1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAfrika

Etiopia Umumkan Gencatan Senjata Sepihak di Tigray

29 Juni 2021

Setelah delapan bulan berada di bawah kendali pemerintah federal Etiopia, mantan partai yang berkuasa di wilayah Tigray mengumumkan telah mengambil kembali kendali atas ibu kota Mekele.

https://p.dw.com/p/3vize
Warga mengantre di depan sebuah bank di Mekele, Tigray
Warga mengantre di depan sebuah bank di Mekele, TigrayFoto: Yasuyoshi Chiba/AFP/Getty Images

Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) pada Senin (28/06) mengatakan bahwa mereka kembali menguasai ibu kota Tigray, Mekele.

Dilaporkan para milisi telah memasuki Mekele, sementara pejabat pemerintah sementara yang ditunjuk oleh Perdana Menteri Abiy Ahmed tidak berada di kota tersebut. "Ibu kota Tigray, Mekele, berada di bawah kendali kami," kata juru bicara TPLF kepada kantor berita Reuters.

Para milisi yang mencap diri mereka Pasukan Pertahanan Tigray (TDF), disambut dengan sorak-sorai di kota itu. "TDF telah menguasai kota itu," kata seorang pejabat pemerintah sementara dikutip dari kantor berita AFP. "Mereka telah masuk. Kota sedang merayakan. Semua orang di luar menari."

Pemerintah bertanggung jawab mencari solusi

Abraham Belay, kepala pemerintahan sementara Tigray mengatakan, "pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menemukan solusi politik untuk masalah ini," menambahkan bahwa beberapa anggota di bekas partai berkuasa Tigray bersedia untuk berbicara dengan pemerintah federal.

Masih belum jelas berapa banyak pejabat pemerintah sementara yang masih berada di sana.

AS, Inggris, dan Irlandia menyerukan diadakannya pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk membahas masalah ini. Pertemuan terakhir membahas konflik Tigray terkahir kali diadakan pada 15 Juni lalu secara tertutup. Para diplomat mengatakan Cina menentang adopsi deklarasi bersama tentang risiko kelaparan yang berkepanjangan di Etiopia.

Belum ada komentar langsung dari negara tetangga Eritrea, yang pasukannya dituduh melakukan kekejaman dalam konflik tersebut.

Etiopia mengumumkan gencatan senjata

Sementara itu di hari yang sama, pemerintah Etiopia juga mengumumkan gencatan senjata sepihak. Pengumuman itu disampaikan setelah delapan bulan pertempuran sengit berkecamuk di wilayah itu. Belum jelas apakah gencatan senjata tersebut akan ditegakkan, karena tawaran datang dari pemerintah sementara di Tigray.

Dalam sebuah pernyataan, pemerintah federal mengatakan gencatan senjata "akan memungkinkan petani untuk mengolah tanah mereka, membantu kelompok bantuan untuk beroperasi tanpa gerakan militer di sekitar, dan terlibat dengan sisa-sisa (mantan partai berkuasa Tigray) yang mencari perdamaian." Pemerintah juga menambahkan bahwa upaya untuk terus membawa mantan pemimpin Tigray ke pengadilan tidak akan berhenti.

Gencatan senjata akan berlangsung hingga September mendatang. Pemerintah memerintahkan semua otoritas federal dan regional untuk menghormati gencatan senjata. Baik TPLF maupun TDF belum memberikan komentar atas pengumuman gencatan senjata ini.

UNICEF jadi target pasukan pemerintah?

UNICEF pada hari Senin (28/06) menuduh pemerintah Etiopia menghancurkan peralatan satelitnya di wilayah Tigray.

Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore mengatakan di Twitter bahwa tindakan itu "melanggar hak istimewa dan kekebalan PBB dan aturan Hukum Humaniter Internasional mengenai penghormatan terhadap objek bantuan kemanusiaan."

Fore juga mengatakan bahwa UNICEF dan program bantuan kemanusiaan lainnya "bukan, dan tidak boleh menjadi, target." Ia mengatakan UNICEF bertanggung jawab untuk membantu 140.000 anak yang berada dalam kondisi kelaparan.

Apa yang terjadi di Etiopia?

Pertempuran antara pasukan federal dan milisi Tigray dimulai pada 4 November 2020 setelah Perdana Menteri Etiopia Abiy Ahmed mengerahkan pasukan militernya atas serangan terhadap kamp tentara federal di Tigray.

Abiy yang dianugerahi Nobel Perdamaian tahun 2019 mengatakan bahwa TPLF yang bertanggung jawab atas serangan itu, tetapi TPLF membantahnya. Mereka menyebut tuduhan itu sebagai dalih untuk "invasi."

Abiy pun menolak pembicaraan damai. Pemerintah federal mengambil alih pemerintahan Tigray segera setelah pertempuran dimulai dan menempatkan tokoh mereka sendiri untuk memimpin Tigray.

Lebih lanjut pasukan Eritrea dituduh membunuh ratusan warga sipil dalam pertumpahan darah pada November tahun lalu. Setelah sempat membantah, Abiy kemudian mengakui pasukan Eritrea telah menyeberang ke Tigray dan mungkin telah mengambil bagian dalam apa yang dituduhkan kepada mereka. Abiy bertemu dengan Presiden Eritrea Isaias Afwerki dan Afwerki setuju untuk menarik pasukannya keluar.

Namun, PBB mengatakan tidak ada bukti ditariknya pasukan Eritrea dan AFP memperoleh dokumen pemerintah yang menunjukkan pasukan Eritrea menjarah dan memblokir bantuan makanan. Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mengatakan pekan lalu bahwa ada "laporan yang dapat dipercaya" bahwa pasukan Eritrea masih berada di Tigray.

Sebelumnya, sebuah serangan udara Etiopia di Desa Togoga menewaskan 64 orang dan melukai 180 orang. Militer Etiopia mengatakan serangan itu ditujukan kepada pemberontak. PBB pun menyerukan dilakukannya penyelidikan segera.

Konflik yang tengah berlangsung ini telah memicu krisis kemanusiaan besar-besaran, dengan lebih dari 300.000 orang di Tigray terancam kelaparan, demikian menurut PBB. Pengungsi juga telah memasuki negara-negara tetangga, termasuk Eritrea.

rap/ha (AP, AFP, Reuters)