Dampak Panjang Program Perang Melawan Teror
12 September 2015Presiden George W.Bush lewat siaran nasional secara resmi memproklamasikan program melawan teror pada 12 September 2001, sehari setelah serangan yang meruntuhkan menara kembar WTC di New York dan ke markas Pentagon di Washington. Ia juga meminta dukungan kepada pimpinan dunia untuk menggalang kampanye memberantas terorisme. “Hanya ada pilihan mendukung kami, atau dicap berpihak kepada teroris”, ujar Bush ketika itu.
Afghanistan jadi target serangan pertama. Tudingannya, negara ini membantu melindungi gembong Al Qaida, Osama bin Laden, yang dituding sebagai dalang serangan “nine eleven”. Didukung mitra NATO dan Aliansi Utara yang sebetulnya ex-rezim Mujahidin, dalam waktu hanya beberapa minggu pemerintahan rezim Taliban berhasil ditumbangkan tanpa banyak kesulitan.
Tapi realitanya Taliban dan Al Qaida tidak bubar. Mereka berubah menjadi organisasi bawah tanah, yang terus merongrong Afghanistan serta “pasukan pendudukan” yang mula-mula dipimpin AS, dan kemudian dilimpahkan kepada NATO. Al Qaida pecah menjadi faksi-faksi yang bergerak di Yaman, Irak, Suriah dan juga menyebar hingga ke Afrika Barat dan Asia Tenggara. Perang melawan teror justru meninggalkan citra pelanggaran HAM berat di Abu Ghraib, kasus pembunuhan ekstra yudisial Black Water serta munculnya penjara-penjara rahasia CIA hingga kamp Guantanamo di Kuba.
Target gempuran kedua: Irak. Sejumlah negara terkemuka di Eropa menolak ikut serta dalam invasi, yang disebut didasari “kampanye bohong“ mengenai kemampuan atom Irak yang ikut ditiupkan PM Inggris saat itu, Tony Blair. Rezim Saddam Hussein berhasil digulingkan tahun 2003 dalam tempo hanya beberapa bulan setelah digempur koalisi yang dipimpin AS.
Saddam Hussein dihukum mati lewat pengadilan yang kontroversial. Bersamaan dengan runtuhnya rezim di Bagdad, Irak mengalami perpecahan antara kaum Sunni, Syiah serta Kurdi dan mengalami destabilisasi. Banyak wilayah tidak mengakui kendali pemerintahan di Bagdad.
Konflik juga merembet ke negara tetangga Suriah. Kelompok pemberontak yang didukung aliansi Arab Saudi dan Amerika Serikat berusaha menumbangkan rezim Bashar al Assad. Juga muncul kelompok militan yang menamakan dirinya Islamic State in Irak and Syria- ISIS yang dalam waktu singkat bisa merebut kekuasaan di kawasan luas di utara Irak hingga selatan Suriah.
Perang melawan terror yang dicanangkan Bush 14 tahun silam, terlihat menghasilan buah yang amat pahit. Yakni destabilisasi seluruh kawasan mulai dari Afghanistan hingga ke Suriah. Amerika Serikat juga akhirnya mengakui, perang di Afghanistan sudah gagal dan menarik seluruh pasukan tempurnya pada 2014. Irak jadi negara tanpa kedaulatan jelas.
Konflik sektarian dan konflik bersenjata berkepanjangan yang mengoyak kawasan itu, juga merupakan penyebab pengungsian massal warga Suriah, Irak dan Afghanistan ke Eropa, yang kini berubah menjadi krisis pengungsi yang melanda sejumlah negara Uni Eropa.
as/yf (dari berbagai sumber)