Kerjasama Indonesia-Jerman Dalam Pendidikan Vokasi
8 Agustus 2018Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH atau GIZ adalah perusahaan internasional Jerman yang beroperasi di berbagai bidang di lebih dari 120 negara dalam bidang kerja sama pembangunan. Dalam implementasinya, GIZ bekerja sama tidak hanya dengan pemerintah, tetapi juga bersama lembaga negara maupun sektor swasta. Salah satu fokus utamanya di Indonesia saat ini adalah meningkatkan kualitas di bidang pendidikan vokasi/kejuruan.
Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Indonesia Joko Widodo dalam pertemuan mereka tahun 2016 telah menandatangani kesepakatan tentang kerja sama bilateral di bidang pendidikan vokasi di Indonesia.
DW beberapa waktu lalu mewawancarai salah satu karyawan GIZ Indonesia yang sedang berkunjung ke Bonn, Susanti Bunadi, mengenai kerja sama Indonesia-Jerman di bidang pendidikan vokasi.
DW: Apa tantangan besar bagi Indonesia di bidang pendidikan vokasi?
Susanti Bunadi: Permasalahan utama di Indonesia saat ini adalah masih adanya skill mismatch yang cukup besar, yaitu kesenjangan antara kemampuan yang dimiliki para lulusan pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan kemampuan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Menurut kepanjangannya? (ADB), tingkat skill mismatch di Indonesia masih 51persen. Jadi masih sulit bagi industri untuk menemukan tenaga-tenaga kerja dengan kualifikasi yang mereka perlukan.
Masih ada kesenjangan besar antara dunia pendidikan kejuruan yang mencetak lulusan untuk dunia kerja, dengan kebutuhan sektor swasta?
Di Jerman, yang dianggap sebuah success story dalam dunia pendidikan vokasi, rahasia keberhasilannya adalah kerjasama yang sangat erat dengan private sector. Nah, ini tantangan besar bagi Indonesia dan ini yang ingin dipelajari oleh Indonesia.
Ini sebenarnya ini bukan tidak ada di Indonesia. Misalnya success story yang ada di sekolah kejuruan ATMI Solo, atau Mikael Solo. Di sana para pelajar sekolah kejuruan bisa magang di sebuah perusahaan, dan sebelum lulus, mereka sudah mendapat tawaran pekerjaan. Nah, ini yang optimal. Perusahaan mendapat keuntungan, bahkan keuntungannya banyak sekali. Selama masa magang atau internship, di situ terjadi sharing teknologi dari perusahaan. Si pelajar bisa mengenal berbagai jenis mesin, bisa mengenal teknologinya. Dan itu sudah dimulai dari masa sekolah.
Masih banyak yang bisa dilakukan, bukan hanya lewat program magang. Misalnya juga dengan melakukan workshop. Perusahaan bisa membuka bengkel di sekolah kejuruan. Contoh kerja sama dengan sektor swasta mesti lebih dielaborasi lebih lanjut, misalnya penyusunan kurikulum, pelatihan guru/ instruktur dll. Kita juga harus menelaah bagaimana pembelajaran yang dilakukan pada sekolah-sekolah ini, sehingga keberhasilan pada yang dicapai bisa direplikasi ke sekolah seluruh Indonesia.
Jadi sebenarnya kemungkinan itu ada dan bisa dilakukan di Indonesia?
Oh, ada, dan bisa dilakukan. Dan contoh keberhasilan juga ada. Tapi pola ini harus dibuat menjadi sistematis. Strukturnya harus dibangun dan perangkat hukumnya juga harus dibuat. Jadi, pembenahan harus dilakukan juga di tingkat makro, misalnya dalam hal regulasi, selain di tingkat mikro. Di Jerman, struktur ini sudah terbangun dan punya sejarah sangat panjang dalam pendidikan kejuruan. Tentu kita tidak bisa berharap bahwa pembangunan bisa dilakukan dalam waktu singkat. Tapi Indonesia bisa mulai membangun struktur yang kuat.
Indonesia memiliki tantangan tersendiri dalam bentuk geografis. Sebagai negara kepulauan yang besar, dan perbedaan kualitas pendidikan yang cukup besar dari satu daerah ke daerah lain...
