Indonesia Akan Tindak Penyebar Fitnah di Media Sosial
30 Desember 2016Pemerintah Indonesia akan mengawasi peredaran berita bohong di media-media sosial dengan lebih ketat. Presiden Joko Widodo hari Kami (29/12) menggelar rapat kabinet terbatas dan menginstruksikan menteri-menterinya untuk lebih aktif menindak situs atau akun media sosial yang aktif menyebarkan kabar hoax.
"Saya minta yang pertama penegakan hukum harus tegas dan keras untuk hal ini. Kita harus mengevaluasi media-media online yang sengaja memproduksi berita-berita bohong tanpa sumber yang jelas," kata Jokowi dalam pembukaan rapat terbatas tentang media sosial di Kantor Presiden, seperti dilansir Katadata.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebutkan peihaknya mencatat hampir 800 ribu situs yang aktif menyebarkan berita bohong. "Jadi dua langkah, pertama kami tapis, kedua baru masuk penegakkan hukum," katanya.
Maraknya berita fitnah di media sosial mulai muncul pada pemilihan umum kepresidenan 2014 silam. Fenomena yang antara lain mencakup ujaran kebencian, seruan pembunuhan dan pembunuhan karakter itu berlanjut pada masa kampanye pemilihan kepala daerah DKI Jakarta.
Indonesia bukan satu-satunya negara yang kelimpungan menghadapi serbuan disinformasi via media sosial. Facebook misalnya mendapat hujan kritik lantaran dianggap membiarkan peredaran kabar hoax di platformnya selama pemilu kepresidenan Amerika Serikat.
Bahwa kemunculan berita bohong mulai marak menjelang pemilihan umum juga ditanggapi serius oleh Republik Ceko. Hari Rabu (28/12) pemerintah di Praha membentuk tim khusus untuk menangani penyebaran fitnah di media sosial menjelang pemilu Oktober tahun depan. Ceko terutama mengkhawatirkan ulah situs-situs penyebar hoax yang ditengarai digerakkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mempengaruhi hasil pemilu.
"Sasaran utama propaganda Rusia di Republik Ceko adalah menabur benih keraguan pada masyarakat bahwa Demokrasi adalah sistem terbaik untuk mengorganisir negara ini, membangun citra negatif Uni Eropa dan NATO, serta menghalangi keikutsertaan masyarakat pada proses Demokrasi," kata Menteri urusan Eropa, Tomáš Prouza, kepada Guardian.
Pemerintah Jerman bahkan sedang menyiapkan regulasi baru yang berisikan denda sebesar 500.000 Euro atau sekitar tujuh miliar Rupiah bagi platform media sosial untuk setiap kabar bohong yang masuk ke dalam laman berita. "Jika dalam 24 jam Facebook tidak menghapus informasi yang mengganggu maka mereka harus membayar penalti,” ujar Ketua Parlemen Jerman dari Partai Sosial Demokrat, Thomas Oppermann.
Pengguna media sosial Jerman sejak tahun lalu sering mengeluhkan munculnya seruan kebencian terhadap pengungsi dan orang asing. Namun Facebook bergeming ketika pengguna mengadukan konten tersebut untuk dihapus.
rzn/ap (DPA, Jakarta Globe, Katadata, Guardian)