IEA: Perubahan Iklim Semakin Mengancam
13 Juni 2013Gabungan antara skenario horor dan dorongan semangat, demikian catatan kepala ekonom Badan Energi Internasional IEA dalam pertemuan di Kementerian Ekonomi Jerman di Berlin. Dengan sopan Turk Fatih Birol memuji politik energi Jerman dan kebijakan iklim Eropa. "Eropa adalah seorang arsitek dan intelektual pemimpin iklim global," katanya.
Namun, kemudian ia tiba ke sebuah masalah: Jika masyarakat internasional tidak membuat langkah tangkas menangkal perubahan iklim, maka rata-rata kenaikan suhu bisa sebesar 5,3 derajat celsius pada tahun 2100 nanti. Ilmuwan berupaya agar kenaikan suhu tak melebihi sekitar dua derajat celsius. Lebih dari lima derajat tentunya merupakan peningkatan dramatis, akibatnya akan terjadi peningkatan permukaan air laut, kekeringan dan badai.
Peta Baru Energi
Pada tahun tujuhpuluhan, Badan Energi Internasional IEA didirikan sebagai akibat dari guncangan harga minyak negara-negara industri terkemuka. IEA bertanggungjawab memikirkan perkembangan di sektor energi, sumber daya, tren harga minyak dan gas. Sektor energi bertanggung jawab atas dua pertiga dari emisi gas rumah kaca di seluruh dunia.
Oleh sebab itu mengapa judul laporan badan IEA itu sekarang bertajuk: "Menggambar ulang peta energi iklim", sebuah "redesain" bagi peta dunia energi dan iklim. Birol menyebutkan: "Masalah Iklim global kurang terlihat dan dianggap penting, meskipun para ilmuwan ngotot memperingatkan."
Meskipun sudah ada upaya konferensi iklim di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, emisi karbon dioksida di seluruh dunia terus naik: "Pada tahun 2015, dalam konferensi di Paris, pengganti Protokol Kyoto yang habis tenggatnya bisa mulai diberlakukan pada tahun 2020," ujar kepala ekonom IEA itu.
Pemanasan dan pendinginan yang efisien
Sedikit harapan ditumpukan pada fracking, metode untuk menyedot gas dan minyak dari formasi bebatuan yang jauh di bawah tanah tanah, yang dilakukan di Amerika Serikat.
Dibandingkan batubara, gas lebih bersifat ramah lingkungan. Meskipun Amerika Serikat dapat mengurangi emisi gas rumah kaca oleh metode ini, di negara-negara lain batubara dianggap lebih murah, terutama di Cina dan India. "Gas saja tidak bisa menahan laju suhu dua derajat," demikian disimpulkan Birol.
Lalu apa kemudian yang dapat dilakukan? Birol percaya bahwa emisi di sektor energi pada tahun 2020 nanti bisa dikurangi delapan persen - melalui penggunaan alat pemanas dan pendingin ruangan atau yang lebih efisien, dan lebih sedikitnya metana dari gas dan minyak. Metana beberapa kali lipat lebih berbahaya dari karbon dioksida.
Sementara Jerman menunjukkan bahwa perlindungan iklim dan pertumbuhan ekonomi tidak kontradiktif. "Kami benar-benar di jalur yang benar", ujar Sekretaris Negara bidang Perekonomian Jerman Bernhard. Di Jerman saja yang merupakan pionir dalam perlindungan iklim, emisinya masih mengalami sedikit peningkatan, karena kembali bergantung pada batubara murah.