Indonesia Kewalahan Bersihkan Sektor Perhutanan
1 Januari 2014
Di jantung hutan tropis Kalimantan sekelompok pria yang bekerja untuk sebuah perusahaan kayu menebang pohon dengan gergaji mesin. Mereka kemudian menempelkan secarik kertas berwarna merah dengan nomor seri di atasnya.
Praktik semacam itu adalah bagian dari proses audit yang dijalankan pemerintah baru-baru ini untuk mencegah pembalakan liar dan memenuhi tuntutan perusahaan-perusahaan asing yang ingin bukti keabsahan impor kayu dari Indonesia.
Menyusul perjanjian dengan Uni Eropa, September lalu, pemerintah menggodok sistem baru yang mewajibkan perusahaan kayu memiliki sertifikat untuk membuktikan bahwa kegiatan penebangan berlangsung di dalam koridor hukum yang telat ditetapkan.
"Korupsi diam"
Indonesia yang merupakan negara eksportir kayu terbesar di Asia berharap bisa menggandakan nilai ekspor komoditi yang sarat konflik itu ke Uni Eropa. Pemerintah menaksir keuntungan yang didapat bisa mencapai 2 miliar US Dollar per tahun.
Kendati begitu sejumlah pihak mengritik, izin penebangan seringkali dikeluarkan melalui cara-cara ilegal. Terlebih Undang-undang perlindungan konsumen terkait produk kayu yang saat ini berlaku di Eropa, Amerika Serikat dan Australia diyakini tidak berdampak banyak meminimalisir pasar gelap.
"Sistem ini cuma menanyakan, apakah anda punya izin? jika punya, kotaknya akan dicontreng. Sistem tersebut cuma melegalisasi apa yang dilakukan pemerintah," kata Emily Harwell, Penulis studi "Sisi Hitam Pertumbuhan Hijau" yang dirilis Human Rights Watch.
Perizinan kayu adalah "korupsi diam," tukasnya.
Hutan Seluas 10.000 Lapangan Bola Setiap Hari
Menurut Greenpeace, Indonesia saat ini kehilangan wilayah hutan setara 10.000 lapangan sepakbola setiap tahun. Kebanyakan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit atau menjadi hutan produksi untuk industri kertas.
Terlebih, Kementrian Kehutanan menurut studi yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2012 silam, termasuk lembaga negara yang paling korup di Indonesia. Lembaga anti rasuah itu menemukan, pejabat kementrian kerap memperkaya diri dengan menjual izin penebangan secara ilegal kepada pihak swasta.
Rendahnya kepercayaan konsumen di Eropa dan Amerika Serikat terhadap keabsahan kayu asal negara-negara berkembang antara lain berdampak pada lesunya bisnis kayu. Rahardjo Benyamin, Ketua Asosiasi Pengusaha Kayu Indonesia (APKI), mengklaim, 40 persen Hak Pengusahaan Hutan (HPH) saat ini tidak aktif lantaran minim pesanan.
Sebab itu pula pemerintah berharap, langkah membenahi aktivitas penebangan bisa memulihkan kepercayaan konsumen internasional terhadap produk kayu asal Indonesia.
rzn/hp (rtr,dpa,ap)