Hotline SMS untuk Pekerja Pabrik Tekstil Asia
10 Mei 2013160 karakter diharap cukup panjang untuk pesan SMS dari pekerja pabrik tekstil Asia dalam mengusahakan hak dan perlindungan kerjanya. Perusahaan Adidas melihatnya sebagai kunci meningkatkan kondisi kerja di perusahaan pemasok. Bahaya bahwa di sana pekerja diperlakukan tidak baik, bertahun-tahun menimbulkan bencana dan skandal.
Dalam proyek pilot di Indonesia Adidas 2012 mengujicoba peluang, lewat ponsel langsung berhubungan dengan pekerjanya. "Kami menyimpulkan, di sana hampir setiap orang punya ponsel," kata jurubicara Adidas kepada DW. Sejak itu pekerja di pabrik Indonesia bisa langsung mengirim SMS kepada Adidas jika hak-hak mereka dilanggar, tentu saja secara anonim.
SMS itu sampai di bagian personalia masing-masing perusahaan. "Kami punya akses ke situ dan melihat apa masalahnya," kata jurubicara Adidas. Jika perlu tindakan langsung, perusahaan meminta LSM setempat untuk memantau situasi.
"Kondisi Kerja di Asia Secara Umum Buruk"
Perlunya perbaikan kondisi kerja bagi pabrik di Asia, ditunjukkan oleh banyak kasus. Yang terbaru: Di Bangladesh sebuah pabrik ambruk. Sudah diketahui pabrik itu hampir runtuh, dan pagi hari saat terjadinya bencana, para pekerja hanya mau memasukinya karena dipaksa. Ratusan korban tewas. Baru September lalu pabrik tekstil di Bangladesh terbakar. Pintu daruratnya dikunci, banyak pekerja terbakar.
Itu menjadi kritik utama banyak LSM terhadap Adidas. Jika para pekerja di pabrik pemasok mengeluhkan kurangnya keamanan kerja, tidak terjadi apapun. Karena itu Maik Pflaum dari Organisasi Romero tidak terlalu berharap dari Hotline SMS Darurat. "Kondisi kerja di Asia secara umum buruk," ujarnya kepada DW. "SMS itu hanya setetes air di batu cadas dan konyol." Adidas melakukan tekanan harga dan sebaiknya mula-mula berkonsentrasi memperbaiki kondisi produksi, ketimbang mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya dengan program SMS.
Adidas Bukan Kasus Tunggal
Adidas membela diri: "Hotline SMS Darurat hanya program tambahan yang membantu kami agar kondisi pekerja jadi baik," ditekankan jurubicara perusahaan itu. "Karenanya kami tidak menganggap itu konyol." Masalah besar selalu terjadi di mana ada kesulitan komunikasi. "Pandangan kami, adalah penting mengubah hal itu." Adidas sudah sejak beberapa tahun mengupayakan peningkatan kondisi kerja di pabrik-pabrik produksinya.
Semua omong kosong, tukas Maik Pflaum. "Saat ini perjanjian perlindungan kebakaran di Bangladesh sedang dibahas. Dengan perusahaan Tchibo dan Phillips-Van Heusen sudah dua perusahaan besar yang menandatanganinya. Adidas menolak." Selain itu gagasan SMS "mengelabui", karena perusahan tidak ingin melakukan perubahan pada masalah struktural. "Adidas melakukan tekanan terhadap semua negara. Itu berlangsung selama misalnya upah minimum tidak dinaikkan." Ujar Pflaum lebih lanjut, "Setelah Cina dua tahun berturut-turut menaikkan upah minimum, ketua direksi Adidas Herbert Haine mengatakan, kapasitas produksi ke depan akan dikembangkan di negara-negara lainnya." Baru jika pekerja mendapat upah lebih tinggi, proyek tambahan seperti Hotline SMS ada gunanya, prediksi Pflaum.
Meski demikian Adidas hanyalah puncak gunung es. Sophie Koers dari LSM Belanda Fair Ware Foundation menambahkan, banyak kambing hitam di sektor itu. "Ini menyangkut banyak perusahaan tekstil multinasional. Mereka di satu sisi ingin meningkatkan kondisi kerja, tapi di sisi lain bertahan untuk memproduksi dengan murah dan cepat." Kedua hal itu tidak bisa dikombinasikan.