Hong Kong Rilis RUU Keamanan Nasional Baru
8 Maret 2024Pemerintah Hong Kong merilis rancangan undang-undang (RUU) keamanan nasional baru pada Jumat (08/03) yang mengusulkan hukuman penjara hingga seumur hidup untuk tindak pelanggaran seperti pengkhianatan dan pemberontakan.
Rancangan "Undang-Undang Pengamanan Keamanan Nasional" ini mencakup nalar, spionase, campur tangan pihak luar, rahasia negara, dan hasutan.
Pejabat Tinggi Eksekutif Hong Kong John Lee pada Kamis (07/03) menyerukan agar RUU tersebut disahkan "secepat mungkin".
Aturan ini diperkirakan akan lolos dengan mudah dalam beberapa minggu, di mana parlemen Hong Kong dipenuhi oleh loyalis Beijing setelah perombakan pemilu.
Kekhawatiran atas kebebasan
Para kritikus telah memperingatkan bahwa undang-undang tersebut akan membuat kerangka hukum Hong Kong semakin mirip dengan Cina. Pada Jumat (08/03), anggota parlemen Cina juga sedang membuat undang-undang keamanan nasional yang baru.
UU ini mencakup hukuman hingga penjara seumur hidup bagi pengkhianatan. UU ini juga mengusulkan hukuman 20 tahun penjara untuk pelanggar spionase dan 10 tahun untuk pelanggaran yang terkait dengan rahasia negara dan penghasutan.
Pemerintah Hong Kong telah menyatakan bahwa beberapa negara Barat juga telah memiliki undang-undang serupa, dan aturan ini diperlukan untuk menutup kesenjangan dalam sistem keamanan nasional, yang diperkuat pada 2020 dengan undang-undang keamanan nasional lain yang diberlakukan langsung oleh Cina.
Uni Eropa sebelumnya telah menyatakan "keprihatinan besar" atas ketentuan UU tersebut mengenai "campur tangan eksternal".
Menurut Hukum Dasar Hong Kong, pemerintah perlu memberlakukan undang-undang keamanan nasional. Upaya sebelumnya untuk meloloskan RUU itu mengakibatkan protes massal pada 2019, di mana setelahnya undang-undang keamanan diberlakukan pada tahun 2020 untuk menindak perbedaan pendapat.
Banyak aktivis pro-demokrasi ditangkap dan dihukum, sementara yang lainnya melarikan diri ke luar negeri. Beberapa kelompok masyarakat dan media yang vokal juga telah dibubarkan.
Pemerintah negara bekas jajahan Inggris ini mengatakan bahwa hal itu hanya akan memengaruhi "minoritas yang sangat kecil" dari penduduknya.
Beberapa pemangku kepentingan juga memantau perkembangan ini dengan seksama. Beberapa kritikus mengatakan bahwa hal ini akan menyebabkan penurunan lebih lanjut pada kebebasan sipil yang dinikmati oleh warga Hong Kong.
Beberapa orang dari komunitas bisnis tidak senang dengan keputusan untuk mempercepat persetujuan tersebut.
"Fakta bahwa mereka terburu-buru mengesahkan pasal 23 menunjukkan kekhawatiran akan adanya penolakan dari masyarakat. Komunitas bisnis tidak akan senang kecuali ada pagar pembatas yang melindungi hak-hak individu," ungkap Andrew Collier, direktur pelaksana di Orient Capital Research kepada kantor berita Reuters.
kp/rs (AP, AFP Reuters)