Jejak Korupsi Setya Novanto
18 Juli 2017Setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua DPR Setya Novanto membantah dirinya terlibat. Menurutnya tuduhan tersebut tidak beralasan.
"Saya percaya bahwa Allah SWT Maha Tahu apa yang saya lakukan, dan Insya Allah apa yang dituduhkan itu tidak benar," kata Novanto dalam konferensi pers di Gedung DPR, Selasa (18/7) seperti dilansir Kompas.
Menurut KPK, Setya Novanto "memainkan peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR, serta proses pengadaan barang/jasa dalam proyek e-KTP."
Skandal korupsi e-KTP bukan perkara pertama yang membelit anak didik pengusaha kakap Sudwikatmono itu. Sejak aktif menjadi pengusaha dan lalu politisi, Setnov berulangkali berada dalam bidikan aparat hukum. Sejauh ini ia berhasil lolos.
Berikut dosa-dosa yang membelit Setya Novanto.
1. Kasus Pengalihan Hak Piutang Bank Bali - 1999
Nama Setya Novanto pertamakali melejit dalam kasus pengalihan hak piutang (cessie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang diduga merugikan negara sebesar 900 miliar Rupiah. Saat itu Bank Bali melakukan pengalihan dana sebesar lebih dari 500 miliar kepada PT. Era Giat Prima yang dimiliki Novanto, Djoko S. Tjandra dan Cahyadi Kumala.
Kejaksaan akhirnya mengadili Djoko Tjandra sebagai tersangka utama. Sementara Setnov lolos berkat Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) yang dikeluarkan Kejaksaan. Jaksa Agung saat itu. MA Rachman dikenal dekat dengan Partai Golkar.
2. Penyeludupan Beras Impor asal Vietnam - 2003
Bersama Idrus Marham yang saat ini aktif sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Setya Novanto terbelit skandal penyeludupan beras. Saat itu perusahaan miliknya, PT. Hexatama Finindo memindahkan 60.000 ton beras yang dibeli dari Vietnam dari Bea Cukai tanpa membayar pajak dengan nilai semestinya.
Menurut laporan media, bea impor yang dibayarkan cuma untuk 900 ton beras. Setya Novanto diperiksa oleh Kejaksaan Agung pada 2006. Kasus tersebut lalu meredup tanpa ada langkah hukum lanjutan.
3. Skandal Impor Limbah Beracun dari Singapura ke Batam - 2004
Tahun 2006 lebih dari 1000 ton limbah beracun asal Singapura mendarat di Pulau Galang, Batam. Uji laboratorium Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) mengungkap, limbah yang disamarkan sebagai pupuk organik itu mengandung tiga jenis zat radioaktif, yaitu Thorium 228, Radium 226, dan Radium 228 dengan kadar 100 kali lipat di atas batas normal.
Pihak pengimpor, yakni PT. Asia Pasific Eco Lestari (APEL) saat itu dimiliki oleh Setya Novanto. Politisi Golkar itu mengaku sudah mengundurkan diri tahun 2003. Namun dalam dokumen milik PT APEL yang tertanggal 29 Juni 2004, Setyo Novanto disebut sebagai pihak yang menandatangani nota kerja sama dengan perusahaan Singapura.
Kontrak yang dijalin PT APEL dengan pihak Singapura bahkan menyebut jumlah 400 ribu ton pupuk alias limbah yang akan diimpor ke Indonesia.
4. Dugaan Suap Pekan Olahraga Nasional Riau - 2012
Dalam kesaksiannya, mantan bendahara Partai Demokrat M. Nazaruddin menyebut Setya Novanto terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan lapangan tembak PON di Riau tahun 2012. Setnov, yang saat itu sudah malang melintang di Komite Olahraga Nasional Indonesia, disebut menggunakan pengaruhnya buat menekan Komisi Olahraga DPR agar memuluskan anggaran Pekan Olahraga Nasional dari APBN.
Komisi Pemberantas Korupsi pernah menggeledah ruang kerja Setya Novanto pada pada 19 Maret 2013. Ia cuma diperiksa sebatas saksi dengan tersangka utama mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal. Setnov membantah tuduhan suap ini.
5. Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan E-KTP - 2013
Kesaksian lain Nazaruddin menyebut Setya Novanto dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, sebagai pengendali utama proyek pengadaan e-KTP. Saat itu Setnov disebut meminta uang jasa sebesar 10 persen kepada Paulus Tannos, pemilik PT Sandipala Arthaputra yang memenangkan tender E-KTP.
Menurut Nazaruddin, uang tersebut dibagi-bagikan kepada anggota DPR untuk memuluskan proyek e-KTP. Kepada Tempo, Setya Novanto membantah semua tudingan yang diarahkan kepadanya. Kerugian negara ditaksir sebesar 2,3 triliun Rupiah.
Hingga kini kasus tersebut masih ditangani oleh KPK. Saat Setnov terpilih sebagai ketua DPR, mantan Ketua KPK Abraham Samad mengungkapkan "penyesalannya, karena yang bersangkutan punya potensi mempunyai masalah hukum dan bisa merusak citra DPR."
6. Skandal Perpanjangan Kontrak Freeport - 2015
Pada akhir 2015 Setya Novanto kembali mencetak skandal setelah mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Dalam rekaman pembicaraan yang diajukan ke pengadilan, Ia menjanjikan perpanjangan kontrak Freeport dengan syarat diberikan jatah saham.
Namun Setnov kemudian mengajukan uji materi atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ke Mahkamah Konstitusi. MK menyatakan bahwa rekaman tersebut tidak bisa menjadi bukti karena dianggap ilegal. Oleh Mahkamah Kehormatan Dewan, Setnov hanya dijatuhkan sanksi pelanggaran sedang dan pada April 2016 Kejaksaan Agung menyatakan bahwa kasus tersebut diendapkan.
rzn/as (dari berbagai sumber)