121211 Fukushima Lage
13 Desember 2011Musim dingin mulai melanda bagian utara Jepang. Bagi penduduk Fukushima, ini pertama kalinya mereka menghadapi musim dingin setelah bencana reaktor nuklir Daiichi sembilan bulan yang lalu.
Di kamp pengungsi, sejumlah relawan bernyanyi dan membagikan hadiah kepada anak-anak, yang bersama keluarganya masih menetap di sana. Akhir pekan lalu, salju mulai menyelimuti gunung, tempat penduduk Fukushima sementara mengungsi.
Tak heran bahwa barak-barak di kamp itu tak menahan resapan udara dingin. Lebih parah lagi, karena ketika mengungsi banyak penduduk tidak membawa pakaian hangat.
"Saya tidak bawa sepatu bot, hanya sepatu dan sandal ringan saja“, begitu keluh Nyonya Sasaki. Ia juga mengkhawatirkan keadaan anaknya yang tengah bermain di luar. Apakah salju itu asri atau sudah terkontaminasi?
Putranya, Yuto menepis kegelisahan ibunya, "Ibu memang melarangnya, tapi apa lagi yang bisa saya lakukan di sini? Bermain salju itu kan menyenangkan!“ Di tempat anak lelaki itu berasal, sebuah desa yang jaraknya tak lebih 9 kilometer dari reaktor Daiichi yang ditutup, belum ada salju.
Dua pekan lalu, 900 relawan militer mulai mendekontaminasi tanah sekitarnya yang tercemar. Berpakaian serba putih, helm besi dan masker pelindung pernafasan, mereka menyapu dan mengumpulkan tanah radio aktif itu ke dalam tong-tong yang kedap radiasi. Pekerjaannya lamban, karena setiap sentimeter tanah, pohon dan ranting harus disemprot dengan seksama agar bebas radio aktif.
Namun tepat sembilan bulan setelah terjadinya bencana di Fukushima, Kementrian Lingkungan Hidup Jepang hari Minggu (11/12) lalu mengumumkan, upaya dekontaminasi itu harus ditunda.
Pemerintah di Tokyo menjelaskan bahwa netralisasi kawasan radio aktif itu baru bisa dilanjutkan lagi akhir Maret tahun depan. Masalahnya salju dan hujan menyebabkan tanah menjadi becek. Selain itu tak ada yang tahu, jutaan tong tanah radio aktif itu nantinya akan disimpan di mana.
Bagi para pengungsi bencana nuklir di Jepang, pengumuman itu berarti mereka harus menetap di kamp itu sepanjang musim dingin. Tanpa pekerjaan, tanpa pemasukan dan tanpa dukungan moral maupun finansial dari pemerintah.
Bagi anak-anak seperti Yuto untuk tinggal lebih lama di kamp pengungsi bukan hal yang positif. Sebuah penelitian menunjukkan, tingkat trauma yang mereka alami begitu tinggi, hingga mereka kesulitan mengikuti pelajaran sekolah. Kemampuannya untuk berkonsentrasi, sangat rendah akibat kegelisahan menghadapi hari-hari yang kosong.
Sementara ini, orang tua mereka mengajak anak-anak itu menganyam simbol Shinto yang secara tradisional digunakan untuk menyambut tahun baru. Menurut pemerintah, jerami yang digunakan untuk menganyam itu tidak terkontaminasi
Jürgen Hanefeld / Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk