Hambali Mulai Diadili di Kamp Guantanamo
30 Agustus 2021Ketiga tahanan akan menjalani sidang pembacaan dakwaan di hadapan sebuah komisi militer di Kamp Guantanamo. Ini adalah kali pertama bekas pentolan Jemaah Islamiyah, Encep Nurjaman alias Hambali, dan dua warga negara Malaysia tersangka pelaku teror bom Bali 2002, menjalani prosedur hukum setelah dibui selama 18 tahun.
Ketiganya didakwa melakukan pembunuhan berencana, konspirasi dan terorisme. Pertemuan itu merupakan langkah pertama dari proses panjang pengadilan kasus bom Bali.
Hambali, Mohammed Farik bin Amin dan Mohammed Nazir bin Lep, sebelumnya sempat ditahan selama tiga tahun secara rahasia oleh dinas intelijen AS, CIA, sebelum dipindahkan ke Guantanamo. Dakwaan terhadap ketiganya disusun oleh Kementerian Pertahanan AS di akhir masa pemerintahan bekas Presiden Donald Trump.
Dakwaan itu, klaim Brian Bouffard, kuasa hukum Nazir bin Lep, justru mempersulit upaya Presiden Joe Biden menutup Kamp Guantanamo.
Saat ini Kamp Guantanamo masih dihuni 39 dari 779 tahanan yang ditangkap dalam perang melawan teror. Menurutnya, dakwaan hukum akan menghalangi pemerintah memasukkan mereka ke dalam daftar tahanan yang bisa dipindahkan atau dipulangkan.
"Justru akan semakin sulit setelah sidang pembacaan dakwaan," kata Bouffard.
Belum jelas apakah Pentagon akan benar-benar menjalankan sidang. Kuasa hukum ketiga terdakwa berusaha menunda pengadilan, antara lain lantaran minimnya akses kepada penerjemah, atau fasilitas lain yang dibutuhkan untuk pembelaan.
Hakim yang memimpin komisi, sebuah pengadilan gabungan antara hukum militer dan sipil, dijadwalkan menggelar sidang dengar pendapat untuk mendengar argumen pihak terdakwa, sebelum memutuskan apakah dakwaan bisa diajukan secara formal.
Proses litigasi yang rumit dan berbelit
Hambali adalah bekas pemimpin Jemaah Islamiyah yang dibina Taliban dan Al-Qaeda. Militer AS menuduhnya merekrut gerilayawan, antara lain Nazir bin Lep dan Farik bin Amin, untuk melancarkan serangan teror.
Dengan bantuan al-Qaeda, Hambali dkk. mengeksekusi serangan bom terhadap dua kelab malam, Paddy's Pub dan Sari Club, di Bali, 12 Oktober 2002. Selain itu dia juga dituduh bertanggungjawab atas bom di hotel J.W. Marriott, Jakarta, pada Agustus 2003. Kedua serangan menewaskan 213 orang dan melukai 109 lainnya. Sebagian korban adalah wisatawan asing yang kebanyakan berasal dari Australia.
Kedua warga Malaysia tercatat bekerja sebagai penghubung dalam tranfser uang untuk membiayai operasi teror.
Nazir, Farik dan Encep akhirnya ditangkap di Thailand pada 2003, dan dipindahkan ke "situs gelap" milik CIA, di mana mereka menjadi korban penyiksaan dan interogasi brutal, menurut Komite Intelijen Senat dalam sebuah laporan pada 2014 silam. Pada 2006 ketiganya ditransfer ke Guantanamo.
Tidak jelas kenapa Pentagon membutuhkan waktu lama untuk mendakwa mereka. Jaksa militer sejatinya telah menyusun dakwaan pada Juni 2017, namun ditolak oleh Pentagon atas alasan yang dirahasiakan.
Kasus ini tergolong rumit, karena melibatkan kesaksian yang didapat melalui penyiksaan, dan bahwa terdakwa telah mendapat vonis hukum di tempat lain, semisal Indonesia, serta jangka waktu penahanan yang terlalu lama. Dalam banyak kasus, tahanan Guantanamo menjalani proses hukum yang jauh lebih lama.
Nasib serupa menimpa lima tahanan lain yang didakwa membantu atau ikut merencanakan serangan teror 11 September 2001 di New York, AS. Mereka didakwa pada Mei 2012 lalu, namun hingga kini dibiarkan lalu tanpa proses hukum lanjutan.
Kuasa hukum Farik bin Amin, Christine Funk, memprediksi persidangan kali ini akan melibatkan perjalanan jauh untuk mengumpulkan keterangan saksi atau barang bukti. Dia mengaku kliennya, "gelisah dan ingin segera menjalani proses litigasi agar bisa pulang ke rumah."
rzn/hp (ap,rtr)