Apple Daily: Warga Hong Kong Dukung Tabloid Pro-Demokrasi
11 Agustus 2020Gelombang penangkapan terhadap aktivis pro-demokrasi menyapu Hong Kong dalam beberapa hari terakhir. Pemerintah dikabarkan menangkapi sejumlah pegiat HAM lantaran unggahan di media sosial dan mendiskualifikasi sejumlah politisi oposisi dari pemilihan umum.
Senin (10/8) otoritas Hong Kong menangkap sepuluh pegawai Apple Daily, termasuk Jimmy Lai, dan menurunkan 200 aparat kepolisian untuk menggeledah kantor tabloid tersebut. Sebagai aksi solidaritas, warga Hong Kong memborong ludes harian tersebut. Dari jumlah oplah harian yang biasanya 70.000, pada Selasa (11/8) Apple Daily sampai harus mencetak 550.000 eksemplar.
Seorang pemilik restoran membeli hingga 50 eksemplar di sebuah kios koran di distrik Mong Kok. Dia mengaku ingin membagi-bagikan tabloid tersebut secara cuma-cuma. “Sejak pemerintah tidak membiarkan Apple Daily bertahan hidup, maka kami sebagai warga Hong Kong harus menyelamatkannya sendiri,” kata dia.
Halaman muka Apple Daily terbitan Selasa (11/8) menampilkan tulisan “Apple akan terus berjuang,” berwarna merah. Belasan warga tampak mengantri di kios koran di Mong Kok. Jumlah eksemplar yang bisa dibeli per orang sampai harus dibatasi agar yang lain kebagian.
Solidaritas sunyi
“Hong Kong adalah tempat bagi kebebasan pers. Tapi polisi sekarang menghalangi kebebasan pers dalam skala yang besar. Saya merasa sangat marah,” kata seorang perempuan bernama Chan yang membeli 16 eksemplar sekaligus.
UU Keamanan Nasional yang baru disahkan Cina berhasil meredam aksi protes di Hong Kong. Sebagian besar warga khawatir turun ke jalan. Polisi kini juga membidik aktivis pro-demokrasi yang aktif di media sosial.
Undang-undang tersebut mengkriminalisasi tindakan subversi, penghasutan atau bersekongkol dengan kekuatan asing, serta terorisme. Ancaman hukuman paling berat dalam UU tersebut adalah penjara seumur hidup.
Mereka yang kedapatan mendukung sanksi asing terhadap Hong Kong, mengkampanyekan kemerdekaan atau hak otonomi yang lebih luas, akan ditindak berdasarkan UU Kemanan Nasional. Legislasi serupa digunakan pemerintah Beijing buat memberangus suara kritis di Cina daratan.
Lai, 72, misalnya didakwa berkolusi dengan kekuatan asing dan terlibat dalam tindak penipuan. Dakwaan terakhir diyakini sengaja dibuat untuk membidik usaha penerbitan miliknya.
Lai ditangkap bersama kedua anaknya, advokat HAM Agnes Chow dan Wilson Li, bekas aktivis HAM yang kini bekerja sebagai jurnalis untuk stasiun televisi Inggris, ITV News.
Bahkan ketika polisi masih menggeledah kantor Apple Daily, media-media pelat merah di Cina sudah merayakan penangkapan Jimmy Lai. Dia dicap sebagai “provokator” dan berkonspirasi dengan pihak asing untuk “menciptakan kerusuhan” di Hong Kong.
Eskalasi konflik Cina-AS
UU Keamanan Nasional diyakini sekaligus mencabut asas kebebasan dan otonomi yang dinikmati Hong Kong sejak 1997. Kedua hal tersebut merupakan inti perjanjian penyerahan kembali kedaulatan Hong Kong oleh Inggris kepada Cina.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, yang bertemu Lai tahun lalu, menilai penangkapan terhadap taipan media itu sebagai “bukti lanjutan,” betapa otoritas Cina sudah “memberangus kebebasan Hong Kong dan merenggut hak warganya.”
“Kami akan merespon dengan yang sangat nyata,” katanya dalam sebuah wawancara dengan Newsmax. Pekan lalu AS menjatuhkan sanksi terhadap elit politik Hong Kong yang bertanggungjawab atas UU Keamanan Nasional, termasuk Kepala Adminsitrasi Carrie Lam.
Cina sebaliknya mengecam sanksi tersebut sebagai tindakan “barbar” dan membalas dengan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah politisi senior dan pegiat Hak Asasi Manusia AS.
Dalam jumpa pers tengah malam, Kepolisian Hong Kong mengklaim mereka yang ditangkap adalah bagian dari sebuah kelompok yang melobi negara internasional untuk menjatuhkan sanksi bagi Hong Kong atau Cina.
“Setelah UU Keamanan Nasional berlaku, kelompok ini masih aktif, “ kata Wakil Kepala Bagian Organisasi Kriminal dan Triad, Li Kwai-wah.
rzn/hp (afp, rtr)