Generasi Muda Israel dan Bahrain Berdiskusi di Berlin
15 Juli 2022Lebih dua puluh orang muda dari Jerman, Israel dan Bahrain menggelar berbagai acara dan berdiskusi di Berlin dalam program pertukaran budaya yang disponsori oleh Kementerian Luar Negeri Jerman dan Goethe Institut. Mereka diundang ke Berlin selama satu minggu. Agendanya termasuk berdiskusi dengan seniman dan politisi, termasuk dengan Presiden JermanFrank-Walter Steinmeier.
Para pesertanya sangat beragam, mulai dari mahasiswa, dokter, jurnalis, profesional perusahaan hingga pegawai bank, yang tertarik untuk menjalin dialog — terlepas dari konflik Israel-Palestina yang terus berkecamuk.
Ziv Berrebi, mahasiswa dari Beer Sheva di Israel mengatakan, perubahan iklim adalah isu bersama yang mereka bahas. "Kita semua manusia, kita semua melihat dan menganggap perubahan iklim adalahg bukan tentang kebangsaan atau agama. Kita semua menghirup udara yang sama, kita semua minum air yang sama." Tema lain adalah status perempuan di negaranya masing-masing, dan kesempatan kerja bagi generasi muda.
Diskusi kelompok membangkitkan kesadaran, bahwa sebenarnya ada banyak kesamaan dalam hal musik, seni, bahasa, sejarah atau budaya. Penyanyi Lebanon Fairuz misalnya, sangat populer di Israel dan Bahrain. Bagi Majed Jaberi, seorang akuntan dari Hamed Town di Bahrain yang berurusan dengan perdagangan saham dan cryptocurrency, akses digital dan pasar saham adalah tema yang menarik perhatian kaum muda saat ini. "Saya melihat ada orang dengan minat yang sama, dan kami mungkin akan berkolaborasi di masa depan."
Berbeda pendapat tapi hidup berdampingan
Perbedaan pendapat bukan masalah besar untuk hidup berdampinagan. "Kami memiliki pendapat yang sangat berbeda tentang apa artinya merek dan berpakaian kasual," kata Ramos Farina, seorang anggota delegasi Jerman. "Tapi tidak apa-apa untuk berbeda - hanya karena ada perbedaan pandangan, Anda tetap bisa hidup berdampingan."
Situasi politik di Timur Tengah memang sedang berubah. Beberapa negara Arab mulai menjalin hubungan dengan Israel, antara lain Bahrain dan Uni Emirat Arab. Mereka mempromosikan dialog untuk membangun perdamaian di kawasan. Sejak kesepakatan itu dicapai, banyak sekali delegasi resmi yang telah berkunjung ke Israel dan dari Israel ke negara-negara Arab.
"Saya pikir itu bagus untuk Timur Tengah dan khususnya Bahrain," kataMajed Jaberi. "Di media Anda hanya melihat tentang perang dan masalahnya. Tetapi kalau Anda pergi ke sana, Anda melihat bagaimana orang hidup bersama, sekalipun agamanya berbeda-beda di satu tempat, mereka bisa hidup normal."
Menghindari diskusi yang memecah belah
Wartawan dan presenter Bahrain Fatema Al Najem mendukung pandangan itu: "Bahrain ingin normalisasi hubungan dengan Israel dan saya setuju sepenuhnya. Bahrain dan Israel memiliki kepentingan bersama, dan kedua negara akan mendapat manfaat dari perdamaian dan hubungan diplomatik itu.
Ketika ditanya tentang kritik Palestina terhadap kesepakatan antara Israel dan negara-negara Arab itu, yang dikenal sebagai Kesepakatan Ibrahim, banyak anggota delegasi pemuda enggan berkomentar. Hanya perwakilan Israel yang tampak sedikit lebih terbuka. "Saya memahami kritik itu," kata Ziv Berrebi.
Dia setuju bahwa lebih banyak yang harus dilakukan, tetapi dia myakini bahwa Kesepakatan Ibrahim adalah bagian dari upaya bersama membangujn perdamaian. Dia berharap kesepakatan itu akan menciptakan suasana dan pengaruh di kalangan politisi untuk mewujudkan perdamaian. "Saya optimis," kata Ziv Berrebi.
(hp/as)