Iya betul, kesenjangan adalah tantangan yang besar. Kami juga dulu pernah mewawancarai perusahaan yang ingin melakukan investasi di suatu daerah di Indonesia timur, dan mereka khawatir tidak bisa mendapat cukup tenaga kerja berkualitas di lokasi pabrik. Padahal yang ideal adalah, kalau perusahaan mempekerjakan tenaga lokal. Karena itu juga akan mendukung perekonomian lokal. Tapi masalahnya sekarang, masih ada ketimpangan besar dalam kualitas lulusan sekolah.
Tapi kelihatannya sudah ada kesadaran di kalangan pemerintahan mengenai ketimpangan pembangunan ini, terutama terkait Indonesia bagian timur?
Itu sudah, sudah disadari. Kami sangat senang bahwa pemerintahan Indonesia sangat berkomitmen untuk meningkatkan kualitas sektor kejuruan. Karena sebenarnya, di pihak perusahaan swasta, mereka juga sudah menyadari bahwa mereka benar-benar membutuhkan tenaga kerja berkualitas. Sekarang yang penting adalah, harus ada koordinasi dari pemerintah, dari sektor swasta, dan dari sekolah kejuruan, semua harus bersama-sama mencari solusi.
Jadi kesadaran di sektor swasta juga sangat penting?
Justru sangat penting. Karena itu GIZ tidak hanya bergerak di bidang konsep pelatihan dan pendidikan, melainkan juga bagaimana meningkatkan kesadaran sektor swasta tentang pentingnya pendidikan vokasi. Selain itu, hal lain yang penting adalah bagaimana meningkatkan daya tarik bidang kerja kejuruan. Karena selama ini, sekolah kejuruan seakan-akan dianggap sekolah dengan gengsi yang kurang. Peningkatan kerja sama antara sekolah dengan dengan sektor swasta adalah kunci peningkatan mutu pendidikan kejuruan.
Apalagi yang bisa dilakukan sektor swasta untuk menjaring tenaga kerja berkualitas?
Satu hal yang bisa menjadi perhatian adalah tema gender di sektor pendidikan kejuruan. Stereotipe masih ada di jurusan tertentu khusunya di bidang yang berhubungan dengan sains dan teknologi. Padahal perempuan berpotensi menjadi tenaga kerja yang berkualitas dan berperan besar dalam bidang teknologi dan inovasi.
Digitalisasi adalah isu yang sangat disoroti oleh pemerintah Jerman dan pemerintah Indonesia. Dalam implementasi proyek kami mengaitkan isu gender dan digitalisasi. Kami berusaha untuk meningkatkan kesadaran pelajar perempuan di sekolah kejuruan tentang pentingya teknologi dan inovasi bagi karir perempuan di era digitalisasi. Selain itu kami juga berusaha meningkatkan kesadaran perusahaan tentang pentingnya perusahaan perlu menerapkan manajemen keberagaman.
Kami misalnya pernah menyelenggarakan aktivitas "SMK Girls Innovation Camp". Ini kolaborasi antara GIZ, atas nama pemerintah Jerman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan perusahaan Intel Indonesia. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran bahwa peran perempuan di bidang inovasi dan teknologi sangat penting, dan penting bagi pelajar-pelajar perempuan untuk belajar bagaimana memaksimalkan sains dan teknologi untuk karir mereka.
Apa kegiatan yang dilakukan selama SMK Girls Innovation Camp itu?
Ini kami laksanakan di Cirebon pada tahun 2016, acara berlangsung selama tiga hari. Pesertanya terdiri dari 34 orang pelajar SMK dari seluruh Indonesia yang kami seleksi lebih dulu. Para peserta didampingi oleh perwakilan guru dari masing-masing SMK, mengingat mereka masih berusia di bawah 17 tahun. Kehadiran para guru juga penting, agar mereka bisa melihat sendiri, apa ketertarikan para siswa dan bagaimana meningkatkan daya tarik pelajaran kejuruan, terutama bagi perempuan. Jadi penting juga untuk meningkatkan kesadaran di kalangan para guru tentang peran perempuan.
Jadi selama kegiatan itu, para pelajar perempuan belajar pola pikir yang berorientasi pada solusi, inovasi yang fokus pada penyelesaian suatu masalah. Dan hasilnya menurut saya luar biasa.
Maksudnya luar biasa?
