Indonesia Hentikan TKI ke Timur Tengah
6 Mei 2015Pemerintah Indonesia akan menghentikan pengiriman TKI sebagai pembantu rumah tangga ke 21 negara di Timur Tengah. Kebijakan itu diambil setelah dua pembantu rumah tangga asal Indonesia dihukum mati di Arab Saudi.
Demikian isi siaran pers yang ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan dirilis hari Senin (04/05/15). Larangan itu berlaku antara lain untuk Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Mesir, Oman, Palestina, Qatar, Suriah, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Yordania.
"Dengan adanya roadmap penghentian TKI domestic worker itu maka seluruh pengiriman dan penempatan TKI PRT ke 21 negara Timur Tengah adalah terlarang dan masuk kategori tindak pidana trafficking (perdagangan orang)," demikian disebutkan dalam siaran pers itu.
Eksekusi di Arab Saudi
Keputusan itu diambil setelah dua pembantu rumah tangga asal Indonesia Siti Zainab dan Karni binti Medi Tarsim dihukum mati di Arab Saudi. Indonesia mengajukan protes karena tidak mendapat pemberitahuan sebelumnya saat eksekusi dilakukan di dua tempat terpisah di Arab Saudi.
Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain dan Mesir adalah tujuan utama pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Timur Tengah.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menerangkan dalam jumpa pers di Jakarta, perlindungan bagi TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negara-negara Timur Tengah masih sangat kurang. Belum lagi soal budaya setempat yang mempersulit tindakan perlindungan. Ia mengatakan, posisi tawar TKI lemah di hadapan majikan. Akibatnya, banyak TKI yang tak bisa pulang meskipun kontak kerjanya habis karena dilarang majikan, atau dipindahkan ke majikan lainnya.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan, standar gaji yang diberikan di Timur Tengah relatif rendah, yaitu berkisar Rp 2,7-Rp 3 juta/bulan. Jumlah itu setara dengan Upah Minimum di DKI yang Rp 2,7 juta, dan lebih rendah dari Upah Minimum di Bekasi yang Rp 3,2 juta/bulan. Bayaran ini tidak sebanding dengan resiko untuk bekerja di luar negeri.
Bukan solusi
Tapi kalangan aktivis buruh migran mengeritik keputusan pemerintah yang dinilai membatasi hak warga untuk bekerja, padahal pemerintah sendiri belum bisa menyediakan lapangan kerja yang cukup.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah beberapa waktu lalu sudah menyatakan, penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia sektor informal atau pembantu rumah tangga bukan solusi yang baik dan sangat diskriminatif. Dia mengatakan, kasus yang banyak menimpa TKI khususnya PRT seperti gaji tidak dibayar, pemerkosaan, pembunuhan dan kekerasan, tidak akan terjadi apabila ada pengawasan yang ketat sebelum keberangkatan.
"Mestinya apa yang harus dipastikan adalah negara memastikan setiap warga negara bekerja secara layak dan tidak melarang sektor tertentu. Kalau alasannya masalah yah justru masalah itu yang dicari solusinya, bukan menghentikan PRT-nya," kata Anis Hidayah sebagaimana dikutip oleh VOA.
Menteri Hanif Dhakiri mengakui, sebagian besar penganggur di Indonesia dari lulusan SD dan SMP, sehingga mereka sulit mendapatkan akses kerja. Namun pemerintah akan berusahan sedapat mungkin umtuk menyelenggarakan pelatihan yang dibutuhkan dan memberi insentif kepada perusahaan, sehingga mereka bisa diserap pasar tenaga kerja.
hp/yf (afp, dpa, rtr, voa)