Mustahil memberitakan perjuangan masyarakat sipil selama puluhan tahun di Iran tanpa mengakui kontribusi khusus yang telah dibuat oleh para perempuan di negara itu. Mereka telah menjadi kelompok terbesar di sana yang ditindas, dihina dan didiskriminasi. Tetapi perempuan juga yang pertama-tama dengan berani menentang kepemimpinan Revolusi Islam, sementara para intelektual dan politisi lelaki kebanyakan diam.
Hampir empat dekade berlalu, sampai akhirnya protes publik sporadis pada 2017 dan 2018 mempertanyakan legitimasi Republik Islam untuk pertama kalinya. Tapi apa yang kita saksikan sekarang, adalah sesuatu yang baru: warga sipil bersatu menghadapi para mullah yang berkuasa. Protes terhadap kematian Jina Mahsa Amini telah menyatukan semua kelompok terpinggirkan dalam menyuarakan ketidakpuasan dan kepentingan mereka: untuk membebaskan perempuan Iran.
Sekarang saatnya luar negeri harus berbicara dengan bahasa yang jelas. Kata-kata kosong, tuntutan diplomatik dan kritik lemah saja tidak memadai lagi.. Komunitas internasional harus mendukung rakyat Iran dengan segala yang mereka miliki, dan mengancam konsekuensi yang parah, termasuk penghentian negosiasi nuklir jika perlu.
Masa-masa tenang sudah berakhir
Para penguasa Iran tidak pernah menggunakan bahasa sopan dan moderat terhadap para pengeritik. Mereka tidak menganggap serius bahasa seperti itu. Sanksi simbolis saja tidak akan membuat mereka takut.
Mereka juga tidak takut embargo minyak. Jika mereka ditanggapi dengan simbolisme saja, mereka tidak akan ragu sedikitpun dan akan terus membunuh untuk mempertahankan kekuasaan. Mereka tahu bahwa hanya masalah waktu, sebelum realpolitik memotivasi banyak negara untuk bernegosiasi lagi.
Dibandingkan dengan cara Barat menanggapi Moammar Gadhafi di Libya, Saddam Hussein di Irak dan Bashar Assad di Suriah, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei selama ini boleh dikata dihadapi dengan lemah lembut. Ini telah memungkinkan Republik Islam Iran menjadi begitu kuat dan berani, sehingga mereka sekarang terus membantai warganya sendiri tanpa peduli suara dari luar.
Satu-satunya ketakutan Teheran
Tapi ada satu hal yang masih ditakuti Republik Islam Iran. Badan Energi Atom Internasional baru-baru ini menyatakan bahwa Teheran tidak siap untuk mempertanggungjawabkan program nuklirnya, dan jejak uranium yang diperkaya telah ditemukan di tiga lokasi di Iran. Selama berbulan-bulan, rezim ini telah bermain kucing-dan-tikus dengan Barat untuk mengulur waktu, dan diam-diam coba mengembangkan bom nuklir. Barat memiliki alasan yang kuat untuk menggagalkan negosiasi dan mulai menerapkan kembali sanksi PBB yang komprehensif.
Ini adalah satu-satunya pesan yang akan dipahami dan ditakuti oleh Teheran. Hanya dengan demikian pemberontakan sipil rakyat Iran, dengan perempuan di garis depan, memiliki peluang. Hanya di bawah tekanan seperti itulah Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei akan berhenti membunuh para demonstran. Hal yang sama berlaku untuk Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang tentu tidak akan berani lagi mengeksekusi ribuan tahanan dalam waktu singkat, seperti yang dilakukannya pada musim panas 1988.
Rezim para mullah di Teheran harus dihadapi dengan tegas dan lantang oleh dunia internasional. Jika tidak, satu-satunya hal yang akan tetap ada di benak orang Iran adalah kebisuan dan keterlibatan Barat. Itu tidak hanya merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab, itu sikap yang tidak bisa dimaafkan.(hp/vlz)