Bagaimana Iran Akan Balas Serangan di Suriah?
4 April 2024Prospek damai di Timur Tengah menyusut secara dramatis setelah serangan Israel yang menghancurkan sejumlah bangunan di kompleks kedutaan besar Iran di ibukota Suriah, Damaskus. Pertanyaan menggaung, bagaimana Teheran akan membalas dendam?
Serangan udara itu menewaskan 13 orang, menurut laporan media-media Iran. Termasuk di antaranya adalah lima perwira dan dua jendral Garda Revolusi. Sejumlah warga Suriah juga menjadi korban jiwa. Namun identitas mereka tidak diketahui.
Bangunan yang dibidik Israel resminya bernama "seksi konsuler kedutaan besar Iran" dan sedang tutup karena hari libur nasional. Meski ramai diwartakan sebagai dalang serangan, Israel hingga kini menolak mengkonfirmasi atau membantah dugaan tersebut.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Satu-satunya bukti keterlibatan Israel datang dari dua pejabat militer yang membocorkan jalannya operasi secara anonim kepada harian New York Times dan kantor berita Reuters.
Bisa diduga, serangan itu menyulut respons dramatis dari Teheran. Pemimpin spiritual Ayatollah Ali Khamenei menulis, Israel "akan dihukum oleh tangan-tangan pejuang kami." Pernyataan itu difahami analis sebagai indikasi bahwa serangan balasan akan datang langsung dari Iran, bukan kelompok proksinya, seperti Hezbollah di Lebanon.
Apa opsi Teheran?
Serangan terhadap kompleks diplomatik di Damaskus "menempatkan konfrontasi antara Israel melawan Iran dan Hezbollah ke level yang lebih tinggi," tulis jurnalis Israel Amos Harel di harian Haaretz pekan ini.
"Hal ini menandakan perkembangan paling berbahaya di front utara sejak meletusnya perang di Gaza hampir enam bulan lalu."
Sejauh ini, menurut Harel, bukan Iran atau Hezbollah yang menggiatkan eskalasi di perbatasan Lebanon-Israel. "Sebagian besar justru Israel sendiri yang secara konsisten menuntut upeti lebih banyak dari wilayah utara," tulisnya, merujuk pada daftar sasaran yang bertambah dan daya jangkau serangan Israel yang semakin jauh di wilayah asing.
Iran memahami risiko yang muncul dalam konfrontasi dengan Israel dan Amerika Serikat, tapi akan terlalu memalukan bagi Teheran untuk mendiamkan serangan Israel, kata analis politik Irak, Hamid al-Kafei.
Dia meyakini, Iran tidak akan menyerang langsung Israel. "Iran memahami bahwa respons militer Israel tidak mengenal batas," kata dia.
Dugaan ini diamini jurnalis Iran berdarah Inggris, Sharan Tabari, yang juga pakar militer Iran. Menurutnya, Teheran tidak akan melancarkan serangan besar, "melainkan mendorong kekuatan proksinya untuk bertindak lebih agresif."
Tabari menilai, geliat proksi Iran secara umum mudah ditangkal Israel, AS atau sekutu lain, merujuk pada bagaimana blokade Houthi di Laut Merah memicu operasi angkatan laut AS dan Eropa.
"Jadi bentuknya akan serangan-serangan kecil. Tapi Iran akan berusaha membesarkan hasilnya untuk konsumsi domestik."
Dukungan Amerika Serikat
Pemerintah AS sejak dini buru-buru menginformasikan kepada Teheran betapa pihaknya tidak terlibat. Diyakini, eskalasi konflik di Timur Tengah ingin dihindari jelang pemilihan umum kepresidenan pada November mendatang.
"Akibatnya, tekanan politik deras menghujam Perdana Menteri Benjamin Netanyahu," kata Nicholas Heras, direktur strategi di New Lines Institute, Washington. "Netanyahu mulai kehabisan waktu untuk terus berperang di Gaza," ujarnya.
"Bagi Israel, perang melawan Hamas dan Hezbollah merupakan perang melawan kekuatan proksi yang sama-sama dikendalikan oleh Iran, melalui Damaskus," imbuh Heras. "Israel kini fokus pada Lebanon dan Suriah untuk memperlemah struktur militer regional Iran, dan berusaha mengeliminasi komandan-komandan terpenting dan paling berpengalaman untuk melemahkan rencana dan kapabilitas militer Iran."
Menurut Heras, Netanyahu bertaruh bahwa AS akan ikut bergabung dengan Israel jika pecah perang terbuka dengan Iran.
Perang tanpa mandat
"Baik Israel maupun Iran tidak memiliki kemampuan atau keinginan untuk terlibat dalam perang regional yang besar,” kata Tabari, peneliti keamanan di London. Alasan terbesar adalah minimnya dukungan dari rakyatnya sendiri.
Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa popularitas politik Netanyahu semakin berkurang di kalangan pemilih. "Pemerintahan Netanyahu telah bertindak terlalu jauh dalam perang melawan Hamas, yang telah mengasingkan sekutu Israel di seluruh dunia,” katanya.
"Bagi Israel, perang ini mungkin tidak terlalu berbahaya secara politik karena pemerintahan Netanyahu akan segera diganti,” Tabari menyimpulkan. "Tetapi bagi Iran, perang bisa lebih merugikan secara politis."
Liputan tambahan oleh Cathrin Schaer and Youhanna Najdi (rzn/as)