Evangelos Gagal Susun Pemerintahan Baru Yunani
12 Mei 2012Enam hari setelah pemilihan umum Minggu (06/05) lalu di Yunani masih belum terbentuk pemerintahan baru. Partai radikal kiri menolak ambil bagian dalam pemerintahan koalisi. Ketua partai sosialis Pasok Evangelos Venizelos setelah penolakan Partai Syriza tersebut mengumumkan, bahwa upayanya gagal untuk membentuk pemerintahan baru.
Evangelos Venizelos akan menyerahkan secara resmi mandatnya untuk pembentukan pemerintahan Sabtu (12/05). Untuk itu dijadwalkan pertemuan dengan Presiden Karolos Papoulias siang hari waktu setempat.
Papoulias menghadapi tugas berat yakni melakukan pembicaraan untuk pemerintahan koalisi dengan semua ketua partai yang memiliki mandat di parlemen Athena. Menurut para pengamat proses itu akan makan waktu berhari-hari. Seandainya upaya ini juga gagal, harus digelar pemilihan umum baru. Berdasarkan jajak pendapat pertama setelah pemilu Minggu (06/05) lalu, partai radikal kiri Syriza yang dipimpin Alexis Tsipras meraih suara hampir 28 persen, yang berarti naik sekitar 11 poin dibanding hasil pemilu enam hari lalu. Selain itu partai dengan perolehan suara terbanyak mendapat bonus 50 kursi di parlemen. Syriza sudah mengumumkan akan meninggalkan haluan penghematan yang dilakukan Yunani. Dengan demikian kemungkinan keluarnya Yunani dari kawasan pengguna Euro semakin besar.
Juncker: Yunani perlu waktu lebih banyak
Dengan gagalnya Yunani membentuk secara cepat pemerintahan baru, ketua negara-negara pengguna Euro Jean-Claude Juncker memandang perlunya tindakan baru. Agenda bantuan keuangan Eropa harus dipertimbangkan kembali. Juncker ingin memberi waktu lebih banyak bagi Yunani, selain itu mitra-mitra Eropanya harus merevisi perjanjian-perjanjian dengan negara itu. Demikian dikatakan PM Luksemburg tersebut di dekat Freiburg dalam pembicaraan dengan kantor berita DPA. Seandainya pembentukan pemerintahan di Yunani terus tertunda atau bahkan terjadi pemilu baru, Yunani perlu waktu lebih banyak. Ini harus diakui. Meskipun demikian haluan penghematan yang ketat harus tetap ditempuh. Demikian disampaikan Juncker.
DK/dpa/afp