Indonesia tiba di Piala Asia 2023 di Qatar dengan tertatih-tatih. Tidak lolos otomatis. Tapi melewati tiga putaran, memakai 86 pemain dan menggunakan jasa tiga pelatih.
Skuad berjuluk Garuda ini lolos terakhir, tim ke-24, menghuni pot 4 dalam drawing dengan ranking FIFA terendah di antara semua kontestan.
Indonesia sama sekali tidak diunggulkan, dipandang sebelah mata, 'dikucilkan' pengamat.
Tapi, seperti dongeng Cinderella - gadis miskin yang berhasil menikah dengan seorang pangeran, seperti itu pula Indonesia.
Aksi di Piala Asia ke-18, ini adalah penampilan kelima sejak Uni Emirat Arab 1996, berbuah sebuah sejarah: Indonesia lolos ke fase grup, lolos ke 16-Besar, medium pertama dalam 30 tahun terakhir.
Mengejutkan. Girang bukan kepalang. Maklum, pasca dijinakkan Jepang 3-1, nasib skuad Shin Tae-yong tergantung pada hasil tim lain.
Kisah Indonesia, yang kerap dikaitkan dengan perjalanan tim semenjana, kemudian membuktikan: tidak ada yang tidak mungkin dalam sepak bola.
Itu adalah saat Kyrgisztan menahan imbang Oman 1-1, hasil yang lalu memastikan Jordi Amat cs menjadi tim keempat yang lolos lewat jalur peringkat ketiga.
Padahal, Oman sudah leading hingga menit 80, sisa 10 menit dalam waktu reguler untuk lolos. Tapi ada gol penyeimbang Kyrgystan dari Joel Kojo - tombak berdarah Ghana itu.
Itulah gol yang membawa Indonesia ke 16 Besar, gol bersejarah untuk sejarah baru Indonesia: pertama kali ke fase gugur Piala Asia.
Bagai dongeng Cinderella. Semakin indah jika Minggu (28/1) nanti bisa menyodorkan cerita lain: menaklukkan Australia.
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!