Jerman Cari Tenaga Ahli dari Asia Tenggara
31 Oktober 2012Berbagai profesi yang digeluti mereka: pengembang piranti lunak, ahli biokimia atau insinyur mekanik. Berasal dari berbagai negara dan tampaknya mereka merasa kerasan hidup di Jerman. Ini setidaknya ditunjukkan video-video pendek di situs "Make it in Germany", yang merupakan proyek pemerintah Jerman bersama Badan Ketenagakerjaan Jerman. Video-video tersebut menceritakan bagaimana tenaga ahli muda internasional bekerja dan terutama bagaimana mereka hidup di Jerman.
“Saya senang tinggal di Jerman. Di sini saya bisa meningkatkan diri, baik secara pofesional maupun pribadi,“ dikatakan Maria yang berasal dari Spanyol. “Saya mengembangkan piranti lunak untuk sistem robotik. Dan saya dapat menerapkan pengetahuan yang didapat di universitas,” dikatakan Tung. Sekarang pemuda asal Vietnam ini merasa diterima dengan baik di sini, juga oleh komunitas Vietnam, ujarnya.
Kekurangan Tenaga Ahli
Tenaga ahli seperti Maria dan Tung diminati banyak perusahaan di Jerman. Bahkan perusahaan kecil dan menengah juga mengalami kesulitan dalam menemukan tenaga ahli di pasar tenaga kerja, seperti ditegaskan Menteri Ekonomi Jerman Philipp Rösler. “Jika kita bertanya pada perusahaan, apa hambatan terbesar dalam pertumbuhan usaha mereka di sini, di Jerman, maka jawaban yang selalu diberikan adalah, tidak tersedia cukup tenaga ahli berkualifikasi.“ Menurut perkiraan, setiap tahunnya perusahaan Jerman mencari sekitar 200.000 tenaga ahli.
Sejak diluncurkan beberapa bulan lalu, situs "Make it in Germany" telah dikunjungi oleh lebih dari 350.000 orang, 80 persen dari mereka berasal dari luar Jerman. Jalan menuju Jerman dijelaskan dalam lima langkah: mencari pekerjaan, visa, pindah, menetap di Jerman, keluarga. Untuk pemasaran virtual di India, Indonesia dan Vietnam juga dilakukan pendekatan personal. Dan satu “paket menyeluruh” disediakan Organisasi Kerjasama Internasional GIZ bagi imigran yang dianggap memiliki potensi.
Tanah Air Baru Jerman
Dalam paket ini, GIZ bukan saja menawarkan diri sebagai perantara kerja tapi juga memastikan bahwa pemberi kerja memberikan upah yang memadai. Dan para tenaga ahli pendatang pun mendapat bimbingan dalam proses integrasi. “Karena kami ingin bahwa Jerman dapat menjadi tanah air baru bagi mereka. Saya pikir, ini sangat penting bagi mereka yang datang ke sini,” dikatakan pimpinan proyek GIZ Tanja Gönner.
Namun apakah tidak merugikan negara asal, jika warga terpintar pindah ke luar negeri? Menur GIZ hal ini berbeda satu sama lain. India, Indonesia dan Vietnam dipilih dalam proyek ini, karena negara-negara ini memiliki populasi muda dan di Jerman tidak kekurangan lapangan kerja yang dicari. Selain itu, tenaga ahli muda ini akan terus mendapat pendidikan agar nantinya dapat juga sesuai bagi pasar tenaga kerja di negara asal mereka.
Saling Memberi Keuntungan
Memang tidak ada pemerintahan satu negara pun yang mengatakan: “Kami menginginkan bahwa warga terpintar meninggalkan negeri. Dan yang tinggal adalah warga yang kurang pintar, agar mereka yang pintar memiliki perspektif yang baik di luar negeri.“ Pemerintah mengetahui bahwa negara juga diuntungkan oleh proses migrasi ini. Yakni melalui tranfer teknologi, pengiriman uang ke tanah air dan warga yang pulang kembali.
Menteri Ekonomi Jerman Philipp Rösler menyebutnya sebagai imigrasi berkelanjutan, “Dapat dikatakan, seseorang datang ke sini, menjalani kehidupan profesional, membuat karir dan kemudian kembali dengan pengalaman yang didapat. Sering seperti ini biasanya.“ Namun menurut Rösler, juga tidak buruk jika sebaliknya. Ditambahkannya, “Bukan niat kami (Jerman) untuk mencari tenaga ahli dengan cepat di suatu tempat dan setelah itu tidak menunjukkan diri lagi.“ Tujuan pemerintah Jerman, dan juga GIZ, adalah melakukan kerjasama yang setara dengan setiap negara mitra.“
GIZ menyebutnya kerjasama yang saling menguntungkan, dengan menyebutkan beberapa contoh. Di Bosnia dan Herzegovina tadinya terdapat sekitar 5.000 perawat yang menganggur. Dan GIZ telah membantu banyak dari mereka datang ke Jerman. Hal ini juga berlaku bagi insinyur asal Indonesia dan Vietnam. Siapa yang berkualifikasi tapi tidak mendapat kesempatan di negara sendiri, biasaya berpikir untuk pergi ke luar negeri. Jika kita memiliki kesempatan dan kemungkinan, dikatakan GIZ, kita harus mengupayakan agar tenaga ahli yang berkeinginan bekerja di luar negeri ini dapat ditarik ke Jerman.
Sabine Kinkartz
Yuniman Farid / Dyan Kostermans