1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPrancis

Hasil Pemilu di Prancis Ancaman bagi Poros Paris-Berlin?

2 Juli 2024

Sekalipun pemilu parlemen Prancis baru melewati putaran pertama, Jerman khawatir pemerintahan baru yang dipimpin oleh Rassemblement National (RN) bisa merusak hubungan Paris-Berlin secara serius.

https://p.dw.com/p/4hloU
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf ScholzFoto: ODD ANDERSEN/AFP via Getty Images

Setelah putaran pertama pemilu di Prancis, kekhawatiran di kalangan politik Jerman makin meningkat. Ricarda Lang dari Partai Hijau dan Mario Voigt dari CDU dalam wawancara mengatakan, Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan kesalahan ketika memutuskan pembubaran parlemen dan pemilu baru.

Menjelang pemilu, pemimpin partai ultra kanan Rassemblement National (RN) Jordan Bardella mengatakan, sebagai kepala pemerintahan dia tidak akan langsung mengubah apapun dalam hubungan Prancis-Jerman.

Tapi pakar Prancis dari Berlin Science and Politics Foundation SWP, Ronja Kempin, tidak yakin. RN selalu "sangat kritis terhadap Jerman, terkadang hampir anti-Jerman. Macron dituduh menjual kepentingan Prancis ke Jerman dan mereka ingin membalikkan hal tersebut segera setelah ada opsi untuk berkuasa," kata Kempin.

RN juga selama ini menolak proyek pesawat dan tank tempur gabungan Jerman-Prancis, dan menuntuk proyek-proyek itu harus diakhiri. Tapi Jordan Bardella sekarang mengatakan bahwa mereka akan menghormati kewajiban internasional Prancis.

Tokoh ultra kanan Martine Le Pen (tengah) dan Presiden Rassemblement National (RN) Jordan Barella (kanan) di Paris
Tokoh ultra kanan Martine Le Pen (tengah) dan Presiden Rassemblement National (RN) Jordan Barella (kanan) di ParisFoto: Bourguet Philippe/BePress/ABACA/picture alliance

Banyak potensi konflik

Marc Ringel, direktur Institut Jerman-Prancis di Ludwigsburg, Jerman, juga melihat kesulitan dalam hubungan bilateral, jika benar terbentuk pemerintahan RN di Paris. Pertanyaannya, apakah pemerintah Prancis yang baru akan mematuhi perjanjian-perjanjian bilateral? "Ada banyak ketidakpastian," kata Marc Riegel.

Beberapa hal yang ada dalam program pemilu RN memang bisa menjadi sumber konflik dengan Uni Eropa (UE) dan Jerman. Misalnya pengurangan kontribusi Prancis untuk UE, keluarnya Prancis dari pasar listrik UE, penghentian pakta migrasi, atau pembatasan kebebasan bepergian bagi orang asing non-UE. Selain itu, RN juga menuntut dukungan Prancis terhadap Ukraina dikurangi.

Tapi, bagaimana RN bisa menang besar di Prancis? "Frustrasi umum masyarakat terhadap politik dan semakin meningkatnya perasaan tertinggal. RN telah menyerap ketidakpuasan ini dengan sangat cerdik," kata Marc Riegel.

Pada putaran pertama pemilihan Majelis Nasional, RN memang muncul sebagai partai terkuat di parlemen dengan perolehan sekitar 33 persen. Sedangkan aliansi ultra kiri Front Populer Baru Nouveau Front Populaire (NFP) ada di posisi kedua dengan sekitar 28 persen. Kubu tengah Presiden Macron, Ensemble (ENS) harus puas di peringkat ketiga dengan raihan suara sekitar 20 persen.

Seruan Emmanuel Macron Tentang Partai Sayap Kanan di Prancis

Presiden Macron tolak mundur

Pemilu putaran kedua yang menentukan akan digelar pada 7 Juli. Para pemimpin blok kiri moderat dan kubu Macron mengatakan mereka akan bekerja sama, dan menarik kandidat mereka di distrik-distrik, di mana kandidat lain memiliki peluang lebih besar demi menghadangkan kubu ultra kanan.

Tapi kesepakatan untuk menghadang RN mencapai mayoritas absolut belum tentu berhasil. Sekalipun Presiden Emmanuel Macron akan tetap menjadi presiden, karena dia dipilih secara langsung dalam pemilu presiden dan akan berkuasa sampai 2027. Macron juga sudah menyatakan tidak akan mengundurkan diri, sekalipun parlemen nantinya dikuasai oleh kubu lawan.

Sekalipun RN nantinya gagal mencapai mayoritas absolut setelah pemilu putaran kedua, tidak berarti jalan akan mulus bagi Macron. Karena kemungkinan akan terjadi kebuntuan di parlemen, ketika kekuatan kanan dan kiri saling menghalangi.

Bagi pemimpin partai RN Jordan Bardella, pemerintahan di bawah kepemimpinannya hanya akan menjadi tujuan sementara. Dalam pemilihan presiden tahun 2027, di mana Macron tidak dapat lagi mencalonkan diri, RN akan mengusung kandidat utama mereka Marine Le Pen untuk menjadi presiden Prancis.

Jika hal ini terjadi, "kita pasti akan memiliki Eropa yang sangat berbeda,” kata Ronja Kempin. Prancis bahkan bisa saja keluar dari Uni Eropa atau dari mata uang bersama euro. Tapi pengamat politik Marc Riegel, di sisi lain, lebih percaya bahwa Marine Le Pen akan berubah. "Seperti Giorgia Meloni di Italia, Marine Le Pen juga akan tetap berada di Uni Eropa untuk mengubah Uni Eropa, melemahkannya, dan membentuknya kembali menurut ide-ide dia", katanya.

(hp/as)