Eks Serdadu Australia Gagal Redam Tuduhan Kejahatan Perang
1 Juni 2023Pada sebuah Minggu Paskah tahun 2009, sekelompok serdadu elit Australia menemukan dua pria sedang bersembunyi di dalam gua ketika menyerbu sebuah kompon milik Taliban di Karak, Afganistan. Salah seorangnya sudah berusia uzur, yang lain adalah pemuda difabel dengan sebuah kaki prostetik. Keduanya sempat ingin menyerahkan diri. Tapi mereka justru ditembak mati di bawah perintah seorang komandan Special Air Service Regiment (SAS).
Disebutkan, kaki prostetik korban kemudian dijadikan menara minuman oleh para serdadu untuk pesta dan perayaan di kedai minum di pangkalan SAS di Afganistan.
Kisah tersebut adalah penggalan dari tuduhan panjang kejahatan kemanusiaan yang diarahkan terhadap pahlawan perang Australia, Ben Roberts-Smith. Upayanya menggugat tiga media Australia atas hasil liputan investigasi itu akhirnya ditolak pengadilan pada Kamis (1/6), setelah bersidang selama dua tahun.
Dalam putusannya, hakim menilai para tergugat, harian The Age, The Sydney Morning Herald dan The Canberra Times, telah mengajukan bukti-bukti yang menunjukkan betapa tuduhan kejahatan HAM terhadap Roberts-Smith sudah "benar secara substansial."
Putusan tersebut dirayakan sebagai kemenangan bagi kebebasan pers di negeri jiran. Betapapun juga, Roberts-Smith mengemban reputasi mentereng sebagai tentara dan dihormati di penjuru Australia. Dia pernah dianugerahi bintang jasa tertinggi, Victoria Cross, berkat keterlibatannnya dalam sebuah operasi menangkap seorang komandan senior Taliban. Dia juga pernah diundang untuk bertemu mendiang Ratu Elizabeth II. Potretnya bahkan sempat dipajang di museum perang, The Australian War Memorial, di Canberra.
Reputasinya runtuh ketika pada 2018 silam ketiga media menerbitkan laporan investigasi yang mengungkap sisi gelap sang pahlawan. Roberts-Smith dikabarkan pernah menendang jatuh seorang warga sipil Afganistan dari atas tebing dan lalu memerintahkan anak buahnya menembak mati korban yang terluka berat. Dia juga dituduh melakukan kekerasan domestik terhadap seorang perempuan di sebuah hotel di Canberra dan terlibat dalam "kampanye perundungan" terhadap serdadu lain.
Kejahatan perang Australia di Afganistan
Gugatan Roberts-Smith merupakan sidang pencemaran nama baik terlama di Australia, dengan 40 orang saksi mata yang kebanyakan membenarkan tuduhan terhadap penggugat. Media-media Australia menaksir ongkos persidangan antara USD16 juta hingga USD35 juta.
Untuk membiayai gugatannya, Roberts-Smith dikabarkan sampai harus meminjam uang dari konglomerat media Australia, Kerry Stokes, lapor The Guardian. Kuasa hukum ketiga media telah mengatakan bakal menuntut agar ongkos pengadilan dibebankan kepada penggugat.
Smith sendiri tidak hadir saat sidang pembacaan putusan karena tidak diwajibkan dan sebaliknya memilih berlibur di Bali, lapor media-media nasional.
Australia mengirimkan sebanyak 39.000 serdadu selama dua dekade berperang di Afganistan. Tuduhan kejahatan HAM mulai bermunculan setelah semua serdadu ditarik pulang pada 2014. Sebuah penyelidikan internal militer pada 2020 menemukan adanya "pembunuhan ilegal" terhadap 39 tahanan dan warga sipil Afganistan oleh anggota pasukan khusus.
Investigasi tersebut melibatkan 423 saksi mata, 20.000 lembar dokumen dan lebih dari 25.000 foto yang dikumpulkan antara 2005 hingga 2016. Di dalamnya, penyelidik mencatat gelombang eksekusi, tradisi berlomba menghitung jenazah dan praktik penyiksaan oleh serdadu Australia di Afganistan.
Ben Roberts-Smith dikabarkan akan kehilangan semua tanda jasa dan penghargaan militer. Menurut laporan media-media lokal, dia masih diperiksa oleh penyidik atas dugaan kejahatan perang di Afganistan.
rzn/as (afp,rtr)