Fenomena Remaja Kelompok Kanan di Jerman
22 Maret 2012"Jika anak-anak menjadi ekstrimis kanan", begitu judul buku jurnalis Claudia Hempel. Selama lebih dari dua tahun Hempel mencari orangtua yang bersedia bercerita tentang anaknya yang bergabung dengan kelompok Neo Nazi.
Hempel tahu, jika orangtua tidak berasal dari haluan yang sama, maka mereka akan merasa malu jika sang anak mengagungkan Nazi, menyerukan kebencian kepada warga asing, atau bahkan melakukan penyerangan fisik. Mereka kerap bertanya, "Apa kesalahan kami?" Jika mereka mencari bantuan, maka pihak sekolah maupun dinas urusan anak-anak dan remaja akan menyalahkan mereka sebagai orangtua. Padahal menurut pakar pengetahuan politik Reiner Becker, sekolah, teman-teman sebaya dan budaya politik juga memegang peranan penting bagi remaja.
Tertarik dengan pihak yang "jahat"
Becker melakukan jajak pendapat yang melibatkan remaja kelompok ekstrim kanan dan orangtuanya. Usia remaja yang terkait kelompok Neo Nazi kini semakin muda. Beberapa diantaranya baru berusia 10 hingga 12 tahun. Masa pubertas semakin maju, dan begitu juga keinginan untuk melakukan hal terlarang dan dianggap "jahat".
Kai juga memulainya seperti itu. Ia dan temannya didekati sekelompok remaja haluan ekstrim kanan di tempat bermain anak-anak. Mereka tidak diajak berbicara tentang ideologi. Kai dan temannya mula-mula ditawari bir dan rokok.
Mereka diajak berbicara selayaknya orang dewasa. Kemudian mereka mulai mengenakan pakaian ala Neo Nazi lengkap dengan simbol-simbol yang pada awalnya tidak dimengerti oleh orangtuanya. Kai dan temannya dikenalkan dengan musik terlarang yang menghasut kebencian dan kekerasan. Ibu Kai menemukan tongkat pemukul baseball dan pisau di kamar anaknya.
Seorang remaja Neo Nazi yang berbicara dengan Reiner Becker mengatakan, "Jika setiap bangun pagi, lalu siang hari setelah sekolah dan malam hari sebelum tidur, kita mendengarkan lagu dengan tema yang sama terus menerus, maka suatu saat kamu akan mempercayai isi lagu tersebut."
Sulit mencari bantuan
Banyak orangtua yang baru menyadari perubahan anaknya, setelah polisi berada di depan pintu rumah karena anaknya menggambar lambang swastika, bersikap kasar terhadap kelompok minoritas atau melakukan salam Hitler.
Keluarga kemudian mengalami stres dan orangtua membutuhkan bantuan. Ibu Kai berbicara dengan kepala sekolah. Namun, kepala sekolah menjelaskan tidak ada hal semacam itu di sekolahnya. Dinas urusan anak-anak dan remaja mengatakan, Kai adalah anak korban perceraian dan begitulah cara anaknya memberontak.
Menurut jurnalis Claudia Hempel, ibu Kai tidak sendirian. Orangtua yang mencari bantuan, sering menjadi pihak yang disalahkan. Jaringan konsultasi Hessen adalah proyek percontohan yang membantu mereka. Sayang, tawaran yang ada terbatas dan tidak semua orang tahu mengenainya. Padahal, sarana-sarana seperti itulah yang bisa menguak kegiatan kelompok kanan.
Mereka membantu orangtua mengetahui seberapa dalam anaknya terjerumus dalam kelompok ekstrim kanan, mendampingi mereka untuk memperbaiki hubungan dengan sang anak, dan di waktu bersamaan memberikan batasan jelas. Banyak keluarga yang tidak membolehkan lagi anaknya keluar dari rumah dengan baju gaya Neo Nazi. CD musik radikal dan propaganda dibuang.
Tidak kalah penting adalah memberikan alternatif lain bagi sang anak, jika tidak bisa lagi bergabung dengan kelompok ekstrim kanan. Yakni, kehangatan dalam keluarga. Anak tidak perlu lagi mencari penerimaan di tempat lain.
Claudia Hempel mencontohkan kalimat yang tepat bagi para orangtua seperti ini : "Apa yang telah kamu lakukan, pikirkan, dan kamu baca, itu sama sekali tidak bisa kami terima. Kami menganggapnya sebagai hal yang salah, merendahkan martabat manusia dan tidak sesuai demokrasi. Tetapi kamu tetaplah anak kami dan kami mencintaimu".
Dukungan bagi konsultasi bantuan harus ditambah
Tanpa bantuan, perubahan besar semacam itu sulit dicapai. Setelah mencari berbulan-bulan, ibu Kai menemukan tempat konsultasi. Untuk pertama kalinya ia merasa "masalahnya dimengerti".
Pada waktu bersamaan, Kai memohon agar dirinya dibantu untuk keluar dari kelompok tersebut. Ia takut, karena Neo Nazi mengancamnya. Tempat konsultasi tersebut kemudian mempertemukan Kai dengan remaja lain yang berhasil keluar dari kelompok ekstrim kanan.
Ibu Kai sangat berterima kasih atas bantuan tersebut. Ia terkejut dengan laporan media, bahwa sarana untuk konsultasi akan dikurangi. "Saya menganggapnya sebagai hal yang tidak masuk akal. Sulit sekali untuk menemukan tempat semacam itu. Mereka tidak punya selebaran, tidak ada iklan di koran. Seharusnya mereka bisa ditemukan dimana-mana."
Kebutuhan akan penjelasan masih sangat besar. Ini juga dialami Claudia Hempel setiap membacakan bukunya "Jika anak menjadi ekstrimis kanan" kepada para orangtua. Berulangkali ia mendengarkan keluhan, bahwa mereka khawatir dengan anak mereka. Namun, mereka tidak berani menceritakannya kepada orang lain karena malu dan merasa tidak berdaya.
Pada acara pembacaan bukunya, kadang hadir juga wakil dari Neo Nazi. Hempel tidak menghindari diskusi dengan mereka. Dari pembicaraan yang kadang memanas, kalimat yang merendahkan martabat manusia yang digunakan para anggota Neo Nazi, telah membuka kedok mereka sendiri tanpa harus dijelaskan lebih lanjut. Claudia Hempel mengatakan, "Warga sipil yang terlalu sering menutup mulutnya, bisa pulang ke rumah dengan perasaan yang lebih kuat dan tenang."
Andrea Grunau / Vidi Legowo-Zipperer
Editor: Agus Setiawan