Hubungan Jerman-Israel: Sebuah Keajaiban
Tepat 50 tahun lalu Jerman dan Israel bisa menjalin hubungan diplomatik resmi. Kurang dari 20 tahun setelah Adolf Hitler dan kekaisaran ketiga-nya dikalahkan dan peristiwa Holocaust, yang memakan korban enam juta Yahudi Eropa, dideportasi dan dibunuh massal di kamar gas kamp konsentrasi.
Walaupun pada tahun 1952 ditandatangani kesepakatan "perujukan kembali" antara Jerman dan Israel, 13 tahun kemudian masih sulit dibayangkan, bahwa Jerman dan Israel berusaha menjalin resmi hubungan diplomatik, tanpa mengindahkan kejahatan berat saat Perang Dunia II. Di Israel muncul aksi protes massal kaum Yahudi yang marah. Sebuah hal yang dapat dimengerti sepenuhnya, baik secara politik maupun dari sisi manusiawi.
Sekarang, 50 tahun kemudian, kita harus mengatakan terjadinya keajabian politik. Kini, Jerman dan Israel berdiri amat rapat. Lebih 200.000 warga Israel punya paspor ke-dua, paspor Jerman. Sekarang ini, Jerman - negara Holocaust, disamping Amerika Serikat menjadi negara yang paling dipujikan di Israel. Yang lebih penting lagi, pemerintah di Berlin dan di Tel Aviv bekerjasama erat dengan rasa saling percaya amat tinggi.
Jerman menjadi negara yang paling diandalkan Israel di Eropa. Juga pada saat terjadi silang sengketa dan kejengkelan menyangkut politik pendudukan Israel, atau penolakan berdirinya sebuah negara Palestina, seperti saat kampanye Banjamin Netanjahu. Keamanan Israel menjadi kepedulian Jerman, seperti ditekankan Kanselir Angela Merkel, tanpa mendapat banyak tentangan.
Seringkali Jerman menjadi satu-satunya negara di Uni Eropa yang membela Israel. Sebuah kenyataan pahit bagi sebuah negara yang dikelilingi musuh. Dan yang juga tidak lazim, Jerman yang bertanggung jawab atas Shoah, kini menjadi mitra paling erat Israel. Sebuah perkembangan yang 50 tahun lalu tidak ada seorangpun yang menganggapnya mungkin terjadi.
Hubungan normal kedua negara memang sulit dipercaya. Tapi inilah normalitas dalam abnormalitas. Sebab trauma sejarah tetap membebani kedua negara. Pemusnahan sebagian besar kaum Yahudi di Eropa oleh Nazi, menjadi sebuah jalinan hubungan, sebuah identitas dan persepsi timbal balik diantara kedua negara. Ini yang membentuk mentalitas warga di kedua negara.
Warga Israel menilai tinggi warga Jerman, tapi sebaliknya warga Jerman kurang menghargai warga Israel, terutama akibat konflik Timur Tengah. Banyak warga Jerman bersimpati pada Palestina, yang dinilai korban tindakan keras Israel. Sikap ini bisa dengan cepat berkembang menjadi kesulitan. Akan tetapi, hubungan antara Jerman dan Israel, 70 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II setelah pembantaian jutaan kaum Yahudi, secara mengejutkan amatlah bagus. Kita harus berterima kasih untuk itu.