan anti depressi untuk memperbaiki perasaan. Setelah itu dilakukan psikoterapi, baik secara rawat inap maupun rawat jalan. Tujuannya untuk menanamkan kembali rasa percaya diri dan kembali ke pola makan normal.
Dengan pola makan biasa, tubuh mendapat asupan asam amino triptofan, yang diperlukan untuk memproduksi Serotonin dalam tubuh. Pasien juga harus belajar mengatasi konflik, bukan dengan cara makan sebanyak-banyaknya atau sebaliknya tidak makan samasekali hingga kelaparan.
Gangguan makan anoreksia, hingga kini tercatat sebagai penyakit dengan tingkat mortalitas paling tinggi, akibat gagalnya fungsi organ-organ tubuh penting. Sekitar 10 persen penderitanya melakukan bunuh diri. Penyebabnya, kelaparan terus-menerus memicu depresi, yang jalan keluar paling mudahnya adalah bunuh diri.