Mereka sangat antusias melakukan tugas-tugasnya. Hasil karya inovasi yang dikembangkan oleh para peserta camp dikompetisikan. Saat itu tim pemenangnya dari SMK Negeri 1 Jepara. Mereka menciptakan inovasi yang luar biasa, yaitu aplikasi untuk mengukur kadar garam air di tambak ikan, dengan perangkat sederhana. Tim SMKN 1 Jepara itu berasal dari jurusan Agribisnis Perikanan. Permasalahan yang coba diselesaikan adalah kadar garam dalam air tambak harus pas, sebab apabila kadar garam terlalu tinggi maka ikan di tambak akan mati. Selama ini para petambak melakukan pengukuran kadar garam secara manual. Peserta dari SMKN 1 Jepara mengembangkan prototipe alat berteknologi yang memanfaatkan IoT yang memungkinkan otomatisasi normalisasi kadar garam di tambak ikan.
Para peserta SMK Girls Innovation Camp sangat antusias dengan tugas-tugas yang diberikan. Mereka bekerja dengan menggunakan single board komputer dari Intel. Sampai mereka tidak mau tidur untuk bisa menyelesaikan tugas. Setelah itu, tim mempresentasikan alat yang telah mereka buat. Pada kegiatan ini kita membuktikan bahwa tidak ada hambatan apa-apa bagi perempuan untuk mengembangkan inovasi dalam bidang teknologi.
Hal ini dirasa perlu mengingat stereotyping bahwa perempuan tidak bisa berperan di bidang teknologi masih kuat. Sebelum pelaksanaan SMK Girls Innovation Camp, kami melakukan pre-test. Para peserta kami minta menggambar profesi ahli mekanik dan profesi perawat, dan lebih 80 persen masih menggambar ahli mekanik itu laki-laki dan juru rawat itu perempuan. Pada kesempatan itu kami juga bekerja sama dengan Jurnal Perempuan, untuk membangkitkan kesadaran perempuan di bidang inovasi dan teknologi. Perusahaan mitra kami pada kegiatan tersebut, PT. Intel Indonesia juga berkesempatan untuk berbicara mengenai pentingnya perempuan di bidang teknologi. Hal ini memberikan kesadaran bahwa mereka memiliki peluang karir dan dibutuhkan oleh perusahaan teknologi.
Jadi, memang keterlibatan sektor swasta penting, dan peluang kerja sama itu ada?
Ya, upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan kejuruan tidak bisa dilaksanakan tanpa keterlibatan sektor swasta. Perusahaan swasta sendiri mengatakan, mereka sering kali mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja berkualitas. Dan mereka senang, kalau misalnya diberi rekomendasi tentang sekolah-sekolah kejuruan yang berkualitas. Misalnya ada perusahaan Jerman di Magelang, yang sangat senang ketika kami beri informasi, bahwa di Magelang itu ada SMK dengan jurusan Teknik Pendinginan dan Tata Udara . Jurusan ini masih sangat jarang.
Perusahaan itu sangat senang, dan langsung kontak dengan sekolah kejuruan ini, dalam kerangka kerja sama tersebut perusahaan membuka kelas industri di SMK di keterlibatan perusahaan dimulai dari perencanaan, pengadaan infrastruktur, sinkronisasi kurikulum hingga pelatihan bagi guru-guru. Pada kelas industri ini siswa mempelajari teknologi-teknologi terbaru dengan suasana riil bekerja di industri. Kelas Industri berperan besar dalam meningkatkan kompetensi, daya adaptasi dan daya saing lulusan. Jadi, memang sudah ada success story dalam bidang pendidikan kejuruan.
Tapi masih banyak yang harus dilakukan?
Ya, saya bisa bilang, pekerjaan memang masih banyak. Dan tanpa kolaborasi, kita tidak mungkin bisa melaksanakannya. Pemerintah tidak bisa jalan sendiri, sektor swasta tidak bisa jalan sendiri. Jadi memang harus bergandeng tangan untuk berkolaborasi, demi meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan. Komitmen dari pemerintah sudah ada, dan GIZ sendiri sangat senang dengan komitmen kuat dari pemerintah Indonesia. Dan saya sendiri optimis dengan perkembangan ini.
Susanti Bunadi, terima kasih untuk wawancara ini.