Iran Harus Bersiap "Hadapi Serangan Militer"
2 Agustus 2012Serangkaian pernyataan publik dan memo diplomatik yang dibuat pemerintah Israel beberapa pekan terakhir mengenai konflik atom Iran semakin memperkuat kekhawatiran Washington, Israel akan menyerang Iran dan dengan begitu menyeret Amerika Serikat ke dalam kancah peperangan baru.
Sebab itu pula sejumlah pejabat AS belakangan banyak melakukan kunjungan diplomatik ke sekutu terdekatnya itu, termasuk lawatan Menteri Pertahanan Leon Panetta ke Tel Aviv dan Yerusalem. Bersama rekan sejawatnya Ehud Barak, Panetta meyakinkan kedua pihak tidak akan menyerang Iran dalam waktu dekat. Menurutnya penyelesaian konflik melalui jalur damai masih bisa diharapkan.
Panetta juga menggarisbawahi, dukungan AS terhadap keamanan Israel adalah "solid seperti batu karang." Ia juga tidak menutup kemungkinan, pihaknya akan menggunakan opsi militer jika keamanan sekutu terdekatnya itu terancam oleh Iran.
Israel sebaliknya memiliki pandangan berbeda. Perdana Menteri Benyamin Netanyahu mewanti-wanti, ungkapan solidaritas dan jaminan bahwa Washington itu tidak menutup kemungkinan penggunaan opsi militer, tidak "cukup" meyakinkan Iran, bahwa dunia barat "serius untuk menghentikan" program nuklirnya.
Israel juga menyatakan tidak puas atas strategi penyelesaian konflik yang dilakukan Eropa dan Amerika Serikat selama ini, "baik sanksi ekonomi maupun upaya diplomatik tidak berdampak pada program nuklir Iran," kata Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak.
Menurut Netanyahu, waktu untuk solusi damai sudah habis, meski dirinya belum mengambil keputusan apapun terkait serangan terhadap instalasi nuklir Iran. Barak mengklaim, pihaknya tidak bergantung kepada siapapun dalam konflik nuklir Iran. Israel "memutuskan sendiri", kapan pihaknya akan menyerang Iran.
Kekhawatiran Presiden AS Barack Obama, negaranya akan terseret ke dalam kancah peperangan baru, cukup beralasan. Sebelumnya sejumlah pejabat tinggi AS mengungkapkan harapan, Israel bersedia membiarkan AS memimpin serangan militer terhadap Iran, yang di tengah krisis anggaran saat ini baru bisa dibiayai paling cepat tahun depan. Sebelum Panetta, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton juga melakukan pendekatan serupa dalam kunjungannya beberapa waktu lalu.
rzn//afpd/rtrd/dpa